Sejak pertemuan pertama dengan Yiren kemarin siang, sikap yang Yuna berikan pada Soobin masih sama, respons yang gadis itu berikan terkesan dingin dan ketus. Berbeda jika respons yang diberikannya pada Kai atau pun penghuni rumah yang lainnya, sangat lembut seperti kue bolu yang berada di toko kue seberang jalan.
Hari ini Soobin memutuskan untuk kembali ke rumahnya, begitu pula dengan Yeonjun. Kakak beradik itu akan mulai disibukkan kembali dengan pekerjaan mereka yang sempat tertunda selama dua hari belakangan ini.
Tepat disaat Soobin mendudukkan diri di dalam ruang keluarga, Yeonjun tiba-tiba menghampiri lelaki itu.
“Hari ini ulang tahun Ibu, jika kau ingin pergi ke makamnya, kita pergi sekarang. Jika tidak, kau bisa tinggal di rum—"
“Aku ikut denganmu!” potong Soobin sembari tersenyum.
Pasalnya, ini pertama kalinya dalam seumur hidup seorang Choi Soobin. Jika kakaknya Yeonjun mengajaknya berkunjung bersama ke makam sang Ibu. Padahal, sejak dulu Yeonjun selalu pergi sendiri ke sana.
“Aku akan mandi dulu,” ucap Soobin yang diberi anggukan oleh Yeonjun.
Dengan kecepatan penuh Soobin berlari menaiki satu persatu tangga untuk menuju ke kamarnya, ia tidak akan membuat kakaknya merasa bosan karena menunggunya mandi, jadi secepat mungkin lelaki itu berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
Di tempat yang berbeda, tiba-tiba wajah Soobin terbayang di pikiran Yuna, gadis itu merasa kesal sendiri dibuatnya. Entah mengapa perasaan gadis itu merasa tidak enak, atau itu hanya perasaannya saja?
Setelah berpikir cukup lama, Yuna langsung mengambil ponselnya yang berada di atas nakas dan bergegas menelepon Soobin. Sialnya, panggilannya selalu saja di luar jangkauan. Yuna dibuat cemas sendiri karena memikirkan lelaki itu, gadis itu takut jika lagi-lagi Yeonjun melakukan hal yang tidak-tidak pada Soobin.
“Lia? Aku harus menemui Lia!”
Kakinya mulai berlari keluar kamar untuk menuju ke kamar Lia, berharap jika adiknya itu belum berangkat ke kampus.
“Lia! Choi Lia!” teriak Yuna sembari mengetuk pintu kamar adiknya.
Pintu kamar Kai terbuka lebar, menampilkan lelaki itu dengan setelan seragam lengkap yang melekat di tubuh tegapnya. “Kak Lia pasti sudah pergi ke kampusnya,”
Yuna membalikkan badannya, menatap Kai sebentar lalu berlari untuk turun ke bawah.
Beruntung jika kamar Kai berhadapan dengan kamar Lia, lelaki itu jadi dapat memberitahunya jika Lia sudah berangkat ke kampus atau belum. Membuatnya tidak perlu membuang waktu lagi untuk mengetuk sembari berteriak tidak jelas.
“Aku akan meneleponnya saja,” gumam Yuna.
Gadis itu dengan cepat mengeluarkan ponselnya dari tas, lalu mencari nomor Lia di kontaknya dengan cepat.
“Lia? Apa ini kau?”
“Tentu saja, kak. Kau pikir aku siapa?”
“Apa kau bersama Yeonjun?”
“Oh, kenapa kau menanyakannya?”
“Jawab saja!”
Lia tak kunjung menjawab, membuat Yuna menggeram kesal pada gadis yang berada di seberang sana.
“Tidak, Yeonjun bilang jika dia akan pergi dengan Soobin ke makam Ibu mereka,”
Yuna terkejut bukan main, awalnya ia memang sudah menduga jika Soobin saat ini memang tidak sedang baik-baik saja.
“Lia, dengarkan aku baik-baik! Yeonjun bukanlah lelaki baik yang kau pikirkan. Dan kau harus percaya padaku!”
“Kak Yuna, berhenti bicara omong kosong!”
Tut!
Lia memutuskan sambungannya secara sepihak, membuat Yuna hampir saja membanting ponselnya jika Kai tidak menghentikan aksi gadis itu.
“Ini masih pagi untuk membanting ponselmu,” ucap Kai.
“Aku pinjam mobilmu!” teriak Yuna yang kemudian menyambar kunci mobil yang berada di tangan adiknya.
Kai mengangguk pelan, lelaki itu masih tak menyadari jika dirinya harus berangkat sekolah memakai apa nantinya, terlebih lagi ia bisa saja telat masuk ke sekolah jika harus menunggu bus di halte.
Namun, yang Kai pikirkan saat ini adalah tentang ucapan Yuna di telepon tadi pada Lia, tentang Yeonjun yang sebenarnya bukan orang baik-baik. Lelaki itu mengusap tengkuknya pelan, berusaha keras untuk berpikir jernih, mencerna baik-baik jika dirinya tadi tidak salah dengar.
‘Tapi, mengapa waktu itu kak Soobin mengatakan jika kak Yeonjun adalah orang yang sangat baik?’ batinnya bertanya-tanya.
“Astaga! Kak Yuna? Dia membawa mobilku? Ck, aku bisa telat!”
❤❤❤
“Choi Soobin, ini hadiah ulang tahunmu yang ke 10 tahun dan maaf jika Ibu hanya dapat memberimu dengan sepucuk surat. Maafkan Ibu, Soobin. Ibu meninggalkanmu, tapi ketahui lah jika Ibu sangat menyayangimu. Apa kau bahagia bersama Ayahmu dan Yeonjun? Maaf jika kau tidak dapat merasakan rasa kasih sayang dari seorang Ibu. Ibu yakin selama ini kau sangat menderita dan Ibu dapat membayangkannya. Bagaimana dirimu yang selalu pergi dan pulang sekolah sendirian, tanpa sesosok Ibu. Soobin, apa kau menyesal lahir ke dunia ini? Ibu harap tidak, meski Yeonjun belum tentu dapat menerimamu. Kau pasti terkejut, bagaimana Ibu mengetahui tentang Yeonjun yang tidak akan pernah bisa menerimamu, karena salah Ibu. Tapi Ibu yakin, jika kau terus berusaha untuk membuat Yeonjun bahagia, dengan perlahan Yeonjun akan menerimamu. Soobin, berjanjilah untuk tidak menyerah. Ibu sangat menyayangimu.”
Soobin masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana isi sebuah surat yang Ibunya berikan di ulang tahunnya yang ke 10 tahun. Dulu, ia hanya seorang bocah yang selalu diacuhkan Yeonjun. Namun, kini ia berjanji untuk tidak menyerah demi Ibunya.
Maniknya masih setia menatap Yeonjun, yang kini berada di depan makam Ibu mereka. Yeonjun menangis histeris dan hari itu adalah kali pertamanya melihat sosok rapuh Yeonjun. Lelaki yang terkenal dingin padanya, tapi manis pada semua orang, kini menunjukkan sifat yang sebenarnya di depan makam sang Ibu.
“Kau tahu, selama ini aku berusaha tegar di depan semua orang. Dan sekarang kau tahu bagaimana aku yang sebenarnya,” lirih Yeonjun.
Yeonjun melirik Soobin dengan ekor matanya, bulir-bulir bening masih setia menetesi pipi putih susu itu.
“Soobin, apa kau ingin tahu bagaimana caranya agar aku menerimamu?” tanya Yeonjun lirih.
Meski begitu, Soobin masih dapat mendengarnya dengan jelas. Senyuman manis dan anggukan pun didapatkan oleh Yeonjun.
Melihat jawaban dari adiknya, Yeonjun tersenyum miring, tangan kanannya merogoh saku mantel dan ...
Dor!
“SOOBIN!”
Yuna berlari kencang menghampiri Soobin, yang kini tengah terduduk di atas tanah. Kalian salah besar jika mengira Soobin yang saat ini tengah terluka. Tadinya Lia dengan cepat berlari ke arah Soobin dan gadis itulah yang terkena amunisi dari pistol milik Yeonjun.
Tubuh Yeonjun terdiam kaku, tangannya mulai dingin layaknya tengah menggenggam es. Dengan napas yang masih memburu, serta keringat yang sedari tadi menetes di pelipisnya, lelaki itu beranjak pergi dengan mobilnya begitu saja.
Yuna yang ingin mengejar Yeonjun, dihalangi oleh Soobin, sebab keselamatan untuk saat ini Lia yang lebih penting. Mereka pun bergegas membawa Lia ke rumah sakit secepatnya, sebelum terjadi sesuatu yang tidak-tidak pada gadis itu.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Fade Away
Fanfiction(Hanya fiksi yang penulis ciptakan) {Belum direvisi} Cover by Wooskie's Hari itu, Shin Yuna seakan tersambar petir di siang bolong, saat dirinya mengetahui sebuah fakta jika lelaki yang ia cintai merupakan tunangan adik sepupunya. Takdir seakan beg...