Yasmin 9

2.8K 463 102
                                    

Reza masih saja menunduk. Ia tidak berani menatap wajah ibunya yang saat ini sepertinya sedang tidak suka dengan yang tadi dia lakukan. Berkali-kali Yasmin menarik nafas panjang, ia harus menyusun kalimat yang tepat dan mudah dipahami oleh anak seusia Reza.

"Kenapa Abang tadi dorong amih?"

"Maaf Amih," sahut bibir mungil Reza, masih sambil menunduk.

"Tidak boleh seperti itu lagi ya, Bang!"

Reza mengangguk. Kali ini ia mencoba melihat wajah ibunya yang sudah terlihat lelah.

"Abang kesepian, Abang mau punya teman, abang mau punya adik," ucap Reza dengan wajah sedih. Yasmin terperangah dengan ucapan anak lelakinya.

"Abang bosan main sama oma, opa, kakek, nenek, Mba Narsih. Abang bosan!"

Kali ini wajah Reza cemberut. Yasmin mendekati Reza lalu memeluknya.

"Kan ada adik Sarah, adik Naomi."

"Abang mau adik dari perut Amih." Reza menunjuk perut Yasmin.

Mata Yasmin berkaca-kaca, sebelum suaminya sakit. Ia sudah membuka alat kontrasepsi IUD agar ia segera diberi keturunan lagi. Namun, baru dua pekan dari dokter, suaminya Arman jatuh sakit. Yasmin sudah mengubur keinginannya untuk punya bayi lagi. Fokusnya kini menyembuhkan suami dan menjaga Reza.

Namun sekarang suaminya sudah tidak bersamanya lagi, bagaimana caranya ia bisa memberikan adik buat Reza. Apa adobsi saja?tidak! Reza saja yang mengasuh Bik Narsih. Kalau mengadopsi anak lagi, siapa yang akan mengurus.

"Amih kok melamun?Abang kapan punya adiknya?"

Teguran Reza membuyarkan Yasmin dari lamunannya. Wanita dengan paras cantik itu kembali memeluk anak semata wayangnya.

"Kalau mau punya adik dari perut amih, harus ada papanya. Sekarangkan papa sudah tidak ada. Jadi..."

"Abang mau punya papa baru." Belum sempat Yasmin meneruskan ucapannya, Reza sudah memotong dengan kalimat yang membuat Yasmin terdiam.

"Papanya harus baik dan lucu," ujar Reza sambil menyeringai. Anak kecil itu membayangkan Jaja yang menjadi papanya.

Ucapan Reza masih saja terngiang di kepalanya. Yasmin bahkan saat ini tidak bisa tidur, ia gelisah. Kakinya melangkah keluar dari kamar Reza, memasuki kamar tidurnya yang hampir empat bulan tidak pernah ia tiduri.

Banyak kenangan bersama almarhum suaminya saat memandang ranjang besarnya. Suaminya akan selalu memeluknya dan menciumi wajahnya sebelum ia tidur. Tidak terasa air matanya kembali menetes. Ia mengingat betapa manis moment kebersamaan dirinya dengan Arman.

"Tidak akan ada yang dapat menggantikan kamu di hati aku, Mas," lirih Yasmin saat memendang foto besar pernikahannya.

"Kamu lelaki terbaik dalam hidupku."

Yasmin merebahkan tubuhnya di ranjang besar itu, lalu memeluk guling yang selalu dipakai almarhum suaminya. Tiba-tiba ingatan saat ia tanpa sengaja mencium kening Jaja, hadir kembali. Yasmin memijat pelipisnya kuat. Ya Allah, kenapa harus selalu sial terus ketemu lelaki itu? Bisa-bisanya bibirku mencium kening bocah itu, duh...untung sudah tidak ketemu lagi di pabrik. Kalau tidak, malu banget rasanya.

Yasmin mencoba memejamkan matanya kembali. Namun, lagi-lagi wajah kaget Jaja saat ciuman itu terjadi, kembali lewat di kepalanya. Ia membalikkan tubuhnya ke kanan ke kiri, begitu terus sampai pukul dua pagi, ia tidak dapat tidur. Ya Allah, kenapa jadi terbayang wajahnya terus?Yasmin menggaruk rambutnya kasar.

****
Jaja masih demam, betapa kaget dan syok luar biasa saat wanita yang diam-diam ia perhatikan itu mencium keningnya. Walaupun tidak disengaja, tetap saja membuat hati Jaja gembira luar biasa. Jaja bahkan tidak mau menyeka keningnya saat ia mencuci muka tadi, ia masih ingin merasakan betapa hangat bibir wanita itu.

Rich Widow (Sudah Tersedia E-book di Play Store) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang