10. Kangen

38 15 1
                                    

Glessia mengeratkan pegangannya di
jaket Raksa, kepalanya bersembunyi di balik punggung cowok itu. Dalam hati Glessia terus memanjatkan doa seraya memanggil-manggil Mamanya.

Raksa seakan melupakan keberadaan
Glessia di belakangnya. Cowok itu
mengendarai motornya dengan
kecepatan di atas rata-rata membelah
jalanan kota, mengabaikan rasa dingin yang menusuk kulit dan licinnya jalanan akibat usai turunnya hujan.

Entah untuk keberapa kalinya Glessia
menepuk keras bahu Raksa, berharap
bisa menyadarkan cowok itu kalau
sekarang mereka sedang di jalan
kehidupan nyata, bukan sekedar
permainan game yang bisa melaju
secepat apapun sesuai kemauan si
pemain mengontrolnya.

"Raksa, pelan-pelan!"

Berteriak kepada cowok itupun
rasanya percuma, karena Raksa sama
sekali tidak menghiraukannya. Glessia hanya bisa menahan dirinya sekuat mungkin agar tidak ikut terbang tertiup angin.

Raksa melirik sekilas kaca spionnya
yang tertutupi tetesan air hujan. Bilang aja lo gak suka diboncengin sama gue.

☆☆☆☆

Tubuh Glessia terhuyung ke depanketika motor direm mendadak. Pegangannya terlepas, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Cewek itu menyentuh dada
kirinya.

Turun." Raksa berkata dengan nada
dingin.

Walau sulit karena tubuhnya terasa
begitu berat untuk digerakkan,
Glessia menuruti perintah Raksa yang
memintanya turun dari motor. Tanpa
menunggu Raksa, Glessia berlari
masuk ke dalam rumahnya.

Raksa hanya diam melihat Glessia
yang sama sekali tidak menoleh atau
sekedar mengucapkan kata terima
kasih padanya. Biasanya mulut Glessia tidak pernah absen dalam setiap detiknya untuk mengucapkan hal yang tidak penting sekalipun.

"Gue bawanya kenceng banget ya?gumam Raksa.

Sekali lagi Raksa memandang rumah
tetangganya itu, tepatnya ke pintu
balkon yang tengah tertutup rapat
saat ini. Alisnya menaut dalam. Raksa
melepaskan jaketnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

"Ngapain mikirin dia, coba. Sakit
lo, Rak," gerutu Raksa pada dirinya sendiri.

Bertepatan dengan pintu terbuka,
Raksa mendengar ada sedikit
perdebatan dari dua orang di ruang
tengah. Alis Raksa terangkat satu ketika melihat Mamanya yang meringis kesakitan, lalu Papanya yang terlihat sibuk meminjat kaki istrinya itu.

"Aw! Pelan-pelan dong, Mas!" bentak
Agatha seraya refleks memukul bahu
suaminya keras.

Mendapatkan hal tersebut, Galaksi
menghentikan kegiatannya. Pria
dengan usia yang menginjak berkepala tiga itu menatap datar sang Istri yang meringis ketika melihatnya.

"Maaf.. aku gak sengaja. Hehe." Agatha memberikan cengirannya.

Raksa mendekati orang tuanya. Cowok itu mendudukkan dirinya tepat di samping Agatha yang terlihat sedang tidak baik-baik saja. Melihat kaki kanan Agatha yang bertumpu di paha Galaksi, membuat rasa ingin tahu menghampirinya.

"Kaki Mama kenapa, Pa?" tanya Raksa.

Galaksi bangkit dari posisinya begitu
saja, membiarkan kaki Agatha jatuh ke lantai dengan keras sampai membuat pemiliknya menjerit keras lantaran merasa kesakitan.

"Bosan sehat, jadinya mau lumpuh,"
jawab Galaksi sebelum berlalu ke
ruang kerjanya.

"Nyumpahin aku lumpuh kamu, Mas?! Jahat banget sama Istri sendiri! Kalo gak cinta udah aku talak tiga kamu!" Agatha berteriak heboh, mengabaikan pintu ruang kerja yang sudah tertutup rapat dengan Raksa yang menatap penuh iba padanya.

VICINUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang