Doni menggaruk-garuk kepalanya
frustasi melihat tingkah teman-
temannya saat ini. Tim cowok yang
sibuk mengadu kelaparan dan tim
cewek yang sibuk mengoceh karena
tidak mendapatkan akses jaringan sama sekali."Etdah si Raksa! Kemana sih, tu bocah?!" kesal Wandi...
Wandi melempar bantal sofa ke
sembarang arah. Tanpa ia sadari
bantal itu terpental mengenai cewek
berambut tipis yang tengah sibuk
mengotak-atik ponselnya. Lauren
meringis."Heh! Kesel sih, kesel, tapi liat-liat
dong kalo ngelempar!" protes Lauren.
"Untung cuma bantal, bukan harapan.""Alah baperan," ejek Aldi.
"Siapa lo? Main cerocos aja," balas
Lauren kesal. "Gue lagi ngomong sama Wandi ya, bukan sama cowok mata empat."Alis Aldi menekuk. Aldi memandang Lauren tidak suka. Cowok itu memberikan tatapan tajam yang samasekali tidak dihiraukan oleh Lauren.
"Mata gue cuma dua," elak Aldi."Iya cuma dua, ditambah mata pembantunya dua. Jadi empat kan?"
Lauren tersenyum sinis.Saat-saat seperti ini yang membuat
suasana terasa hidup bagi yang
lainnya. Menyaksikan teman mereka
saling beradu mulut sudah seperti sebuah moodboaster tersendiri ditengah kesuntukkan menunggu Raksa yang entah ada di mana saat ini.Doni menggelengkan kepala. Raksa
tidak ada, Aldi dan Lauren lagi.
Doni menghembuskan napas pelan.
Mungkin teman sekelasnya memang
bukan penyuka kedamaian. Omong
omong soal Raksa, Doni jadi teringat
dengan Glessia. Apa masih di luar?
Pikirnya.Daripada menyaksikan perdebatan
Aldi dan Lauren yang saling
menjatuhkan satu sama lain, Donimemutuskan untuk menemui Glessiayang benar-benar tidak mau bangkit dari posisinya sejak beberapa jam yang lalu.Doni melihat jam tangannya. Sudah
hampir pukul enam malam dan
Raksa belum kunjung datang juga.
Doni mendekati Glessia, lalu duduk disampingnya.Doni berdehem. "Udah dibilang nanti
juga dateng, ngeyel banget."Glessia melirik Doni sekilas, kemudiankembali memandang langit yang menggelap seiring berputarnya
waktu. Beberapa bintang mulai
terlihat berkelap-kelip. Bulan sudah
menampakkan wujudnya walau hanya setengah."Raksa kapan datang?" gumam Glessia.
Doni menghela napas pelan, lalu
bangkit dari duduknya. "Masuk, Gless, gak baik di luar terus."Glessia menggelengkan kepalanya.
Glessia menatap tangan Doni yang
menggengam pergelangannya. Tanpa
ragu, Glessia melepaskannya begitu
saja. Doni menatap Glessia dengan
penih arti, sementara yang ditatap
malah fokus ke langit, memandang
bulat yang tampak terang.Doni berdecak tanpa sadar. Cowok itu menatap datar Glessia, lalu berniat meninggalkannya masuk ke rumah. Namun baru beberapa langkah berlalu, sorotan lampu mobil membuat pandangan Glessia dan Doni terganggu.
Menyadari siapa yang datang, Glessia
berdiri dari duduknya lalu berlari
ke arah Raksa yang baru keluar dari
mobil dengan raut datar yang terlihat
jelas di wajahnya."Raksa!" seru Glessia antusias.
Raksa hampir terjungkal ke belakang
ketika Glessia menerjang tubuhnya
tiba-tiba. Pelukan erat Glessia entahkenapa membuat Raksa terdiam kaku. Mata Raksa dan Doni bertemu. Raksa menyerngit. Tidak seperti biasanya, kali Doni menatapnya dingin sebelum masuk ke dalam villa."Raksa, kok baru nyampe sih? Kamu
kesasar ya? Gak tau jalannya? Terus
ngapain duluan? Kan jadi lama. Dari
tadi Gless tungguin tau di sini. Yang lain juga nungguin di dalem. Ayo, Raksa,masuk!" cerocos Glessia.Raksa memutar matanya jengah ketika Glessia menarik tangannya begitu saja. Anehnya Raksa mengikutinya begitu saja tanpa adanya perotesan. Gue lagi cape, jadi biarin dia berbuat semaunya kali ini.
Semua orang terdiam melihat Doni
yang masuk dengan aura berbeda dari sebelumnya. Mereka menatap satu sama lain, kebingungan melihat Doni yang terlihat seperti bukan Doni yang mereka kenal. Dingin."Doni kenapa, Zal?" bisik Jen kepada Rizal.
"Mana gue tau lah. Kalo tau gak bakal
ikut keheranan kaya sekarang kali,"
jawab Rizal seraya mengedikkan
bahunya.Jen menatap sinis Rizal. "Jawabnya
biasa aja bisa kan?""Lah?" Rizal menatap Jen tidak mengerti.
Beberapa saat suasana menjadi hening. Semua orang menyibukkan diri dengan aktivitas masing-masing, takut melakukan kesalahan.
Bruk!
Pintu dibuka keras membuat semuaorang tersentak. Glessia meberikan cengiran polosnya ketika semua mata menatap kesal padanya. Tanpa menunggu lama, Glessia menarik Raksa masuk dengan tergesa-gesa.
"Jalannya biasa aja bisa kaga, sih?!"
kesal Raksa yang sama sekali tidakdihiraukan Glessia."Tara! Raksa udah dateng!!" Seru
Glessia girang.Berbeda dengan cewek berponi itu,
yang lain tampak menatap Raksa
datar. Raksa yang ditatap seperti itu
lantas merasa tidak nyaman. Raksa menarik Glessia untuk berdiri dihadapannya."Gless, bilangin ke mereka jangan
marahin gue," bisik Raksa."Hah?" Glessia menatap bingung Raksa.
Olivia bangkit dari posisinya, diikuti
yang lain. Para cowok memasukkan
tangan ke dalam saku celana dan
melipat tangan di depan dada. Raksa
yang merasakan alamat keburukan
hanya bisa diam di belakang Glessia
yang tingginya bahkan hanya sebatas
dagunya saja.Raksa berdehem. "Guys..." ucap Raksa. "Gak lagi, gue janji. Hehe."
Devan berjalan mendekat. Tanpa
aba-aba, Devan meninju bahu Raksa
lumayan keras. Glessia tersentak kaget ketika mendengar jeritan Raksa yang tepat di dekat telinganya."Devan! Kenapa ninju Raksa, sih?!"
bentak Glessia seraya menarik Raksa
menjauh. "Emang dia salah apa?"Tanpa menghiraukan Glessia, Devan
kembali menarik kerah baju Raksa."Puas lo?! Habis bikin masalah ditengah jalan, main kabur duluan bikin semua khawatir, sekarang telat dateng. Berjam-jam kita nungguin lo di sini, dengan langkah tenang lo masuk kesini?""Lebih tepatnya makanannya yang
ditunggu," koreksi Aldi."Berjam-jam kita harus nahan lapar
dan semuanya salah lo," kata Milka."Lo enak bisa makan sesukanya di
mobil, sementara kami di sini harus berjuang menghadapi cacing-cacing diperut pada demo," timpal Wandi."Drama," kata Aldi acuh.
"Aldi berisik!" sela Cesil.
Aldi memutar matanya jengah. Cowok berambut gelap itu kembali fokus pada gamenya di ponsel. Sementara itu, Doni terlihat tenang di posisinya dengan tatapan terpusat penuh pada sosok Glessia yang tengah bingung berada di tengah-tengah perdebatan teman-teman mereka.
"Napa jadi nyalahin gue semua?"tanya Raksa kebingungan.
"Karna emang lo yang salah,"jawab
Lulu."Ini masih di villa, bukan di hutan. Setau gue, tiap minggu Tante Rina sama suaminya selalu luangin waktu buat nginep di sini. Yakin di kulkas gakada bahan makanan?" Raksa melirik Doni.
Semua orang serentak memandang
Doni, sementara yang dijadikan pusat
tontonan hanya diam.Doni berdiri. "Jangan lempar kesalahan sendiri ke orang lain."
●●●
KAMU SEDANG MEMBACA
VICINUS
Teen FictionKenangan bagaikan lenyap ditelan bumi ketika sosok gadis dengan mata hazel itu resmi menjadi tetangga baru mereka. Andai bisa, ingin rasanya Raksa menenggelamkan Glessia ke luasnya lautan samudera hanya untuk mendapatkan ketenangannya kembali. "Lo b...