[7] Pilihan

252 35 6
                                    

"Dia sudah dua minggu tidak ada kabar, Harry. Bagaimana kalau terjadi sesuatu?"

"Aku juga memikirkan itu, Hermione. Bukan kau saja." pusing laki-laki berkacamata itu.

"Izinkan aku mencarinya." Seru Hermione.

Harry membulatkan matanya, "Jangan, itu berbahaya."

Hermione bangkit dari kursinya, lalu menghampiri meja temannya itu, "Harry, aku tidak bisa diam saja seperti ini."

"Lagipula kau mau mencarinya kemana? Ke 'dunia' itu? Bagaimana caranya? Kita tidak punya kuncinya."

Hermione berdiri lesu. Harry benar. Hanya Draco dan orang yang berwajah Voldemort yang bisa leluasa memasuki gerbang dunia paralel.

"Kau tenang. Aku sudah memerintahkan beberapa Auror untuk menjaga hutan dimana gerbang Draco berada. Jadi kalau dia pulang, kita akan segera mengetahuinya."

Walau ragu dan tetap khawatir, Hermione akhirnya mengangguk saja.

Dimana pun dia berada, kuharap dia baik-baik saja.

...

Kini Draco sudah diperbolehkan pulang. Ia menyewa sebuah apartemen kecil dipinggiran kota. Tubuhnya sudah lebih sehat. Namun jantungnya masih suka sakit akibat gerbang dimensi yang terus terbuka. 'Orang itu' pasti sedang merencanakan sesuatu.

Draco meraih laci meja dan membukanya. Ia mengambil tongkat sihir yang selama dua Minggu ini Ia tinggalkan.

Laki-laki itu mengelus tongkat kesayangannya dengan pandangan lirih. Di dunia ini, sihir tidak berfungsi. Tongkat ini tidak bisa dijadikan alat untuk mengalahkan orang itu.

Draco terduduk di kasurnya. Memikirkan bagaimana cara untuk membawa orang itu ke dunianya. Terdengar mustahil kan? Dia sendirian, tanpa senjata. Ini bukan perang, tapi percobaan bunuh diri.

Kau harus membawa orang itu dengan kedua tanganmu sendiri.

Draco menumpukan kepalanya pada kedua tangan yang Ia tumpukan pada lututnya. Menjambak rambut platinanya.

Saat keheningan itu, tiba-tiba ponsel jadulnya berbunyi. Menandakan sebuah pesan telah masuk.

Draco membaca pesan itu.

'Itu alamatnya. Besok, kita bertemu jam 9 malam. Aku akan siapkan prosesi pemakamanmu, jika kau mau.

Selamat malam, Tuan Malfoy.'

...

Draco menyelipkan pistol di kantung celananya. Beruntung Ia pernah belajar menembak saat pertama kali tahu kalau sihir tidak berlaku di dunia ini. Ya, walaupun tidak begitu handal juga. Setidaknya dia tidak pergi dengan tangan kosong seakan menyerahkan dirinya begitu saja ke kandang singa.

Gudang tempat mereka bertemu sangat gelap. Hanya cahaya temaram dari rembulan yang menyinari setiap sudut gedung. Jantung Draco bertalu. Ia hanya berniat melihat wajah orang itu, lalu pergi. Persiapannya belum matang. Sudah pasti Ia akan kalah kalau bertempur.

Draco kini berada di sebuah ruangan luas dengan beberapa barang bekas berdebu yang telah tergeletak sembarang. Posisinya berada di tengah-tengah ruangan tersebut. Saat Ia hendak berjalan lagi, tiba-tiba terdengar sebuah langkah. Draco pun berhenti. Tangannya memegangi pistol yang ada di kantungnya dengan erat.

"Nyalimu besar juga, Tuan Malfoy."

Draco menggeram. Sial, dia tidak menunjukan wajahnya. Orang itu bersembunyi. Bahkan suaranya disamarkan.

"Dimana kau?! Tunjukan dirimu pengecut!!"

Orang itu tertawa, "Aku kan sudah bilang. Aku tidak berada di manapun. Tapi, aku bisa berada di tempat yang aku mau."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PARALLELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang