[Z] Awal

52 7 5
                                    

"Yakinlah, skenario Allah lebih indah dari yang kita bayangkan. Kita sebagai hamba-Nya hanya bisa merencanakan tapi, Allah yang akan menentukan apa yang terbaik untuk hamba-Nya."

📝azizanurajannah🥀
***

"Assalamu'alaikum. Maaf saya telat." Suara seseorang mengalihkan pembicaraannya.

"Loh,,, Pak Fatir ngapain disini?" Zakiya bingung kenapa pak Fatir disini.

"Kamu sepertinya masih lupa Kiya, ini anak umi." Whatt.. Zakiya tidak menyangka kalo pak Fatir itu anaknya Umi Zahra.

"Mari gus, duduk dulu." Ayah mempersilahkan Fatir untuk duduk. Namun, ucapan sang Ayah membuat Zakiya menganga tidak percaya.

"G...guss?" Zakiya terkejut bukan main, pria di hadapannya ini seorang gus.
Zakiya kini kembali duduk pada posisi awal.
Dan Ayah memulai pembicaraan yang serius.

"Karena anak kalian sudah datang, mari kita lanjutkan acara nya." Ucap Ayah dengan serius.

"Baik, kita lanjutkan acaranya. Jadi, kapan kita akan melaksanakan pernikahannya?" Zakiya tidak mengerti dengan Ayahnya ini. Bisa-bisanya langsung menanyakan kapan pernikahan akan berlangsung.

Zakiya yang merasa pegal karena terus menunduk. Akhirnya, mencoba mengangkat kepalanya sedikit demi sedikit. Dan bruk.. matanya tak sengaja bertubrukan dengan mata tajam Fatir. Cukup lama mereka pandangan mereka terkunci, hingga terdengar suara bariton menginterupsi.

"Ehmm. Jangan pura-pura amnesia. Disini masih ada jomblo." Zayn yang daritadi diam kini membuka suaranya. Tak tahan melihat dua sejoli saling memandang seolah dunia milik mereka berdua sedangkan yang lain cuman ngontrak aja.
Wkwk,-

Zakiya segera menunduk kembali. Satu kata dalam dirinya. Sungguh, 'malu' kepergok oleh sang kakak.
Sedangkan, Fatir memasang kembali wajah datarnya. 'Dasar muka tembok'.
Bunda yang mendengar ucapan Zayn langsung mengucapkan kata-kata sarkastisnya.

"Makanya, cepetan nikah. Halalin dari sekarang, kalo nggak mau ditikung." Celetuk Bunda.

Zayn, kalah telak. Ucapan Bunda seolah menyinggung dirinya. "Ah, Bunda sepertinya udah ga sabar pengen gendong cucu." Zayn membathin. Haha>_<
Semua diam. Tanpa, terkecuali.
Sampai suara lembut menginterupsi semua orang yang berada dalam kondisi serius.

"Zakiya, masih sekolah. Apa ngga terlalu cepat menentukan tanggal pernikahan?" Ucap zakiya sembari menunduk lebih dalam.
Hingga ada seseorang yang mengusap tangan nya dengan lembut dan penuh dengan kasih sayang.

"Sayang, kami hanya ingin yang terbaik untuk kamu nak. Bunda, ingin melihat kamu bahagia. Bunda, takut suatu hari nanti Bunda ngga bisa melihat putri kesayangan Bunda bahagia." Ucap Bunda tersenyum sambil mengelus puncak kepala Zakiya.
Perkataan bunda seolah membuat hati zakiya sesak mendengarnya, Bundanya ingin melihat dia bahagia sebelum ajal menjemputnya. Memang kematian itu rahasia Allah, siapapun tidak ada yang tahu kapan dan dimana akan meninggal. Tak terasa bulir bening meluncur begitu saja. Zakiya langsung memeluk Bunda nya dengan erat dan dibalas langsung pelukan hangat dari bunda.
Semua orang yang berada disana terharu, bahkan ummi Zahra sudah menitikkan air mata beberapa kali. Namun, pada akhirnya Zakiya membuka suara dan mengatakan keputusannya di depan semua orang.

"Kiya, akan memenuhi keinginan Bunda dan Ayah untuk menjodohkan Kiya. Dan, soal kapan dan dimana pernikahan itu berlangsung Zakiya mengikuti saja yang baiknya." Ucap Zakiya dengan keputusan bulatnya yang akan memenuhi keinginan kedua orang tuanya.

Tak perlu diragukan lagi semua orang yang disana mengucapkan hamdalah.
"Alhamdulillah, Syukron katsiran sayang. Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat dan baik." Ummi begitu bahagia mendengar keputusan Zakiya, karena akhirnya Zakiya menjadi menantunya.
Zakiya tersenyum dan menoleh ke arah Ayah dan Bunda. Dan mereka saling berpelukan.

"Ayah, tidak menyangka putri ayah akan segera menikah." Ucap Ayah dengan senyuman yang selalu terbit bak matahari yang bersinar dipagi hari.

"Bunda, akan selalu mendoakan yang terbaik untuk putri Bunda yang shalihah ini." Ucap Bunda sembari mencubit hidung Zakiya.
Namun, disisi lain Zakiya tak sengaja melihat sebuah senyuman yang tersemat jelas dibibir Fatir.
Zakiya merasa Fatir juga ikut bahagia karena keputusannya malam ini. Ternyata, selama ini yang dipikirkannya salah, seorang Fatir tidaklah begitu dingin sehingga beku seperti es dikutub utara. Tetapi, sisi lain berbeda sifatnya, seolah hanya dia saja yang tahu senyuman seorang Fatir.
Tak, ingin berlama-lama melihatnya Zakiya segera menunduk malu. Karena tak sengaja mata mereka beradu kembali. Hiyaaaa author baperrrr

"Baik, untuk tanggal pernikahannya, kami para orang tua yang akan menentukannya dan untuk tempatnya, kalian yang menentukannya." Ucap Abi Reza, dengan semangat.
______

"Setelah kami para orang tua berdiskusi, pernikahan kalian akan diselenggarakan seminggu dari sekarang." Ucap Abi dengan tegas dan semangat '45 tak lupa senyuman yang tersemat jelas di wajahnya.
Namun, tidak dengan Zakiya yang terkejut mendengarnya. Sungguh, cepat sekali melepaskan masa jomblo. Usia baru 18 tahun dan akan menjadi seorang calon istri seminggu lagi.
"Hey,, Zakiya..." Suara Bunda menghentikan lamunannya.
"Eh,, i-iya bun?"
"Kok malah ngelamun sih, jadi bagaimana kamu setuju tidak tanggal pernikahannya seminggu lagi?"
"Zakiya, nurut saja Bun, tapi bagaimana dengan pak Fa-fatir?"
"Saya setuju." Ucap Fatir dengan muka datar.
Dalam hati Zakiya bertanya-tanya cepat sekali merubah mimik muka. Secepat itukah. Padahal baru saja tadi dia melihat sebuah senyuman. Dasar muka tembok!
"Baik, lalu bagaimana dengan tempatnya, apakah kalian tidak berdiskusi terlebih dahulu?" Tanya Ayah.
"Kalo begitu, Fatir izin berdiskusi dengan Zakiya yah di taman, kak Zayn juga ikut." Fatir meminta izin pada Ayah Zakiya untuk berdiskusi di taman dengan Zakiya tak lupa Zayn juga ikut agar tidak terjadi khalwat.
"Silahkan Ayah izinkan."
Lalu, Fatir berjalan terlebih dahulu di depan. Zakiya berada di belakangnya yang terus menunduk, dan Zayn mengikutinya juga dari belakang dengan mempanjang jarak.
"Awwss,," Zakiya meringis karena jidatnya terbentur dengan sesuatu yang lumayan keras.
"Pak, kalo mau berhenti itu kasih tahu donk." Kesal Zakiya, karena Fatir mendadak berhenti tanpa ada aba-aba.
"Kamu sendiri yang berjalan tapi, terus saja menunduk. Ck, dasar ceroboh."
"Ih,, kok Pak Fatir nyebelin sih.. dasar muka tembok" Ngambek Zakiya karena Fatir begitu dingin dan datar.
Zayn yang sudah tidak tahan melihat Zakiya dengan Fatir akhirnya angkat bicara.
"Eh,, kalian berdua mau diskusi apa mau berantem, gue udah ga tahan jadi nyamuk disini" Ucap Zayn dengan muka melassnyaaa..
Kini mereka bertiga duduk di gazebo di depan kolam renang.

"Kalo gitu sekarang kita diskusinya." Ucap Fatir dengan muka datar.
"Untuk tempatnya Zakiya, tidak ingin terlalu mewah cukup sederhana saja pak." Jawab Zakiya dengan serius
",,Dan, Zakiya ingin diadakannya di rumah saja." Lanjut Zakiya dengan memelankan kata terakhirnya, sembari menunduk.
"Saya setuju." Ujar Fatir.
"Hah? Jadi, bapak setuju?" Ulang Zakiya, secepat itukah memberi persetujuan.
"Panggil saya Fatir, jangan bapak, emang saya bapakmu" ketus Fatir.
Sedang, Zayn menahan tawa yang akan meledak seketika. Bisa-bisanya adiknya memanggilnya dengan embel-embel 'bapak' pada calon suaminya sendiri.
"Yaa, terus Kiya harus panggil Fatir gitu? Tapi, itu ngga sopan pak, yaudah Kiya panggil 'kak Fat' aja"

"Terserah kamu, yang penting nggak pake embel-embel pak, kecuali di sekolah" Timpal Fatir.

**¤¤**

ZAKIYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang