8

524 87 26
                                    

Malam itu, seorang lelaki berlari tanpa alas kaki. Darah mengalir dari luka yang ia dapat ketika menginjak ranting-ranting tajam. Ia berlari seperti orang kerasukan. Tidak peduli bahwa nafasnya hampir habis karena tidak sempat berhenti.

Setan-setan mengejarnya. Hendak meminum darahnya dan melemparkan dagingnya pada anjing.

Pergi dari tanah haram ini, hanya itu yang terlintas dipikirannya. Fakta bahwa tubuh kurusnya mampu ia bawa lari sangat jauh, menembus hutan lebat yang sebelumnya tidak pernah ia pandang. Tersesat pun ia tak apa! Asal setan-setan itu tidak menangkapnya.

Penghujung hutan nampak melalui rembulan yang bercahaya terang. Malam purnama. Malam yang tepat untuk dijadikan tumbal. Akan tetapi Dewa masih berpihak padanya. Tidak sia-sia ia berdoa siang-malam setiap hari pada Dewa yang ditentang oleh istrinya sendiri. Gemericik air tidak terdengar, namun ia bisa melihat pantulan sempurna bulan pada permukaannya. Sebuah sungai tenang dengan sebuah perahu kecil untuk ia melarikan diri.

Dewa, aku berterima kasih padamu!

Ia melompat ke atas perahu, meraih satu-satunya dayung yang sudah berlumut. Tidak peduli jika sungai tersebut menyembunyikan aligator ataupun perahu yang sudah rapuh. Sebelum setan-setan itu menemukannya, ia harus segera menghilang.

Lelaki paruh baya yang terlihat seperti orang kerasukan itu baru bisa bernafas lega setelah melihat dataran tak berpenghuni. Ia lupa sudah berapa lama ia berada diatas perahu dan mendayung sampai kedua tangannya mati rasa. Ya, ia bisa melihat kehidupan baru ditanah tersebut. Setan-setan yang mengejarnya tidak akan pernah menemukannya lagi. Bahkan malam pun telah berganti subuh, artinya tidak ada lagi ritual penyembahan yang akan menjadikannya tumbal. Ia bebas!

Sayangnya, ia bukan orang pertama yang menemukan dataran tak berpenghuni itu. Begitu ia menginjakkan kaki setelah melihat sebuah perahu lain yang sudah hancur dan hanya menyisakan kerangka yang rapuh, ia menyaksikan sebuah pemandangan seram.

Tiga tubuh tergantung di dahan pohon besar. Namun hanya satu yang nampak seperti baru. Tubuh itu terletak diantara dua tubuh yang telah menampakkan sebagian tulang serta bau busuk yang menyengat.

Don, lelaki tua yang berhasil melarikan diri dari kejaran setan, membeku sebentar seraya memandnag tubuh yang masih utuh walaupun pakaian yang digunakan sudah rusak. Kakinya tidak panjang dan kedua tangannya memeluk erat sebuah boneka. Rambut cokelatnya masih nampak halus, bahkan berterbangan dengan indah ketika dihembus oleh angin. Wajahnya hanya pucat, seperti seorang putri yang tertidur sangat lama.

Seketika perasaan Don menggerumuh. Siapa setan yang menggantung gadis kecil tak berdosa ini di pulau tak berpenghuni? Bahkan tangannya pun belum melepaskan boneka yang ia sayangi. Ia teringat pada anaknya yang juga diambil oleh setan bahkan ketika ia belum mendengar kata 'Ayah' dari bibir gadis kecilnya.

Kenangan itu berubah menjadi amarah.

Ini semua salah istrinya! Jika saja wanita itu tidak terobsesi pada dunia dan mengikat janji pada setan, maka kelompok pemuja setan itu tidak akan mengambil anaknya! Ia pun hampir bernasib sama. Ini semua salah wanita penyihir itu!

Don menurunkan tubuh tersebut dan mengadakan sebuah pemakaman kecil. Sebuah pemakaman yang tidak pernah ia lakukan terhadap anaknya sendiri. Ia berdoa pada Dewa, memohon untuk diberikan kesempatan balas dendam. Boneka milik gadis kecil itu Don gantung kembali ke tempatnya semula, menggantikan tubuh gadis kecil yang telah tenggelam dalam tanah.

Hari-hari berikutnya, satu persatu boneka tergantung muncul dengan sendirinya.







JADED - Wild Liar IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang