Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

MPF2 - Perfect but Crazy

19K 1.1K 98
                                    

Disa terbangun dari mimpi buruknya semalam, tapi saat menyadari Dani tidak ada di sampingnya dia tahu yang terjadi semalam itu nyata. Tangannya yang tertutup perban terasa begitu nyeri, seperti dadanya juga yang terasa sesak.

Dia terlihat begitu kacau, matanya bengkak karena menangis semalam. Saat dia melangkah keluar kekacauan yang dia buat semalam kini sudah tak meninggalkan bekas. Semuanya tertata seperti biasanya dan dia melihat Dani tertidur di sofa ruang tamu. Masih dengan baju yang sama seperti semalam. Dia menatap Dani begitu lama. Tanpa bisa Disa tahan air matanya menetes lagi, yang kembali dengan segera dihapusnya.

Kini matanya tertuju pada luka di tangan Dani yang masih dibiarkan menganga dan darah yang mengalir begitu saja.

"Dasar bodoh!" gumamnya lalu pergi mengambil kotak obat yang semalam Dani tinggalkan di meja dekat sofa setelah mengobati lukanya.

Perlahan dia mulai membersihkan luka itu agar tidak membuat Dani terbangun.

"Kamu ngapain!" tanya Dani dengan suara paraunya.

"Sedang ingin memotong tanganmu!" jawab Disa ketus tanpa mengalihkan pandangannya dari tangan Dani.

"Makasih," ucap Dani pelan yang bahkan nyaris tak terdengar.

"Mengurusmu dengan baik masih kewajibanku karena kamu masih suamiku."

"Maafin aku Sa, maaf karena tidak menepati janjiku untuk tidak berubah! Maaf karena jatuh cinta pada orang lain maaf ...."

"Cukup! Tidak usah meminta maaf, karena percuma aku tidak terima permintaan maafmu. Aku harap kamu jangan terlalu percaya diri, aku tidak ingin bercerai bukan berarti aku terima saja semua pengkhianatan dari kamu, Dan. Aku hanya tidak ingin Sharon mengalami yang aku alami. Cukup aku yang menderita karena perceraian orang tuaku, tidak untuk Sharon!" Disa menahan sebanyak yang dia bisa agar tidak menangis, setiap kali mengingat betapa mengerikan hidupnya setelah perceraian orang tuanya dan membayangkan itu terjadi pada putrinya benar-benar membuatnya sakit.

"Tapi meski kita bercerai tidak ada yang berubah, aku akan tetap menjadi ayah terbaik untuk Sharon dan kamu tetap bisa menjadi ibu terbaik untuk dia."

"Ayah dan ibuku juga bilang begitu, nyatanya mereka lupa setelah mereka bahagia dengan keluarga barunya!"

"Sa ..., kamu bisa lebih sakit lagi jika kita tetap bersama!"

"Justru dengan mempertahankan kamu di sisiku adalah cara balas dendam terbaik yang bisa aku lakukan. Selamanya kamu tidak akan bisa menikahi wanita yang kamu cintai itu dan dia akan menjadi simpanan selamanya. Dan aku akan pastikan kamu akan sangat menderita berada di sisiku!"

Disa kemudian pergi meninggalkan Dani. Dia tidak tahan jika harus berada di dekat Dani lebih lama lagi. Luka di hatinya masih basah sedangkan Dani adalah garam yang menambah luka itu semakin terasa perih.

Dani menatap punggung wanita yang masih sah menjadi istrinya itu, terlihat begitu kacau. Ada rasa bersalah tentu saja, tapi dia tidak bisa berbuat apa pun, hati seseorang adalah sesuatu yang sulit untuk dikendalikan.

***

Satu tahun kemudian ....

"Sa ... Disa ... dasiku yang warna biru mana ya?" Dani berseru cukup kencang hingga terdengar ke tempat Disa yang tengah berada di meja makan.

"Papa kenapa sih pagi-pagi udah berisik!" ujar Sharon yang sedang menikmati sarapannya.

Disa tak terpengaruh oleh teriakan-teriakan itu, dia tetap fokus menata makanan di meja makan. Setahun belakangan ini, hubungan Dani dan Disa benar-benar buruk.

"Disa!"

Dia menghela napas kesal, meletakan piring terakhirnya lalu bergegas menuju sumber suara.

"Dan kamu tuh nggak miskin, dasi kamu nggak cuma satu pakai yang lain juga bisa."

"Nggak bisa, Alya bisa marah kalau nggak pakai dasi itu!"

Disa tersenyum miring, menarik napas dalam-dalam. Berusaha tidak marah karena ini masih pagi dan lagi pula tidak baik jika terdengar oleh Sharon-putri mereka.

"Terus aku peduli gitu kalau pacar kamu itu marah? Itu sih derita kamu!"

"Disa udah deh kamu pasti umpetin itu dasi, sini balikin!"

"Dani, suamiku tersayang eh tapi enggak sih. Gini ya aku tuh nggak segabut itu buat ngumpetin barang kamu. Tapi meski aku tahu di mana, aku nggak akan kasih tahu kamu!"

"Dis ayolah!" rengek Dani.

"Bodo! Selamat bertengkar dengan pacar kamu. Ah iya lupa meski kamu bertengkar, nanti sore tetap harus pulang tepat waktu ibu kamu datang soalnya. Jangan lupa belikan aku bunga, jika perlu kado juga boleh. Sama satu lagi nanti siang aku nggak nganterin makan siang, so take your time with your angry girlfriends!"

"Emang mau ke mana?"

"Not your business!"

Disa melenggang pergi meninggalkan Dani yang masih kebingungan mencari dasinya. Beginilah hubungan mereka saat ini, awalnya Disa menjadi seseorang yang sangat pendiam hingga beberapa bulan setelah kejadian itu. Perlahan dia mulai bicara dan mengajak Dani adu mulut. Meski Dani tidak membalas awalnya, tapi belakangan dia bersikap sama seperti Disa.

Terkadang mereka bertengkar untuk hal-hal sepele, layaknya anak kecil saat hanya berdua, kemudian berubah menjadi sangat harmonis dan romantis saat di depan orang-orang.

****

Suara samsak yang beradu dengan tinju wanita berambut biru pendek terikat. Pukulan terlihat stabil dan tidak pernah melesat meski kedua matanya tertutup dengan kain hitam. Keringat mengalir di pelipisnya, hingga kemudian dia terkapar di lantai.

"Wah kalau gini terus bisa jadi juara dunia lu, Sa!" ujar laki-laki yang dari tadi sudah mengamatinya.

"Bisa aja lu Vi! Tapi sayangnya gue nggak tertarik jadi juara dunia!"

"Terus ngapain lu latihan tiap hari?"

"Ngeluapin emosi, dari pada gue bunuh orang!"

Kemudian mereka berdua tertawa. Ravi tertawa karena menurutnya alasan Disa sangat lucu dan konyol, sedangkan Disa menertawakan hidupnya. Alasan dia kembali berlatih boxing memang untuk meluapkan emosinya.

Saat tawa mereka terhenti, Ravi bisa melihat tatapan kosong dari sahabat itu. Sebenarnya dia sadar sejak Disa mendatanginya lima bulan yang lalu, sesuatu yang tidak baik sedang terjadi. Namun, dia memutuskan untuk tidak bertanya, sama halnya sepuluh tahun lalu saat Disa memutuskan berhenti padahal turnamen sudah di depan mata untuk menikah dengan Dani.

Sebagai sahabat dia ingin membuat Disa merasa nyaman, tanpa pertanyaan yang memberatkannya. Ravi tahu Disa bukan wanita yang berpikiran pendek yang melakukan sesuatu berdasarkan emosi sesaat jadi yang bisa dia lakukan adalah mendukung apa pun yang Disa putuskan selama itu bukan hal buruk.

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC

Making Perfect Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang