[Z] Semangat

45 7 0
                                    

Laa tahzan, innallaha ma'ana
"Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersamamu"
.
.
.
~~~

***

Pagi, ini Zakiya beraktivitas seperti biasa. Namun, dengan wajah sendu. Tak biasanya, dia tak bersemangat dalam melakukan aktivitas. Akhir-akhir ini Zakiya sering diam di sekolahnya, dan menjadi dingin sifatnya. Ntahlah,, mungkin efek ditinggal Rizky. Padahal ini sudah lama sekali ditinggal. Jika dihitung-hitung sekitar 4 tahun. Dan sekarang Zakiya sudah memasuki madrasah tsanawiyah.

Suara telpon berdering..

Zakiya tengah, menyapu lantai di ruang tengah.

"Zakiya.. tolong angkat telpon nya nak." Teriak Bunda dari arah dapur.

Dengan malas Zakiya mengangkat telpon nya.

"Assalamu'alaikum" salam Zakiya setelah membuka panggilan dari seseorang entah siapa.

"..."

Tidak ada jawaban, sekali lagi "halo"

"..."

Tidak ada jawaban juga, dan berakhirlah.

Tut.. tut..
Panggilan diputuskan sepihak oleh seseorang yang tak dikenal.

"Dasar! Orang aneh." Umpat Zakiya, karena kesal yang menelpon tidak menyahutnya sama sekali.

***

Pondok pesantren Al-Huda.

Di bawah pohon rindang, seorang pemuda tampan sedang duduk sambil menikmati udara di pagi hari. Dia bersandar, seolah pikirannya menghayal entah kemana. Seolah ada yang mengganjal dalam pikirannya. Wajah seseorang yang mengusik pikirannya saat ini.
Namun, tak berselang lama datanglah seorang pemuda berkacamata. Dan membuyarkan hayalannya.

"Gus,," panggil seseorang berkacamata.

"Ehh,, Astaghfirullah." Kaget Fatir, hampir saja ia terjungkal jika tidak memegang batang pohon. Karena tiba-tiba datang seorang santri yang sekaligus temannya.

"Kamu, ngagetin saya aja. Kalo datang itu ucap salam dulu ." Fatir memperingatkan temannya. Yang tak lain adalah Arkan.

"Lah, dari tadi ana salam, gus diem aja. Lagi ngelamunin apa too gus." Arkan mengomel, dan mulai menginterupsi Fatir.

"Apa saya tadi ngelamun nya lama ya Ar." Tanya Fatir dengan wajah polosnya yang minta di bogem.

Sepertinya Arkan harus sabar, dengan sikap gusnya ini.
"Sabar Ar, ini gusmu." Arkan membatin sambil mengelus dadanya. Berusaha untuk tidak mengumpat.

"Lamunin apa gus? Kok sepertinya ada yang mengganjal dipikiran gus." Tanya Arkan dengan suara agak pelan namun seperti menahan kekesalan.

"Kamu bisa baca pikiran saya ya? Saya juga bisa membaca pikiran kamu, tapi untuk saat ini saya lagi males baca pikiran kamu Ar." Sungguh itu bukan jawaban yang Arkan dapatkan, namun seperti gejolak kekesalan yang akan berapi-api. Namun, dengan sekuat tenaga Arkan beristighfar berkali-kali mencoba meredakan kekesalan yang suatu saat akan meledak jika tidak di antisipasi.

ZAKIYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang