Empat Belas

1.1K 27 1
                                    

Hari ini Felicia tidak banyak beraktifitas. Yang ia lakukan hanyalah makan, tidur atau mengecek ponsel. Meskipun kakinya sudah lebih baik, tapi akan terasa sakit lagi saat ia banyak bergerak.

Menjelang sore hari seseorang mengetuk pintu rumah Felicia.

"Siapa lagi yang datang? Apakah mereka senang menyiksaku? Datang saat keadaanku seperti ini." Rutuknya sambil beranjak dari sofa. Belum sempat ia menyentuh kenop pintu, seseorang telah membukanya dari luar.

"Axel!" Pekiknya.

"Kenapa kamu lama sekali sayang? Sampai-sampai aku sendiri yang harus membuka pintu."

Felicia tidak suka mendengar kalimat yang Axel ucapkan, tapi ia menghiraukannya. Ia pun berjalan mendekati Axel dengan tertatih.

"Apa yang terjadi?" Axel pun memapah Felicia menuju sofa ruang tamu.

"Aku terlalu terburu-buru, lalu aku terjatuh." Felicia tidak berbohong. Saat itu memang ia terburu-buru saat mengejar Surya.

Axel menggenggam erat tangan Felicia seolah tidak mau melepasnya lagi.

"Felicia, mungkin sudah waktunya kau mempertimbangkanku kembali. Aku akan selalu berada di sisimu. Kau tak tahu betapa aku merasa bersalah tidak bisa mendampingimu sehingga kau terluka."

"Axel!" Felicia meninggikan nadanya.

"Aku hanya keseleo. Dengar? Ke-se-le-o. Kau berbicara seolah-olah aku sakit parah. Tapi terimakasih untuk perhatianmu." Lanjutnya

Genggaman tangan Axel semakin kuat.

"Aku serius Feli. Tidak bisakah kau membuka sedikit hatimu untukku?"

"Maafkan aku Axel. Saat ini aku mencintai pria lain."

Feli menarik tangannya dari genggaman Axel, namun pria itu justru meremasnya.

"Axel, sakit."

Pria itu menegang. Penantiannya bertahun-tahun kini sia-sia. Feli selalu berpikir bahwa dirinya hanya bergurau. Sudah saatnya ia melepas topeng di hadapan Felicia. Akan ia buktikan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Dalam sepersekian detik, bibirnya sudah melumat bibir Feli dengan ganas. Lidahnya mencoba menerobos masuk, namun Feli merapatkan mulutnya.

Tidak kehabisan akal Axel pun menggigit bibir bawah Feli. Berhasil. Feli membuka mulutnya karena kesakitan.

Axel mendorong paksa tubuh Felicia sehingga kini ia menindihnya.

Perasaan Felicia campur aduk. Ia sangat terkejut, ketakutan dan merasa dilecehkan. Ia tidak menyangka sahabat yang sangat lembut bisa menjadi seliar ini.

"Cepat atau lambat kau harus menjadi milikku, Felicia Davina Naura!" Kalimat itu terucap di sela-sela cumbuan yang diberikan Axel.

Felicia tercekat. Ia berharap seseorang akan datang dan menolongnya. Namun hal itu sangatlah mustahil mengingat tetangga terdekat dari rumahnya sedang pulang kampung dan tidak ada orang lain yang dekat dengannya. Sekalipun saat ini ia mati, tak kan ada yang menyadarinya.

Air mata meleleh di pipi kanannya. Felicia terlalu shock untuk berontak. Ciuman Axel turun melalui lehernya.

Kini Axel mengendus payudaranya yang masih tertutup kaos longgar. Ia pun membenamkan wajahnya.

Felicia yang sudah merasa harga dirinya hancur hanya bisa pasrah dan memejamkan mata sambil tak henti-hentinya berdoa minta pertolongan pada Tuhan.

Buakk

Felicia tidak tahu apa yang terjadi. Ia tidak lagi merasakan Axel di atas tubuhnya. Saat ia membuka mata, yang ia lihat adalah pria idamannya dengan setelan jas sedang memukuli Axel habis-habisan.

Felicia bersyukur bisa lepas dari Axel, namun ia takut terjadi sesuatu karena perkelahian dua pria di hadapannya.

Felicia ingin mengusir Axel, namun mulutnya tidak dapat mengeluarkan suara. Hanya isakan yang keluar dari bibir mungilnya. Beruntung pria yang menyelamatkannya mengancam akan membawa Axel ke pejabat setempat jika ia tidak segera pergi.

Axel yang diancam menjadi ciut. Apalagi yang memergokinya adalah atasannya sendiri.

Axel langsung kabur setelah diberi kesempatan.

Felicia mulai tersadar.

"K..kau s..si..apa?" Suaranya pun kembali.

Pria itu mendekatinya dan memeluk Felicia yang masih terduduk.

"Shh.. Tenanglah, ini aku Surya. Kau aman bersamaku."

Tangis Felicia pun pecah di pelukan Surya.

"Aku pikir Axel orang yang baik. Hiks. Kenapa dia tega? Kenapa Mas?"

Surya merasa iba pada wanita dalam dekapannya. Sepertinya wanita itu terlalu mempercayai Axel.

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Mulai sekarang, kau bisa mengandalkanku."

Any comment?

Me And My Bestie's HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang