4 (revisi)

6.4K 908 159
                                    

Vote plz.

.

.

"Aaaaakkkhhh!!! Kesel!! Pengen resign," Jaemin meletakkan kepalanya di atas meja kantin perusahaan. Haechan dan Renjun yang melihat teman mereka mengeluh untuk kesekian kalinya itu menatap satu sama lain secara bergantian.

"Kenapa lagi sih?" Renjun bertanya pada Jaemin.

"Ya masa' gue udah selesai laporan terus minta cuti, udah disetujuin juga sama Pak Jen, eh tiba-tiba tadi dibatalin! Gimana ga kesel coba?!"

"Kamu pengen banget cuti ya?"

"IYALAH! EH– Siang, Pak.. hehe.." Jaemin tersenyum kikuk. Kok Bos nya ini tiba-tiba ada di sini sih?! Bukannya Jeno jarang sekali ke kantin perusahaan?!

Jaemin menatap Haechan dan Renjun meminta pertolongan, tapi saat ia mengarahkan pandangannya pada tempat dimana dua temannya itu duduk tadi.. mereka sudah hilang bagai ditelan bumi.

"Kok takut gitu? Saya nggak bakal gigit kamu, loh.."

"M–maaf, Pak.. anggap aja Bapak gak dengar omongan saya tadi ya?"

"Kalau saya nggak mau gimana?"

"Saya lakuin apa aja deh, Pak..."

"Beneran?" Jeno mengangkat sebelah alisnya.

"Iya Pak! Suwer!"

"Ya sudah, kamu temenin saya aja ya?"

"Kemana Pak?"

"Ada deh," ucap Jeno lalu melenggang pergi dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Buset genit amat Pak. Untung ganteng –eh? Gantengan Jaemin lah! Manly gini kok!"

💌

"Kok kita ke taman hiburan, Pak?"

"Kamu kan suka ke tempat kayak gini,"

"Hah? Bapak tau darimana?"

"Saya kan suami– ekhnm, maksud saya.. saya tanya ke temen-temen kamu,"

Jaemin mengendikkan bahu. Memilih untuk tak memikirkan tentang apa yang baru saja ia dengar.

.

"Kamu mau naik apa, hm?" Jeno bertanya dengan nada lembut saat telah membeli tiket dan memasuki wilayah taman hiburan itu.

"Emmm... Apa aja boleh deh, Pak.. Semuanya seru!"

"Naik saya aja, mau?" Jeno lagi-lagi menggoda Jaemin. 

"A-Apaan sih Pak?!" Kemudian Jaemin berjalan dengan cepat mendahului Jeno. Persetan dengan sopan atau tidak pada seorang atasan, ia sudah kepalang malu. Lagipula, ia jengkel jika terus-menerus di goda tanpa henti oleh Jeno.

Iya, iya merasa jengkel, namun entah mengapa...

Ia tak keberatan. Dan mungkin malah bisa dibilang... senang(?)

"Jaem, tunggu saya! Nanti kamu ilang lagi kayak dulu!"

Jaemin menghentikan langkahnya, dan kemudian berbalik ke arah Jeno.

"Emang saya pernah ilang disini? Kok Bapak tau? Kan kita ga pernah ketemu sebelum saya kerja di perusahaan Bapak,"

"Ehmm... Ah! Ayo kesana!" Jeno menarik tangan Jaemin menuju salah satu tempat yang menyenangkan.

Rumah hantu.

"Pak, Pak Jeno serius mau ngajak saya masuk kesana?"

"Iya dong, ayo!" Jeno kembali menarik lembut tangan Jaemin. Namun tertahan karena Jaemin tak mau melangkahkan kakinya ke tempat menyeramkan itu.

"Pak, saya janji deh saya ga bakal ngeluh atau minta resign, tapi jangan kesana ya Pak?"

"Nggak, ayo kesana."

"Pak... pleaseu~" Jaemin mulai menampilkan wajah memohon bak anak anjingnya. Jeno memandang sejenak tatapan itu. Sial, ia hampir terpengaruh. Ia curiga jika Jaemin merupakan seorang dari Klan Uchiha. Efek tatapan itu hampir setara dengan genjutsu.

"Nggak! Saya gak bakal luluh sama tatapan kamu yang kayak kambing nunggu giliran di sembelih itu! Ayo ikut saya, nanti saya naikin gaji kamu."

"Tau ah! Bapak masuk sendiri aja! Saya tunggu di luar!" Jaemin mencoba melepaskan genggaman tangan Jeno namun percuma. Lihat saja tangan kekar milik Jeno yang dihiasi urat-urat panjang itu. Jaemin melirik tangannya sendiri, lalu melirik kembali ke tangan kekar milik bosnya itu. Sial, perbandingannya sepeti ikan hiu dan ikan teri. Tak mungkin ia dapat dengan mudah melepaskan diri dari Jeno.

Jaemin menelan ludah,

"Ya–yaudah, tapi bener ya, Bapak naikin gaji saya?!"

"Iyaa! Kalo perlu duit saya semua buat kamu!"

Jaemin mengedarkan pandangan, ternyata mereka telah menjadi pusat perhatian para pengunjung lain yang berada di dekat mereka.

"Y–yaudah ayo, Pak! Siapa takut?! Yang penting gaji saya naik!!"

Sekarang giliran Jaemin yang menarik tangan Jeno. Ia terlalu malu jika harus berdiam lebih lama di sana dan melanjutkan perdebatan dengan atasannya itu.

.

"AAAAAAAAKKKKHHH BUNDAAA SETANNYA JELEK BANGET KAYAK DEK ICUNG!!"

"Hush! Ga boleh gitu sama adek sendiri! Nanti Mas bilangin ke Bunda loh!"

"P–Pak Jen emangnya kenal sama Bunda saya??"

"Ya kenal lah! Masa' sama mertua–"

"AAAAAAAA!!!! SETAN! NGAGETIN! MANA JELEK BANGET LAGI!" Jaemin menggapai lengan Jeno dan langsung memeluknya begitu saja.

"Omongannya di jaga dong, saya bungkam loh mulut kamu pakai mulut saya, mau?!" Jeno menasehati, padahal hatinya sudah tertawa riang penuh kebahagiaan karena dipeluk oleh makhluk seperti Jaemin.

"Hiks," Jaemin menangis, menenggelamkan wajahnya pada lengan Jeno.

"Loh? Kamu nangis? Jangan nangis dong, oke, Mas minta maaf ya udah maksa kamu kesini???" Jeno memeluk tubuh Jaemin. Sekalian, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan dalam kesempitan ini.














"Ekhem, Mas-mas sekalian, kalo mau anuan cari hotel, dong. Modal dikit," seorang pekerja yang sedang bermain peran sebagai suster ngesot itu lewat dan menegur.

Sedangkan Jeno hanya menatap datar ke arah mbak-mbak suster ngesot yang kini melanjutkan 'ngesot-mengesotnya'.



"Udah ya nangisnya? Mau pulang? Apa mau beli es krim, hm?"

"Ek krim, –hiks,"







.
.
.
.
TBC.


.
Ozi minta maap banget karena chap 4 harus di unpub dan Ozi ganti pake yang baru, soalnya ozi baru nyadar kalo sebagian isi chapter 4 tuh ilang pas abis di publish.. aslinya udah sekitar 1000 words gitu, tapi yang ilang hampir setengah1!!11!

TRUS OZI JG LUPA BAGIAN-BAGIAN YANG ILANG ISINYA APA AJA

MAAPIN OJI YA OJI TAU KOK KALO OJI INI NGESELIH HUHUU

 。・。∧_∧。・。
。゚   ( ゚´Д`)  ゚。
  o( U U
   'ー'ー'

Vote ya :((

Dear, Pak Jeno [NoMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang