Dion menatap lurus beberapa orang yang baru saja membumikan jenazah. Sebuah kematian merupakan jenis tragedi yang sulit tertebak kapan waktunya tiba. Pagi ini ia menghadiri prosesi pemakaman salah satu pejabat mahkamah agung. Usai kecelakaan yang mereka alami, bagian dari penyidik kejaksaan agung menemukan fakta sekaligus pelaku dari sabotase mobil tersebut. Orang tersebut merupakan bagian dari sekelompok orang yang melakukan penyelundupan dana bank Centaury.
Beruntungnya, kasus itu sudah berhasil mereka selesaikan. Selama itu pun, mereka berdua tak pernah pulang ke rumah masing-masing. Sebab perkara penyelundupan dana bank Centaury merupakan kasus besar kedua yang mereka tangani. Dion sadar, mereka memang butuh kasus semacam itu sebagai batu loncatan ketika ada promosi jabatan.
Ketika Beno menyarankan supaya mengembalikan kasus itu kepada senior, Dion menolak. Lalu pada akhirnya mereka berhasil mencapai tahap di mana hakim mengetuk palu dan sidang perkara selesai. Sebelum memasuki area pemakaman ia sempat bertemu ibu dan calon mertua. Namun layaknya kode etik yang biasa dilakukan, mereka akan tampak terlihat formal dan menampilkan keakraban sebatas rekan kerja, bukan keluarga.
Hal itu demi menjaga nama serta kredibilitas, sebab mereka masih mengenakan seragam kerja. Sesuatu yang menjadi identitas dan beban profesi tak kasat mata di pundak. Beberapa pejabat mahkamah konstitusi pun hadir sebagai bentuk belasungkawa.
Beno yang berdiri di sampingnya bergerak merapat. "Yon, katanya dia mati bareng mobilnya yang kebakar," bisik laki-laki itu.
Dion berdeham. "Jangan sok tahu, Ben."
"Ini fakta, Yon. Gue dapat info langsung dari polisi yang ada di TKP."
Kematian seseorang sebenarnya memberi pelajaran bahwa hidup ini memang singkat. Dan apa yang kita tanam adalah apa yang kita tuai di kemudian hari. Berdasarkan kabar yang berembus, orang tersebut meninggal di dalam mobilnya yang terbakar. Usut punya usut, sang pejabat tersebut tergolong orang yang sering bermain dengan pembocoran rahasia berkas.
Ya, segala sesuatu yang didapatkan secara tidak baik memang akan berakhir secara tidak baik juga.
"Udah enggak usah diomongin."
"Duit panas tetap aja digasak. Ya, ujung-ujungnya mati kebakar."
Apa yang Beno umpamakan benar. Tak dapat dipungkiri profesi mereka sulit terlepas dari nepotisme, kolusi, dan suap-menyuap. Namun jika dapat dihindari meski sulit, kenapa tidak?
"Ben, mending lo diam kalau masih betah hidup. Atau lo mau dikubur di sebelahnya? Semua keluarganya masih di sini."
"Jangan lah. Gue aja belum pernah bawa Sasha ke atas ranjang."
Dion menahan tawa, akan sangat tidak manusiawi jika ia terbahak di tengah-tengah acara pemakaman.
"Jelek muka lo." Beno menggerutu.
Kemudian tawa yang Dion tahan berubah menjadi cengiran lebar tatkala satu chat masuk dari seseorang yang ditunggu.
Barbie:
Maaf tadi enggak keangkat, aku masih tidur hehe. Ada apa, Mas?
Dion memegangi ponsel seraya menatap sekeliling, pandangannya tertambat pada jajaran pohon kamboja di sana.
"Mau ke mana?" tanya Beno ketika ia ingin menjauh.
"Telepon bentar."
"Tumben, seorang Bu Ayudia Princessa Soedarsono dan yang terhormat jaksa Dion Gymnastiar teleponan di jam kerja?" Beno mengusap dagu dengan pandangan menerawang. "Sepertinya ini tanda-tanda Merapi Merbabu mau meletus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kadar Formalin; Cinta Kedaluwarsa ✓
Romance[END] "Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah." Anggita Barbie Soedarsono, salah satu drama kehidupannya yang berjudul Aku Berpura-pura Tidak Mencintai Tunangan Kakakku Sampai Mati berlangsung sejak dia masih SMP. Sebab seseorang bernama Ak...