5. Numpang Tidur

56 32 19
                                    

"Jangan macam-macam saat Mama gak ada," kata wanita paruh baya kepada anaknya.

Sang Anak mengangguk. "Iya."

Masih menarik koper merah mudanya, wanita itu kembali melanjutkan perkataannya. "Jangan suka keluyuran malem-malem.

"lya," jawab sang Anak pelan.

"Jangan jalan-jalan gak karuan setelah
pulang sekolah," kata wanita itu lagi.

"Iya."

Wanita itu berhenti sejenak, merapikan tataan rambutnya yang sebenarnya sudah rapi sedari awal. Sang Anak yang melihatnya pun hanya bisa menatap lirih sang Mama.

"Jangan main game terus, inget belajar," lanjut wanita itu ketika
merasa tataan rambutnya telah rapi.

"Iya."

Terlihat jelas dari wajah sang Anak yang mulai bosan menanggapi ucapan Mamanya. Namun, ia masih saja setia mengekori beliau di belakang sambil menenteng sebuah tas kecil yang ia yakini sebagai tempat alat make up.

"Jangan lupa makan tepat waktu."

"Iya."

"Jangan beli jajan di luar, kulkas sudah Mama isi sama bahan masakan. Kamubisa masak sendiri, kenapa harus cape-cape keluarin uang."

"Iya."

Tiba-tiba si Wanita menghentikan langkahnya, kemudian berputar 180 derajat ke belakang, matanya menyipit. "Habis makan, cuci piringnya. Awas aja sampai gak, Mama bilang sama Papa kamu buat potong uang jajan kamu selama seminggu."

"Iya."

"Bagus!" Si Wanita kembali melangkah seperti sebelumnya. "Nonton jangan lama-lama, nanti bayar listriknya mahal."

"Iya."

"Kalau mandi jangan kelamaan, ngabisin air aja. Toh yang bayar air,
Mama sama Papa. Kamu jangan suka bikin orang tua kamu boros uang."

Sang Anak terdiam sebentar sebelum mengangguk lemah setelahnya. "Iya."

"Jangan telat tidur, nanti di sekolah ngantuk. Mama males kalau harus denger Wali Kelas kamu cuap-cuap."

"Iya."

"Jangan-"

"Iya, Ma, iya. Doni paham, sangat paham. Jangan dilanjutin lagi, cape tau dengernya. Lagian Mama cuma pergi satu malam aja, besok juga balik lagi."

"Kamu itu ya, kalau dibilangin orang tua itu didengerin, bukannya ngeyel"

"Astaga Ibundaku sayang, Doni mendengarkan perkataan dan amanah Ibunda. Tenang aja, Doni gak bakal telat makan, gak boros air, gak boros listrik, gak boros uang, gak keluyuran, tidur tepat waktu, rumah bersih selama Mama gak ada, Mama puas?"

Doni berkata seraya menggerakkan
jari-jarinya seperti sedang menghitung satu per satu kegiatan yang baru saja ia katakan.

Dengan santainya, si Wanita mengangguk dan memasang kacamata hitam ke wajahnya. "Iya."

"Rina, buruan!" teriak Afkar dari luar.

"Tunggu dulu kenapa, sih?!" balas bentak Rina.

Doni terdiam di tempatnya ketika
Mamanya mengambil alih tas kecil yang sedari tadi ia bawa. Bibirnya
sedikit terbuka ketika Mamanya meninggalkannya begitu saja ke mobil tanpa mengucapkan apapun.

"Gue cape-cape ngomong panjang lebar cuma dibalas Tya' doang? Anjai, kalau gak inget karma, udah gue cekek leherlu."

Doni menatap kesal mobil kedua orang tuanya yang sudah meninggalkan pekarangan rumah. Memaki orang tua dalam hati kira-kira dosa gak, sih?

Baru saja Doni ingin menutup pintu
rumahnya, suara klakson sebuah motor mencegah pergerakannya. Satu
alis Doni terangkat ketika melihat siapa yang datang.

"Ngapain musuh bebuyutannya cewek polos ke rumah gue?" tanya Doni pada dirinya sendiri.

Raksa melepaskan helmnya dan berjalan santai ke depan rumah
Doni dengan kedua tangan yang
dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Doni.

Alis Raksa terangkat. "Gak boleh
emang? Lo gak mau terima gue gitu?"

"Ya, bukannya gitu. Tumben aja lo ke
rumah gue," balas Doni santai.

"Gak ada niatan minta gue masuk gitu,Don?" kata Raksa seakan meminta Sang Pemilik Rumah peka maksud perkataannya.

Doni memutar matanya jengah. Kalau
tidak ingat Raksa temannya, mungkin
sekarang Doni sudah mengusir cowok
itu sekarang juga.

"Masuk."

Raksa tersenyum tipis. Lalu ia berjalan masuk ke dalam rumah teman sekelasnya itu, yang juga sekaligus teman seperjuangannya sejak SMP.

Raksa menyerngit ketika mendapati
rumah Doni terlihat sepi. Biasanya
ketika ia datang berkunjung, selalu
ada Mama Doni yang super bawel atau Papa Doni yang kece menyambutnya. Kemana orang tuanya? Pikir Raksa.

Raksa dan Doni duduk di sofa ruang
tengah. Helaan napas lega terdengar
memenuhi ruangan tersebut ketika
Raksa berhasil menjatuhkan bokongnya ke permukaan sofa yang
empuk.

Doni menatap bingung Raksa. "Kenapa lo? Kaya orang yang lagi banyak beban aja."

Raksa terkekeh pelan mendengar
nada sinis ketika Doni berucap.
Raksa menaruh kepalanya di kepala
sofa sebelum menjawab perkataan
temannya itu.

"Cape gue."

"Cape apaan? Btw tumben lo ke sini,
lagi ada masalah?

"Raksa menggeleng. "Gue numpang tidur bentar ya. Ngantuk banget"

Doni berdecak. "Ke rumah orang cuma numpang tidur doang. Kaya gak punya rumah sendiri. Emangnya rumah lo kenapa? Kebakaran?

"Raksa terkekeh. "Gue balik ke rumah sekarang. yang ada kena semprot saman yokap.

"Doni menyerngit. "Kena semprot?
Emangnya kenapa? Lo nyolong uang
nyokap lo, Rak?"

Raksa berdecak kesal. Kalau Doniterus mengajaknya bicara, kapan dia bisa tidur? Mungkin pilihan tempat persinggahan yang Raksa pilih sedikit salah, seharusnya Raksa tahu kalau Doni tidak bisa tutup mulut.

Tapi mau pergi kemana lagi dia kalau bukan ke rumah Doni? Rumah Donijuga tidak terlalu jauh dari rumahnya. Lagi pula Raksa sedang malas berkunjung ke rumah temannya yang lain.

"Diem, gue mau tidur."

Giliran Doni yang berdecak kesal
Ini rumahnya, tapi malah ia yang
diperintah-perintah oleh tamunya.
Kalau tidak ingat teman, mungkin Raksa tidak akan kembali kerumahnya dalam keadaan baik-baik saja.

"Kampret. Lo yang tamu di sini, napa
jadi lo yang merintah gue?"

"Karna baju Dora itu warnanya pink
dan temennya si Monyet."

☆☆☆☆

VICINUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang