[2] Bagian yang hilang

518 75 9
                                        

Hermione duduk sendirian dengan kaki menyilang seraya menatap seseorang yang kini terkulai lemas di hadapannya. Rambut halus pirang platina orang itu jatuh ke dahinya, membuat sebelah matanya tertutup.

Hermione dengan ragu menggerakkan tangannya untuk menyingkap rambut itu. Dan tak sengaja kulit tangannya menyentuh dahi Draco.

Dingin.

Kulit pria itu sangat dingin. Seakan dia sudah menjadi mayat berhari-hari. Namun wajahnya yang seakan tertidur tenang saat ini memancarkan kehangatan yang tak biasa. Seakan berada di tempat ini membuat Draco bisa tidur tenang setelah semua kejadian yang dia alami.

Entah kenapa hati Hermione terasa ngilu. Ia lebih suka melihat wajah aristokrat Draco yang selalu menghakimi dibanding dirinya yang lemah begini.

"Kau bilang dulu, kalau hidupmu akan baik-baik saja jika bergabung dengan diriNya. Makanya aku melepaskanmu. Tapi kenapa sekarang kau jadi begini?"

Hermione menunduk. Giginya bergemeretak marah.

Ya, ini sebuah rahasia antara dua insan manusia itu. Dua kepribadian yang saling bertolak belakang sejatinya pernah menjalin hubungan. Mereka pernah saling tersenyum diam-diam dan saling menggengam menyalurkan kehangatan.

Namun semuanya berubah ketika masa kegelapan datang lagi. Draco dipilih untuk menjadi pengikutnya dengan menjadi death eater. Hermione berjuang bersama Harry dengan bergabung bersama the orde of phoenix.

Mereka akhirnya berpisah.

"Kenapa dulu kau tidak ikut aku? Kenapa dulu aku tidak memaksamu lebih keras? Bodoh. Aku bodoh. Dan kau lebih bodoh, Malfoy." lirihnya seraya masih menunduk.

Hermione terkejut ketika merasakan ada tangan dingin yang menyentuh tangannya.

"Maaf."

Draco telah sadar. Tatapannya mengunci mata Hermione yang kini mulai berkaca-kaca. Batinnya berteriak. Seakan ingin menghancurkan benteng pemisah tak kasat mata yang telah mereka buat sendiri beberapa tahun silam.

"Apa yang terjadi padamu? Kau tidak dijatuhkan ke azkaban karena pernyataan Harry. Harusnya sekarang kau bisa hidup dengan tenang. Harusnya sekarang kau.." Hermione mengantung kalimatnya, "Kau, bahagia.. Itu yang kau katakan padaku di hari itu. Kau akan bahagia."

Draco menatap lirih wanita yang duduk disampingnya itu. Rasanya sudah lama sekali dia tidak mendengar suara Hermione. Tidak bisa melihat wajah itu dari dekat lagi.

Baru Draco hendak bangun untuk memeluk Hermione, namun tungku perapian menyala menandakan Harry dan Ron sudah kembali.

Hermione dengan cepat menghapus titik-titik air matanya, lalu melesat mendekat ke arah dua sahabatnya itu.

"Bagaimana?"

Harry menatap Draco yang sudah sadar, lalu duduk di sofa. Diikuti Ron dan Hermione yang ikut duduk.

"Seperti dugaanmu, Hermione. Sepertinya kementrian telah dimasuki oleh mata-mata. Ada beberapa dokumen yang hilang entah kemana. Ada yang aneh disini." kata Harry seraya memijit pelipisnya. Pusing.

Ron menatap tajam Draco yang sekarang sudah duduk di sofa, "Kau, jelaskan pada kami sekarang juga. Apa yang terjadi padamu, Apa yang kau butuhkan dari kami, dan ku tahu kalau masalah kementrian pasti kau juga tahu."

Draco menelan salivanya susah payah. Ia menunduk seraya memilin-milin tangan pucatnya.

"Katakan sekarang juga!" seru Hermione tak sabar. Jantungnya bertalu-talu. Ia menduga kalau ini ada hubungannya dengan voldemort. Dan demi apapun rasanya dia tak sanggup jika ini semua terulang lagi. Merasakan perang beberapa tahun yang lalu membuatnya mengalami gejala trauma beberapa saat. Dan sekarang mulai lagi? Oh God.

PARALLELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang