Yasmin 27

2.1K 431 470
                                    

Hallo selamat malam reader.🥰
Author cuma mau mengingatkan bagi yang belum follow author silahkan segera difollow ya. Gunanya untuk apa sih? Salah satu gunanya adalah saat ada pemberitahuan dari author di beranda, kalian bisa baca. Tidak bertanya di komentar atau DM.

Makan ikan di atas kemidi puter
Pastikan kalian follow ya reader.

*****

"Apa?!" Yasmin kaget, bahkan wajahnya pias.

"Iya, aku bayarin hutang Jaja ke kamu, ini aku lebihkan dua juta sebagai kompensasi. Rumah sakit lagi butuh teknisi listrik."

"Tidak bisa!" tolak Yasmin sambil meletakkan kembali amplop coklat ke tangan Vera.

"Kenapa tidak bisa?bukannya Jaja kerja jadi supir karena mempunyai hutang dengan kamu lima juta. Ini aku ganti uangnya, Sayaang. Jaja biar kerja di rumah sakit saja." Vera berkata lemah lembut sambil kembali menyodorkan amplop yang ia pegang.

"Aku harus bicara dulu pada Jaja," tukas Yasmin dengan raut wajah sebal.

"Oke, baiklah. Semoga Jaja juga setuju." Vera mengerling sambil tersenyum licik. Lalu dengan gemulai keluar dari kamar Yasmin, namun baru memegang engsel pintu, Vera berbalik.

"Bolehkan kalau aku naksir Jaja?" tanya Vera sambil menyeringai.

"Ya terserah kamu, bukan urusan aku juga," sahut Yasmin dengan memutar bola mata malasnya.

"Hehehehe...aku baru tahu lho, muka janda yang lagi cemburu itu kayak gini ternyata," ledek Vera sambil berlari kecil meninggalkan kamar Yasmin.

Pukk!

Yasmin melempar bantal lehernya ke arah pintu yang baru saja tertutup.

"Apaan sih nih orang?? ga jelas!" gerutu Yasmin dengan muka masam.

Pagi hari sudah dibikin naik darah oleh Reza yang menangis meraung ingin diantar sekolah oleh Jaja. Padahal Yasmin sudah memberitahu bahwa Jaja tidak datang bekerja hari ini karena ibunya sakit. Namun tetap saja Reza meraung. Kini ditambah lagi oleh Vera yang mengatakan hal yang tidak masuk akal, ingin mengambil Jaja untuk bekerja di rumah sakit. Kaki yang masih bengkak akhirnya menjadi semakin senat-senut di pagi hari. Kepalanya juga ikut-ikutan berputar.

Jaja masih setia menyuapi bubur ke dalam mulut ibunya yang susah payah untuk mengunyah. Hanya masuk lima suapan, itu pun dipaksa oleh Jaja. Ibunya terlihat semakin kurus dan pucat.

"Udah, Ja. Gue enneg!" Bu Ambar menutup mulutnya. Sendok yang hendak masuk pada suapan ke enam ia dorong perlahan.

"Makan lagi, Mah. Baru lima suap," rayu Jaja dengan lemah lembut.

"Ngga, ah. Sakit mulut gue kalau dibuka."

"Kalau mamah tidak makan, nanti jadi keriput lho." Jaja mencoba bercanda dengan ibunya.

"Emangnya gue mak tiri putri salju," ujar Bu Ambar sambil melirik sebal pada anaknya yang kini sedang tertawa.

Jaja menaruh mangkuk di meja kecil samping brangkar ibunya lalu membantu ibunya minum menggunakan sedotan. Ada lima brangkar yang terisi di ruang perawatan kelas tiga ini. Semuanya terisi dengan beragam penyakit. Tetapi yang dirawat karena babak belur hanyalah Bu Ambar.

"Sebelah sakit apa, Ja?" tanya Bu Ambar sambil berbisik pada Jaja. Ekor mata Bu Ambar melirik ke brangkar persis di sebelahnya. Seororang lelaki paruh baya sedang tertidur pulas.

"Katanya Hernia, Mah."

"Lha, emang ada penyakit kayak nama rumah sakit ya?" tanya Bu Ambar dengan kening berkerut.

Rich Widow (Sudah Tersedia E-book di Play Store) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang