Surrender

322 32 14
                                    

Di suatu hari yang cerah, matahari tampak begitu terang menyinari hingga terpantul dari kaca jendela ruang VVIP salah satu rumah sakit swasta terbesar di kota Seoul.

Saat itulah nampak dua orang pemuda tengah berbicara serius di dalamnya. Pemuda pertama terlihat duduk di ranjang pasien dengan kepala menengadah memandang langit-langit ruangan. Sementara yang satu lagi mengernyitkan dahi melihat kawannya yang tampak sedang dilema.

"Hei, hyung," pemuda kedua itu adalah Park Jimin-- yang memanggil Min Yoongi yang mau tak mau menggeser bola matanya untuk menatap lelaki yang usianya lebih muda dua tahun darinya tersebut.

Jimin bangkit dari sofa dan pindah duduk di ujung ranjang, mendekati Yoongi.

"Ada apa denganmu? Daritadi aku lihat hyung seperti lagi banyak pikiran," Jimin memang sangat jago dalam urusan membaca ekspresi kawannya.

"Aku tahu kalau aku tidak mungkin bisa menutupi sesuatu darimu," Yoongi tertawa samar.

"Jadi cepat katakan padaku, ada apa?"

"Aku perlu pendapatmu, Chim,"

"Pendapatku?" kening Jimin makin mengkerut ditambah Yoongi tiba-tiba menyodorkan secarik kertas yang disimpannya di dalam laci yang terletak disamping ranjang.

Baru membaca paragraf pertama, mata sipit Jimin membulat karena terkejut.

"Wow luar biasa! Bagaimana hyung bisa mendapatkannya?! Ini beneran kan?"

Yoongi mengangguk pelan. "Pelatih membawakan berita ini padaku kemarin."

"Di surat ini tertera kalau hyung akan pergi terapi pengobatan ke AS pada 3 Maret, jadi artinya..." Jimin menahan kalimatnya sembari memandangi kawannya. Dihembuskannya nafas panjang sebelum ia mengajukan pertanyaan. "Hyung sudah bikin keputusan?"

Yoongi menggeleng.

Sekali lagi Jimin menarik nafas dalam. Ditatapnya lekat-lekat wajah Yoongi yang begitu kebingungan. "Bukannya aku kejam, tapi seriusan, kesempatan ini benar-benar langka. Kampus kita memberikan kepercayaan kepadamu, hyung. Ingat, kesempatan ini tidak datang dua kali karena ini adalah tahun terakhirmu menjadi mahasiswa."

Yoongi tidak menjawab. Ia hanya memandangi Jimin dengan tatapan kosong.

"Aku tahu kalau kita semua sudah mempersiapkan surprise party untuk ulang tahun Chorong nuna. Tapi ayolah hyung, cintamu padanya memang menjadi prioritasmu saat ini. Namun kita tidak pernah tahu masa depan kita akan seperti apa, begitupula hubungan kalian kedepannya. Ingat, ada beberapa hal dalam hidup kita yang tidak datang dua kali dan aku yakin Rong nuna juga akan mengerti dengan pilihanmu," cerocos Jimin panjang lebar.

"Tapi sebelumnya aku telah menyakitinya," Yoongi cemberut.

"Apa Chorong nuna sudah tahu tentang hal ini?"

Yoongi lagi-lagi menggeleng.

"Hyung udah ada rencana buat bilang kan?" 

Pemuda berkulit pucat itu menggigiti bibir bawahnya sesaat sebelum memberi jawaban. "Aku takut dia akan meminta putus dariku setelah mengetahuinya."

***

Eunji baru menyelesaikan kuliah jam pertamanya yang berakhir di jam makan siang. Biasanya ia pasti akan memesan makanan di kantin dan menyantapnya dengan lahap, namun hari itu ia seperti tidak memiliki nafsu makan. Eunji pun memutuskan untuk pergi ke perpustakaan daripada berkumpul dengan teman-temannya di kantin.

Selain itu, Eunji sedang ingin menghindari seseorang. Ya, ia sedang tidak ingin melihat sosok Kim Seokjin karena pemuda itu terlihat begitu lengket dengan teman kecilnya, Kim Sowon.

Just So You KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang