Taeyong keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai.Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh. Yuta berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Taeyong masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sepertinya sudah diobati.
"Bagaimana dia?," tanya Taeyong dingin.
"Dokter sedang menanganinya, paru-parunya kemasukan cairan...Anda sendiri Tuan Taeyong? Anda tidak apa-apa? Terjun dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan perempuan itu..."
Taeyong melirik pada Yuta dengan tatapan tajam, lalu meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang basah.
"Tadinya aku berniat membunuhnya"
"Kalau begitu kenapa Anda menyelamatkannya?"
Taeyong membalikkan tubuhnya dan menatap Yuta dengan mata menyala-nyala.
"Karena aku memutuskan, belum saatnya dia mati," mata cokelat Taeyong bagaikan berbinar di kegelapan, "Dan kau.... Kenapa kau sengaja membiarkannya lolos?"
Yuta menatap Taeyong, tampak ada keterkejutan di matanya meskipun sekejap kemudian dia langsung memasang wajah datar, "Saya tidak sengaja membiarkannya lolos"
"Kau pikir aku bodoh?," suara Taeyong menajam, setajam tatapannya, "Kau adalah pengawalku paling berpengalaman, tak mungkin kau bisa diperdaya gadis itu, kecuali kau memang membiarkan dirimu diperdaya"
Yuta menelan ludahnya, "Saya ingin membebaskannya, saya takut dia akan membawa masalah untuk kita"
Taeyong melempar handuknya dengan marah ke sofa.
"Dalam dua hari ini kau sudah dua kalI mengambil keputusan sendiri dan menentangku. Dengarkan ini baik-baik Yuta!" suara Taeyong dalam dan mengancam, "Sekali lagi kau membuat kebodohan yang merepotkanku, bukan hanya pukulan yang kau dapat, aku akan menghabisimu secepat aku bisa"
Suara ancaman itu masih menggema di kegelapan, bagaikan janji Iblis yang memanggil-manggil meminta nyawa.
🥀
Ketika Jennie terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya.
Dia menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya mencari oksigen sebanyak-banyaknya."Tenang, kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas secara normal," Suara Taeyong membawa Jennie kembali pada kesadarannya.
Dengan waspada dia menoleh dan mendapati Taeyong sedang duduk di tepi ranjangnya. Jennie beringsut sejauh mungkin dari Taeyong dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Taeyong.
"Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi?," nada geli pun tersamar dalam suara Taeyong.
Kurang ajar, batin Jennie dalam hati. Dia berjuang meregang nyawa, dan lelaki ini malah duduk disini menertawainya.
Tetapi, apakah benar Taeyong yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya? Kenapa? Bukankah jelas-jelas dalam kemarahannya Taeyong sudah memutuskan untuk membunuhnya? Kenapa lelaki itu berubah pikiran?
"Ya, aku memang menyelamatkanmu," Taeyong bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Jennie, "Tetapi itu bukan demi dirimu, itu demi kepuasanku."
Jennie menatap Taeyong geram, "Apa maksudmu?"
Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa sadar Jennie bergidik dan beringsut menjauh.
"Aku tidak suka bercinta dengan mayat," Senyum di bibir Taeyong tampak kejam, "Kau lebih nikmat kalau hidup dan bernafas."
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEP WITH THE DEVIL [JenYong]
Romantik[WARNING 21+ MATURE CONTENT] Ketika bisnis orang tuanya jatuh, Jennie terpaksa melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana orang-orang yang dicintainya satu persatu hancur. Ibunya terpuruk dalam rasa malu dan kecewa lalu meninggal karena digerog...