Prolog

2.9K 128 5
                                    

Selamat datang di kelas baru,
Pilih kursi yang kamu suka, semoga betah yaa sama dosennya 🖤

🐾____________________

"Kalau aku bilang suka, ya suka, jangan paksa aku mengubahnya menjadi tak suka hanya dalam satu malam. Tugasmu itu cukup duduk manis, dan biarkan aku yang bekerja keras mencintaimu ... sampai meringis --gigit jari." *eh apasih* *balada cinta yang tak kunjung bertaut*

🛵💨

Dengungan air conditioner tua yang begitu berisik, terdengar berlomba dengan degupan jantung seorang gadis yang tengah berdua saja bersama makhluk Tuhan berparas tampan di dalam ruangan 3x4 meter ini.

Kalau boleh sedikit lebay, mungkin tubuhnya yang tak mungil itu sudah terantuk ke langit-langit, jika dirinya hanyalah sebuah balon berisi karbit, yang tidak dipegang erat-erat tentu saja.

"Sumpah, gue normal nggak sih jatuh cinta sama dosen sendiri?" batinnya.

Ia pun meneguk saliva yang mulai mengumpul di bawah lidah. Sejalan dengan gelenyar-gelenyar rasa suka yang mendominasi hatinya.

Tatapan dua bola mata si gadis pun bak mesin scanner, mendetail tiap inci rupa seseorang yang duduk di seberangnya.

Mulai dari sisiran rambut hitam legam yang tampak klimis, tak kalah menawan dibanding surai kuda yang beres di-grooming.

Turun pada jidat glowing, beriring dua manik hitam senada dengan bulu matanya yang aduhai lentik, lebih lentik dari miliknya sendiri.

Berlanjut mengerucut hidung yang meski tidak extremely mancung, namun sangat pas dengan proporsi wajah khas laki-laki yang cukup tegas tapi tidak berlebihan.

Dan, jangan lupakan sang bintang utama, yakni bibir lembab merah muda yang punya bentuk sedikit lebih tebal di bagian bawah. Bibir yang dalam sekali tatap juga dapat disimpulkan bahwa ia belum pernah dijamah oleh sentuhan nakal rokok barang sebatang.

"Pasti enak banget tuh kalau digigit, ckckck."

Oh, tidak! Hati gadis itu mulai melantur yang bukan-bukan.

^•^

Terkunci dalam ruang dosen adalah hal yang paling memuakkan bagi para mahasiswa yang melanggar, namun berbeda halnya dengan Adith, yang malah gemar mencari cara membuat gara-gara agar dapat kembali ke sini, lagi, hanya demi bisa berlama-lama dengan laki-laki yang berhasil menambat hatinya sejak semester dua.

"Meredith Laksadhita," panggil sebuah suara yang walau sangatlah datar tapi justru disitulah letak keseksian seorang Nadindra Akssa Yoga, dosennya.

Tak ayal membuat Adith hanya terdiam, menikmati merdu alunan berlirik namanya yang baru saja terdengar bagai pilinan tuts piano saat dimainkan dalam konser eksklusif bertiket mahal.

Sekali lagi, Adith meneguk ludahnya sendiri agar tak jatuh menetes dan memperburuk citra diri.

"Meredith Laksadhita! Anda tidak dengar?"

Mata teduh itu kini menyiratkan kesan sedikit nyalang, semakin memporak-porandakan dunia senyap dalam relung Adith yang masih tampak mematung.

"Benar tidak dengar sepertinya," ucap sang dosen seolah pasrah, namun berhawa mengancam.

Menunjukkan sedikit reaksi tersadar. "D-dengar kok, Pak Adin," jawabnya yang walau menjadi gugup, namun mencoba tetap tersenyum manis. Bermodal gigi gingsul di sebelah kiri, yang kata sang mama punya kemampuan memikat lawan jenis hingga jatuh hati berkali-kali.

"Saya benar-benar tidak habis mengerti, apa sebenarnya motivasi Anda yang hampir selalu telat dalam mata kuliah yang saya ampu?" tanya Adin mengetuk-ngetukkan pulpen merah tuanya ke permukaan meja kaca, menimbulkan suara teratur yang semakin membuai indera pendengaran milik Adith.

"Maaf Pak," cicit gadis itu kemudian.

"Tapi kenapa harus di jam mengajar saya? Padahal jika dilihat dari catatan kehadiran, Anda tidak seperti ini di mata kuliah yang lain?"

Mencoba menanggapi dengan sopan. "Itu hanya kebetulan saja, Pak."

"Sekali boleh dibilang kebetulan, dua kali? Okelah masih bisa untuk dinalar kepala, tapi ini ...." --terjeda, mengurut kembali catatan di depannya. "Ah, tujuh kali, berarti lebih dari 50% total pertemuan di semester ini. Lalu, apa Anda tidak suka dengan mata kuliah yang saya ajarkan?" Sorot matanya kian mengintimidasi, membumbungkan performa tegas yang Adin miliki selama ini.

Adith pun menunduk dalam.
"Saya kan hanya telat, bukan bolos jadi rasanya tidak ada alasan untuk saya tidak suka dengan apa yang Pak Adin ajarkan."

"Tapi Anda menyepelekan," lanjut Adin, melemah. "Menyepelekan saya sama saja."

Adith langsung menegakkan badan dan menyanggah itu dengan gerakan bibirnya yang cepat. "Bukan begitu, bukan maksud saya menyepelekan, tapi saya hanya suka dan memang sedang mencari perhatian Bapak sa...ja."

"HEEHH???"

Mata Adith langsung terbelalak, sementara bahunya terjatuh ke belakang, menjejak punggung kursi.

"KECEPLOSAN YA GUE???"

Dua alis lumayan tebal milik dosen pujaannya sontak menaut hampir menjadi satu sekarang, membawa dahinya berlipat, dua lengannya pun turut mendesak meja di depan Adith.

Adin mendekat seraya bertanya agak menekan. "Per-hatian? Saya?"

Mata yang semula terbelalak itu sontak mengerjap dengan cepat, diikuti dengan gerakan bibir Adith yang terbata dan bimbang hendak mengeluarkan kalimat apa sebagai pengalihan. Namun, sungguh lini-lini di tiap pikirannya seolah tertutup dengan debaran yang semakin riuh dalam rongga dadanya, seperti tengah terjadi korsleting arus listrik dalam pusat pengendali dan pengolah alasan miliknya sekarang.

Yang bisa ia pastikan, hanya ada satu hal yang mampu menguntai baik dalam benaknya.

Yakni ...

Inikah hari di mana rasanya akan terungkap?

Terungkap langsung di hadapan Adin?

Benarkah?

"MAMAAAAAAAAA!!!"

tbc____________________🐾

Say hi! 😛

Say hi! 😛

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mengejar Mas DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang