Trust

1K 148 22
                                    


∆^^∆

Hwang Hyunjin.

Pria pemilik nama bak bangsawan itu memiliki nasib tak semujur apa yang orang bayangkan jika mendengar namanya. Terlahir dari keluarga kaya, dikelilingi harta berlimpah, bermandikan uang, ataupun hidup bergelimang lainnya. Tidak, Hyunjin tidak seberuntung itu.

Ayahnya hanya seorang pekerja serabutan biasa yang mengakhiri hidup karena skizofrenia. Sedangkan sang Ibu adalah representasi dari iblis yang menyiksa Hyunjin kecil dan sang Ayah.

Hyunjin benci Ibunya. Benci karena sang Ibu lah ia tak pernah bisa tidur dengan nyenyak setiap malam. Karena Ibunya lah Hyunjin tak mampu melihat sebuah lemari, akan selalu berakhir dengan sesak napas ketakutan dan kehilangan kesadaran. Tidak, wanita itu tidak pantas di sebut sebagai Ibu.

Lagipula beliau pun telah mati. Diakibatkan oleh Hyunjin kecil yang tak sengaja menggoreskan bekas pecahan botol kaca pada leher Ibunya. Dan ketidaksengajaan tersebut membuat polisi beranggapan bahwa iblis itu bunuh diri. Dan Hyunjin kecil tertawa geli ketika mendengar para polisi mengemukakan hasil investigasi mereka.

Mereka bodoh.

Dan sejak itu segalanya terasa lebih ringan. Semuanya Hyunjin lakukan dengan rapi dan bersih, bahkan tak pernah terungkap sekalipun sempat diselidiki.

Namun Changbin tidak pernah takut terhadapnya. Sekalipun pria itu mengakui dirinya sebagai seorang monster berhati dingin. Tentu saja, setiap monster bahkan tak punya hati. Mereka menebas siapapun yang ada di depan mata, terlebih jika disetiap hembusan napasnya membuat rugi.

Kala kakinya yang pincang memasuki rumah kumuh tempatnya berlindung, Changbin sempat menghela napas dan membuangnya pelan. Hyunjin masih berada di tempat yang sama seperti kemarin hari. Dengan rokok yang entah sudah keberapa batang dia hisap.

Karena tubuhnya yang terluka parah, Changbin mengabiskan seharian penuh untuk bisa sampai ke tempat tinggalnya. Pergi malam dan pulang bertemu malam lagi. Ia meringis, dan berusaha untuk bersikap sebagaimana biasanya. Memasuki kamar mereka tanpa banyak bicara. Berharap Hyunjin tidak penasaran akan dirinya.

Tidak bohong, lubang anusnya terkoyak lebar, bahkan sisa darahnya masih Changbin yakin tercetak disana. Badannya pun terasa remuk, bekas ikatan tali tambang di pergelangan tangan dan kakinya pun masih meninggalkan merah dan jejak gesekan darah. Jika bukan karena uang, mungkin ia tak akan sudi melakukan semua itu.

"Mau jelasin sendiri atau gue yang tanya langsung ke mereka?"

Suara dingin itu membuat Changbin terperanjat, ia yang tengah mengganti pakaian itu tak meneruskan kegiatannya. Namun masih betah berdiri membelakangi si pemilik suara yang kini berada di ambang pintu.

"Gak perlu, mereka bayar gue lebih."

Batangan rokok yang tersisa setengah itu digenggam hingga padam oleh telapak tangannya yang kasar, dan melemparnya ke lantai kayu usang rapuh. Sorot mata bak serigala itu menajam.

"Mereka gak bayar lo secara pantas."

Changbin mengenakan pakaian yang sempat ia abaikan, kemudian membalik tubuh untuk membalas sorotan dingin dari netra padam tersebut. Sosok Hyunjin dengan rambut hitam panjang berantakan menyita perhatiannya. Yang lebih tua menarik sudut bibir kecil, tersenyum getir.

Kakinya mengambil langkah maju, sebelum itu menyempatkan diri untuk mengambil sebuah ikat rambut hitam yang tertangkap sudut matanya, dan kembali pada Hyunjin yang masih berada di tempat yang sama.

Ia mengulurkan kedua tangan itu menyugar rambut panjang Hyunjin kebelakang, dan dengan lihai mengikatnya karena telah melakukan itu dalam waktu yang lama. Meski harus sedikit kesulitan karena perbedaan tinggi diantara keduanya.

"Kalo gitu, ambil bayaran lebih gue. Terserah lo mau dengan cara apa."

Hyunjin menyeringai lebar, bibirnya yang menghitam akibat nikotin itu meloloskan kekehan remeh.

"I'll do."

∆^^∆

Rumah berukuran lumayan besar dengan pagar mewah dan fasilitas kamera cctv di setiap sudutnya itu sama sekali tak menyusutkan nyalinya. Lagipula ini bukan kali pertama.

Dengan pakaian penuh cipratan cairan merah yang masih segar, ia dengan satu tas penuh berisi uang dan tas lainnnya melangkah pergi dengan tenang, menjauh dari rumah tersebut.

Kembali menaiki motor milik restoran ayam yang selalu ia gunakan, ia menyempatkan diri untuk pergi ke sebuah bukit yang penuh pepohonan. Tempatnya biasa singgah.

Menanggalkan segala pakaian yang meninggalkan bercak darah tersebut, ia membakarnya tanpa pikir panjang. Di dalam gelap dan sunyinya hutan tersebut, pria itu menyeringai ketika menyertai tas lainnnya ke dalam kobaran api tersebut.

Bau daging panggang -bakar- menyeruak dalam indera penciuman seiring dengan tawa dari bibirnya yang menggelegar. Memecah sepi dan mengusik hewan malam.

"Makasih bayarannya, Tuan dan Nyonya."

∆^^∆

Hyunjin memasuki rumah kumuhnya tanpa suara, mendapati Changbin tengah berbaring sambil menonton televisi mereka yang rusak. Sesekali layar benda persegi yang cembung itu hanya menampilkan layar biru atau garis-garis abu-abu.

Ia melepas tas ransel penuh yang sempat dibawa dan melemparnya sembarangan, sebelum bergabung dengan Changbin dan memeluk tubuh itu dari belakang. Hyunjin menenggelamkan wajahnya pada punggung Changbin.

Si pemilik tubuh tak kaget dan segera membalik tubuhnya untuk balas memeluk Hyunjin. Membiarkan yang lebih muda untuk menyembunyikan segalanya pada dada Changbin.

Dan Hyunjin menangis. Isakannya semakin menjadi saat Changbin mengelus kepalanya lembut. Ia menangis seperti anak kecil yang kehilangan segalanya di usia muda. Karena memang begitulah Hyunjin.

"They're dead."

Bagaikan anak kecil polos yang ketakutan akibat melihat sesuatu yang tak seharusnya, Hyunjin menangis kencang. Makin menjadi ketika semesta malah mentertawakan.

"I know."

Dan Changbin tak mampu melakukan apapun selain menyediakan dekapannya. Ia merengkuh Hyunjin yang rapuh, dan Hyunjin menangkup dirinya yang remuk. Keduanya tak lebih dari sepasang anak manusia yang tak pantas disebut sebagai manusia. Karena Tuhan tak lagi menganggap mereka sebagai anaknya. Setidaknya itulah yang keduanya percayai.

"And I don't even regret that."

"You don't have to."

Changbin hanya percaya pada Hyunjin. Dan begitupun sebaliknya.

"They deserve it."

∆^^∆

∆^^∆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MONSTER | H.Hyunjin & S.Changbin| 1 |19+ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang