Puasa Pertama Mia

475 12 2
                                    

"Kakak, tadi, temenku ulang tahun. Terus, ngasih dua mie. Nie, satu buat Kakak," kata mulut mungil Mia ketika melihat Alif, kakaknya pulang dari sekolah.

"Habisin aja sendiri!" perintah Alif. Ia sedikit melirik bungkusan yang disodorkan adiknya. Diam-diam, ia menelan saliva. Mia hanya merengut, ia tak menyangka niat baiknya mendapat penolakan dari sang kakak.

"Mama, nih, Kak Alif tak kasih nggak mau. Buat Mama aja." kali ini ia menemui mamanya yang sedang menyetrika baju.

Wanita itu mencabut kabel setrika, lalu tersenyum lembut. Sepertinya ia perlu waktu untuk memberi tahu gadis kecilnya yang telah memasuki pendidikan anak usia dini. Ia duduk di kursi terdekat dan menarik tangan Mia lembut supaya mendekat.

"Nak, sekarang, 'kan Bulan Ramadhan, artinya, mama, papa, kakak, dan semua yang beragama Islam puasa," kata mama lalu mendudukkan Mia di atas pangkuannya.

"Puasa?" Mia memandang ibunya penuh tanda tanya. Ia tak mengerti makna puasa.

"Puasa itu menahan lapar dan haus untuk melaksanakan perintah Allah. Jadi, orang yang puasa itu nggak makan dan minum selama sehari. Sebelum subuh, mereka bangun untuk makan, namanya makan sahur. Habis itu, nggak boleh makan dan minum. Nanti, setelah Adzan Magrib, baru boleh," terang mama mencari kata yang mudah dipahami oleh anak keduanya.

"Kenapa harus puasa?" tanya Mia bersemangat.

"Untuk melaksanakan perintah Allah. Kalau kita puasa, Allah makin sayang sama kita. Selain itu, selama setahun, 'kan perut kita capek. Mencerna makanan dan mengambil vitamin dari yang kita makan. Kalau puasa, perut kita bisa istirahat. Jadi, nggak capek. Kalau perut kita capek, bisa sakit perut," tambah mama.

"Satu lagi, Dek. Banyak banget orang yang nggak punya duit buat beli makan. Jadi, mereka harus nahan lapar, walau nggak puasa. Dengan kita puasa, kita bisa tahu rasanya lapar dan makin bersyukur masih bisa makan. Jadi, kita nggak buang makanan sembarangan," tambah Alif. Lalu, mencium pipi tembem adiknya yang seperti bakpau.

"Aku juga mau puasa kayak kakak, mama, sama papa," kata Mia dengan semangat.

"Tapi, kalau nggak kuat gimana? Nanti, Allah marah," kata Mia lagi dengan intonasi yang berbeda. Tekadnya mulai surut.

"Mia, 'kan baru belajar, Allah nggak akan marah. Dulu kakak pas seusiamu puasanya setengah hari. Siang buka puasa, habis itu, puasa lagi sampai sore." Alif menyemangati adiknya.

"Boleh, ya, Ma?" tanya Mia dan disusul anggukan mamanya

"Tentu saja, Sayang," ucap sang mama.

"Kalau mulai siang ini, puasanya boleh, Ma?" tanya Mia lagi.

"Mau mulai siang ini? Anak mama hebat!" puji mama.

"Tapi, habisin mie kamu dulu! Kalau nanti, basi. Nggak enak dimakan," kata Alif. Anak kelas empat sekolah dasar itu memulai puasa penuhnya tiga tahun lalu. Walau begitu, ia kadang masih menelan ludah jika melihat adiknya menyantap makanan. Apa lagi, mie goreng, kesukaannya. Tapi, ia tak pernah berniat membatalkan puasanya.

***

Jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga sore. Mama telah sibuk di dapur. Alif sedang asik membaca buku di kamarnya.

"Ma, aku haus. Bukanya masih lama, ya?" tanya Mia sedikit merengek.

"Eh, orang puasa itu nggak boleh ngeluh! Nggak boleh ngeluh haus, nggak boleh ngeluh laper! Kalau ngeluh, nanti pahalanya berkurang. Buka puasanya bentar lagi, kok. Sabar, ya, Nak!" Mama memberi tahu sambil memotong sayur. Mia hanya mengannguk lesu.

"ALiiif," panggil mama setengah berteriak. Yang dipanggil langsung mendekat.

"Iya, Ma."

"Ajak adikmu main, sana! Tapi, jangan capek-capek!" perintah mama tanpa menghentikan aktifitasnya.

"Sini, Dek! Kakak gambarin Elsa," kata Alif sambil menggandeng adiknya.

"Yeeee," sorak Mia gembira. Ia memang menyukai tokoh Elsa dalam film 'Frozen', dan ia tahu betul, kakaknya pandai menggambar.

***

Adzan Magrib telah berkumandang, mereka berbuka dengan gembira, solat berjaalmaah, lalu, makan dengan lauk seadanya. Papa sangat senang mengetahui putrinya sudah belajar puasa atas kemauannya sendiri.

Selesai

Kumpulan Cerita AnakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang