Akhirnya saat yang ia tunggu berharap memberi kabar baik, dokter pun keluar tanpa ekspresi yang membuat Allina dan Gibran menatap dokter tersebut dengan perasaan panik.
"Dok! Dokter! Gimana keadaan Letta?!" Allina sangat panik saat ini.
"Tenang tenang!" jawab dokter tersebut.
"GIMANA SAYA MAU TENANG, DOK!? SAHABAT SAYA DI AMBANG KEMATIAN SAYA HARUS TENANG, DOK? DAN KENAPA ALAT PENUNJANG KEHIDUPANNYA TIDAK TERDENGAR, DOK?!" Allina sudah tersulut emosi.
"All, tenang, All! Semua akan baik baik saja." Gibran mencoba menenangkan Allina yang semakin menangis.
"Pasien baik-baik saja, tapi...." Dokter tersebut menggantungkan ucapannya sambil menunduk.
"TAPI APA, DOK?!"
"Tapi dia harus melewati masa koma, tapi saya yakin Letta wanita yang cukup kuat melihat ia masih bisa bertahan sampai sekarang," jelas dokter tersebut membuat Gibran menghela nafas lega.
Sementara Allina terus menangis. Gibran mengajaknya untuk masuk melihat keadaan Letta.
Allina menatap sendu kearah gadis yang di kenalnya kuat kini terbaring lemah tak berdaya. Berbagai alat penunjang kehidupan terpasang di tubuhnya. Mata indah yang selalu memancarkan aura dingin dan kuat kini tertutup rapat dengan segala ketenangan. Setidaknya masih ada harapan untuk Arletta melanjutkan hidupnya. Arletta sudah tidak mempunyai siapa siapa lagi selain ibunya yang saat ini berada bersama suaminya-ayah tiri Arletta, semenjak ayah kandungnya meninggal karena kecelakaan. Bahkan Arletta sendiri tidak menganggap ayah tirinya ada. Allina sudah tau akan seluk beluk keluarga Arletta begitu pula Gibran.
Mereka bertiga-Arletta, Allina, dan Gibran sudah sejak lama bersahabat sampai sekarang. Karena hanya Allina dan Gibran yang bisa merubah Arletta yang sebelumnya adalah gadis penakut, lemah kini menjadi Arletta yang kuat dengan segala kuasanya sebagai ketua anggota Geng motor.
***
Allina menatap sendu ke arah Arletta yang masih dalam keadaan tidak sadar, berharap ia segera membuka matanya lalu tersenyum padanya. Sudah dua hari ini Arletta melewati masa komanya. Allina selalu menemani Arletta, senantiasa duduk di sampingnya menunggu gadis itu terbangun bahkan rela untuk izin tidak masuk sekolah.
Gadis yang terkenal kuat, bar-bar kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, matanya masih terpejam namun tak mengurangi sedikit saja kecantikan gadis itu. Letta saat ini sedang berjuang dengan segala alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuhnya. Gadis itu seperti sedang berada di ambang kematian.
"Lett bangun Lett!" isak Allina sambil sedikit mengguncang tubuh Letta berharap gadis itu segera tersadar.
"All, Letta bakal baik baik aja, sekarang lo pulang, gw anterin," ucap Gibran sambil memegang pundak Allina.
Akhirnya Allina memutuskan menurut pada Gibran. Dalam lubuk hatinya sangat tidak rela untuk meninggalkan gadis itu sendiri.
***
Suasana di dalam kelas cukup ramai membuat Reygand mengeram kesal karena keramaian.
"Gimana cewek sinting itu?" tanya Fano tiba tiba membuat Darren, Farel, dan Davin menatap Rey penasaran.
"Koma," jawab Reygand yang langsung membuat keempat sahabatnya terperanjat kaget.
"ADUH SAYANG BANGET, ABANG JADI GAK TEGA!! PULANG SEKOLAH JENGUK ENENG LETTA YUK! PASTI DIA KANGEN SETENGAH MATI SAMA ABANG FAREL GANS INI," oceh Farel membuat Davin memutar bola matanya malas.
"Tapi bentar deh, kok Letta bisa ada di markas Frans sih?" Fano mengernyit.
"Nah itu, janggal banget gak sih, dengan pakaian mereka juga. Ya gw gak tau jelas sih," ujar Davin.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIOLA (END)
Teen Fiction(FOLLOW SEBELUM BACA) (DILARANG MENJIPLAK KARYA INI!!) __________________ Ketika Jeda seperti ingin membunuhnya. Satu kata itu sukses membuatnya terluntang luntung tak tau arah. __________________ Tentang jeda yang mampu membuat keadaan terombang-a...