5

6.1K 837 82
                                    

"ssssttt... Udahan dong nangisnya. Saya beliin es krim, kamu mau es krim apa?" Jeno yang sudah keluar bersama Jaemin dari tempat mengerikan (bagi Jaemin) itu kini mengelus kepala Nana. Sebenarnya ia ingin sekali menertawakan bawahannya itu. Tapi ia masih punya hati.

"Hiks, mau viennetta,"

"Yakin? Kamu kuat habisin sendiri?"

"Kuat lah! Pak Jen kalo ga serius ya udah bilang aja! Tadi juga katanya mau naikin gaji saya! Bapak bohong y–"

"Sssttt.... Kamu mau berapa? Dua kotak? Satu dus? Apa sekalian saya beliin pabriknya, hm?"

"Satu kotak aja, hiks, nanti Bapak bangkrut, kalo Pak Jen bangkrut saya mau kerja dimana lagi? Saya kan ga mau kalo harus jadi pengangguran, nanti dimarahin sama Bunda! Nanti disuruh cari suami aja! Padahal kan mana ada yang mau sama Nana?? Kalo ada, pasti modelannya cuma om om buncit, hiii ga mau!"

"Ah kata siapa yang mau cuma om om buncit? Saya punya six– eh, eight pack kok. Ga cuma satu. Tinggal dipilih."

"Hah? Maksud Bapak?"

"Ada yang modelan atlet yang mau sama kamu. Contohnya saya."

"Pede banget Pak Jen mah!"

"Beneran, kamu mau lihat?"

"Nggak!!" Kali ini Jeno berhasil membuat wajah Jaemin memerah kembali.

"Jangan malu gitu dong, kan–"

Ku bukan bonekamu~ bisa kau—

"Halo??" Jaemin mengangkat telepon. Dan seketika raut wajahnya berbeda.

"Jaem? Kamu gapapa?"

"Pak.. Saya kayaknya harus duluan. Bunda saya... Katanya jatuh,"

"Hah?! Saya anterin ya??"

"Tapi–"

"Ga ada penolakan!"

.

"Jaem, bangun. Udah sampai." Mobil mewah itu kini sudah terparkir di depan rumah luas namun sederhana di sebuah desa.

Jeno menepuk pelan lengan Jaemin untuk membangunkan sekretaris (?)nya satu itu. Namun anak itu masih tertidur, sulit membuka mata karena sempat menangis.

"Jaem.. bangun, Sayang.."

"Humm?? Udah sampai Pak? –bentar, perasaan tadi saya belum kasih tau alamat rumah orang tua saya, kok Bapak bisa tau?"

"Mana mungkin saya ga tau alamat rumah mertua sendiri??"

"Maksud Bapak?"

"E–eh, maksud saya.. saya tanya ke temen-temen kamu," Jeno mengalihkan pandangannya.

"Tapi kan saya belum pernah kasih tau alamat lengkapnya ke temen-temen di perusahaan Pak–"

"Kamu ini jangan kebanyakan omong dulu, ayo keluar. Kita temuin Bunda kamu dulu."



.

"Icung!!! Katanya Bunda jatuh, Kakak udah nangis ish!!"

"Abis Kak Na sendiri disuruh pulang ga pulang-pulang sih! Makanya Bunda nyuruh Icung buat telepon Kak Na terus bilang kayak tadi. Eh tapi tadi jatuh beneran sih, soalnya nabrak gucinya Ayah."

"Iya, mana gucinya guci antik lagi, –hiks." Sang kepala keluarga akhirnya muncul dengan setelan sederhana, kaos putih dan sarung kotak-kotak merek Gajah Salto.

"Udah ga usah lebay deh Yah! Kyaaaa!! Akhirnyaa Bunda bisa ketemu anak ganteng satu ini lagi!!" Bunda memekik senang saat melihat eksistensi Jeno di belakang Jaemin.

Dear, Pak Jeno [NoMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang