Part 7

3.6K 338 12
                                    

Selamat pagi, vote sebelum membaca dan coment setelah membaca🤗
Maaf kalau ada typo🙏Happy reading😘

~~~

Di ruang keluarga rumah Bagaskara, keempat anaknya sedang berkumpul. Dan dua di antara mereka saling menggoda, siapa lagi kalau bukan Ava dan Riko. Dua saudara yang tak bisa diam, apapun akan mereka ributkan mulai dari acara Tv. Kenapa Spongebob warnanya kuning, rumahnya nanas, dan lain sebagainya.

"Enak dong." Tukas Ava menatap layar persegi di depannya, Riko menoleh dan menatap adiknya heran.

Dia beralih duduk di samping Ava, tangannya merangkul bahu Ava dan mendekatkan tubuhnya dengan tubuh adiknya.

"Apanya yang enak? Kamu mau jadi Spongebob?" Tanya Riko heran, Andre dan Arkan kini fokus pada kedua adiknya. Jika Riko dan Ava sudah berdekatan, bisa di pastikan baku hantam akan segera terjadi.

Dua saudara beda kelamin tersebut sangat suka adu bacot, padahal kalau salah satu dari mereka diam dan tak menyahuti ucapan. Dunia akan tentram tanpa adanya bacotan cempreng Ava, dan teriakan menggelikan dari Riko.

"Bayangin Spongebob kalau mau rujak, enak banget tinggal ngiris rumahnya. Kalau mau goreng ikan, tinggal duduk di depan rumah sambil bawa jala. Spongebob auto kaya, iya kan Bang?" Riko yang awalnya tersenyum menatap adiknya, kini wajahnya berubah datar.

Di online shop apa tak ada tempat untuk tukar tambah adik? Riko sudah muak memiliki adik seperti Ava, tapi dia juga masih sayang nyawa. Dua macan di atas sofa dan singa yang berada di ruang kerja akan memangsanya hidup-hidup kalau sampai itu terjadi.

Putri kesayangan yang di tunggu-tunggu keluarga, tak boleh lecet sedikitpun dan kebahagiaannya harus terjamin.

"Dek, kamu mau jadi Masha gak?" Ava menoleh dengan alis bertautan, buat apa dia menjadi Masha yang hidup bersama beruang?

"Ava juga sama kayak Masha Bang, hidup sama tiga macan." Jawab Ava disusul tawa menggelegar. Andre dan Arkan saling pandang, mana ada adik berkata jika kakaknya seperti macan.

Memang benar jika Andre dan Arkan sangatlah galak dan dingin, tapi Riko tidak.

"Dih, terus kalau kita macan kamu apa? Cebong?" Balas Riko sinis, Ava mendengkus kesal.

Tak berapa lama, Dimas turun dengan laptop dan berkas di tangannya. Padahal ini sudah malam, masa iya dia masih mau berangkat ke kantor.

"Mau ke kantor Pa?" Tanya Ava menatap Dimas, mendengar pertanyaan putrinya lelaki paruh baya tersebut menghentikan langkahnya.

Dia beralih menuju ruang keluarga dan duduk di samping anak pertamanya, Ava dan Riko duduk di atas permadani. Memang Ava jarang suka duduk di atas sofa saat menonton telvisi, katanya kakinya tak bisa selonjoran jika duduk di sofa.

"Kamu nonton kartun, Kak?" Tanya Dimas heran, dia menatap kedua putranya secara bergantian.

Anak lelakinya dengan wajah dingin, badan macho masa iya tontonannya kartun? Andai perawat yang menggilai Andre dan guru sekolah yang menggilai Arkan tahu. Bisa di pastikan mereka akan tertawa melihat ini.

"Ava yang nonton, Kakak nemenin karena takut adik kesayangannya di mangsa macan kelaparan Pa." Papar Ava dengan wajah santai, Dimas menaikan sebelah alisnya dan menatap putri kecilnya.

Mana ada macan di rumahnya, jangankan macan nyamuk saja tak ada di dalam rumahnya.

"Macan apa sih, Dek?" Tanya Dimas heran, Ava melirik Riko dan mengedipkan sebelah matanya menatap Dimas.

Sedangkan Riko yang fokus mengupas kuaci tak tahu jika yang di maksud macam kelaparan dia, Dimas terkekeh pelan dan menggeleng.

"Papa belum jawab pertanyaan Ava loh," tukas Ava menatap papanya, yang awalnya Dimas akan menyalakan laptopnya kini menunduk dan menatap anaknya.

"Tanya yang mana?"

"Papa mau ke kantor? Kok pakai kemeja, bawa laptop sama berkas lagi." Dimas tersenyum dan menggeleng.

"Nanti teman Papa akan kesini, kita ada kerja sama baru. Gak enak kalau Papa pakai baju santai," Ava mengangguk mengerti.

"Marahin Papa kamu Dek, di rumah itu waktunya santai dan kumpul keluarga. Ini tetap kerja, kurang delapan jam kerja kamu di kantor, Mas?" Tanya Lily sengit, Ava tak mau ikut campur saat Lily sudah mulai berceramah.

Dimas saja tak berani berbuat apa-apa, apalagi Ava dan anaknya yang lain. Lily bisa menjadi sosok bidadari, bisa juga berubah menjadi monster jika ketenangannya di usik.

"Ava gak ikut-ikutan, Ava anak baik-baik gak boleh adu mulut sama orang tua." Jawab Ava dengan senyum manis, dia tak mau jadi anak pembangkang.

Saat dia kabur dari rumah waktu itu, dia hanya ingin di cari dan di perdulikan. Namun sepertinya Dimas berhasil membuat Lily merubah fikirannya. Buktinya keluarganya tak mencari.

Tok... Tok... Tok... 

Ketukan pintu menghentikan ejekan Riko dan Ava, saat masuk ternyata teman Dimas yang datang. Lelaki paruh baya yang masih terlihat sangat tampan, badannya masih oke gila menurut Ava.

"Ini anakku Yu, kenalan sama Om Bayu, Nak." Ava berdiri dan mengusap telapak tangannya pada celana pendeknya, dia mengulurkan tangannya ke arah teman papanya.

"Halo Om, Ava Nafiza Azzahra Putri Bagaskara, panggil saja Ava." Bayu menerima uluran tangan Ava, senyumnya tercetak sangat manis menatap Ava.

Ada hal berbeda saat melihat tatapan mata Ava, entah apa yang jelas Bayu menyukai Ava.

"Bayu. Kamu cantik sekali Va." Puji Bayu tulus, Ava tersenyum sumringah.

"Masa sih? Om Bayu punya anak cowok gak? Ava mau kok jadi menantunya Om,"  Bayu terkekeh pelan, anak lelakinya tak mungkin suka dengan gadis seperti Ava.

"Kamu mau jadi menantunya Om?" Tanya Bayu sembari duduk di samping Dimas, Ava tak mengira jika Bayu serius dengan ucapan Ava.

"Gak, Ava udah punya target operasi Om." Bayu menaikan sebelah alisnya, sepertinya dia tertarik dengan obrolan Ava.

Namun Ava sudah tak ingin melanjutkan obrolannya, terbukti dia sudah beranjak dari ruang keluarga. Bahkan dia sudah mengambil satu toples kacang asin untuk camilan di kamar.

"Mau kemana?" Tanya Lily melihat Ava berjalan dengan toples di pelukannya, "Kamar." Sahut Ava santai.

"Mama sudah pernah bilang Va, jangan makan di kamar. Nanti suami kamu pemalas, kamu mau punya suami pemalas?" Ava berdecih pelan, apa hubungannya suami Ava yang pemalas dengan makan di kamar.

Asal kalian tahu, Lily memiliki keturunan Jawa. Dan dia sangat memegang teguh budaya tersebut. Contoh, Ava tak boleh makan di dalam kamar, makan sambil tiduran, makan di tengah pintu dan banyak lagi.

"Mau makan di balkon, Mama bawel." Dengkus Ava kesal, dia berjalan ke arah lantai dua dengan wajah masam.

Jika kalian memiliki Mama seperti Lily, pasti kalian tahu apa yang Ava rasakan. Sampai di kamar Ava mengambil ponsel dan menuju balkon, tapi chat dari Fania membuatnya penasaran.

Saat di klik, ternyata foto lelaki tampan yang beberapa kali dia temui. Tapi kenapa Ava tak berfikir untuk meminta nomor ponsel Melvi, itukan hal penting dalam acara pendekatan.

Jika di lihat-lihat memang Melvi menyebalkan dan dingin, tapi dia memiliki tingkat kepedulian yang tinggi. Setelah berkata 'mungkin' tempo lalu, ada perasaan aneh yang tumbuh dalam hati Ava. Maybe, sebuah perasaan cinta. Ava terus memperhatikan Melvi dengan senyum mengembang.

"Mama Ava punya pacar!" Teriak seseorang dari belakang Ava, dengan cepat dia menoleh dan melihat abangnya sudah berlari keluar kamar.

"Abang bohong Ma!" Ava ikut berlari mengejar Riko, mulut Riko sangatlah nyinyir. Bisa di pastikan Lily akan tahu dengan segera jika Ava menyukai seseorang.

~~~

Jangan lupa vote dan komen.
Salam hangat dari author gigi kelinci

Ava Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang