𖣘
いつか、また会えるかな?
Can We Meet Again Someday?
𖣘
☔☔☔
Segalanya yang ada di dunia ini tak ada yang abadi.
Bahkan aku,
Kamu,
Dan juga rasa kita yang belum sempat bertemu.Namun...
Ada harapan yang tak pernah pudar
Meski termakan oleh cahaya yang berpendar
Aku akan selalu bersabar
Menanti momen dimana kita bisa saling menatap binar☂️☂️☂️
"Ya ampun, Satoshi. Kenapa tidak bilang-bilang kalau mau datang kesini?" Rihanna, ibunda Amane itu datang menghidangkan ocha hangat di atas meja untuk tamunya. "Tahu begitu, kan, bibi bisa masak banyak untukmu."
Yamamoto Satoshi, pria dengan kemeja krem yg bertandang di rumah keluarga Nobunaga itu lantas menjawab, "tidak perlu repot-repot, Bi. Lagi pula, aku tidak lama. Cuma mampir sebentar habis itu langsung pulang."
"Ara? Kenapa buru-buru sekali?" Rihanna mendudukkan diri di sofa samping Satoshi, tangannya bergerak memberi isyarat pada Amane untuk bergeser. Amane lantas menurut dan kembali fokus pada televisi yang menyala. "Tunggu lah sampai paman datang dan kita makan siang bersama."
Satoshi tersenyum sopan. "Terimakasih sebelumnya, Bi. Tapi nanti sore aku masih ada kerjaan di rumah sakit," jawabnya dengan raut wajah 'sangat disayangkan'.
"Oh, begitu …," lirih Rihanna sedih, namun dalam sekejap wajahnya berubah seperti biasa. "Tapi ngomong-ngomong, tumben kau berkunjung kemari," katanya kemudian melirik putra sulung du sebelahnya, "kok, bisa pulang bareng Amane? Kalian bertemu di jalan?"
"Iya," jawab Satoshi setelah menyeruput teh hangatnya dan meletakkan di atas meja. "Tadi itu aku sedang mengunjungi rumah rekanku—kebetulan masih sekitar daerah sini. Terus pulangnya tidak sengaja bertemu Amane di depan minimarket. Kulihat dia sedang frustrasi menunggu hujan reda, makanya sekalian kukasih tumpangan untuk pulang," jelasnya membuat Rihanna mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Yah, untungnya ada dirimu yang mengantar Amane, Satoshi. Kalau tidak, mungkin anak itu bakalan nunggu hujan reda sampai sore dan berakhir mirin serta kecap yang kupesan tidak kunjung datang." Rihanna mendelik lewat ekor mata, "secara, anak ini paling anti sama yang namanya hujan."
Satoshi tergelak pelan. "Rupanya Amane tidak pernah berubah, ya?" ujarnya menoleh ke arah adik sepupunya itu. "Aku ingat dulu waktu kecil, aku dan Naoto sering mengajaknya main hujan-hujanan, tapi dia menolak dan memilih duduk di teras."
"Ya. Kurang lebih dia masih sama seperti dulu. Selalu bermusuhan dengan hujan," cibir Rihanna, "padahal, kan, hujan tidak salah apa-apa."
"Hujannya tidak salah. Tapi airnya yang bikin basah, aku tidak suka," celetuk Amane dengan mata fokus ke arah televisi.
"Dasar anak aneh!"
"Ibu tega sekali mengatai anaknya sendiri aneh," protes Amane, mengerucutkan bibir.
"Ya karena memang begitu adanya."
"Ish!" Amane mendengkus dan tak lagi menoleh ke dua orang di belakangnya.
Satoshi hanya tertawa melihat interaksi ibu dan anak itu. Tak lama ia tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh, iya. Naoto mana, Bi? Katanya dia pergi ke Tokyo untuk turnamen, apa belum pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
༺ [J] 𝐘𝐨𝐮𝐫 𝐒𝐦𝐞𝐥𝐥 𝐋𝐢𝐤𝐞 𝐀𝐟𝐭𝐞𝐫 𝐑𝐚𝐢𝐧
Fantasy[「 Japan Fiction - Magical Realism 」] Amane tak pernah menyukai hujan. Hingga suatu ketika seorang gadis misterius muncul dan mengubah sekitarnya. Gadis itu telah menarik perhatian Amane. Akar hatinya tergerak. Gadis itu menari-nari di bawah hujan...