Hitam pahit Brownies (3)

4 1 0
                                    

Di tempat lain, di saat yang sama. Are, lelaki pemilik kios buku itu sedang bergumam membaca "Cinta," karya Kahlil Gibran.

Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama.
Tempat singa melepas dahaga.

Mereka berkata tentang elang
dan burung-burung hering
Mencabikkan paruhnya ke dalam bangkai
Dalam damai, keduanya,
Dikehadiran bangkai-bangkai itu.

Oh cinta, yang tangan lembutnya
Mengekang hasrat-hasratku,
Membuatku lapar dan dahaga
Akan martabat dan kebanggaan,
Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda diriku yang lemah ini.
Biarkan rasa lapar menggigitku,
Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kauisi,
Dan mangkuk yang tidak kauberkahi...
¤¤¤¤¤

Apalah arti rasa? Jika dalam sehari bisa berubah menjadi dusta? Apa artinya rasa? Bila dalam sekejap bisa berubah menjadi murka?

Mel menangis tiada henti. Ingin ia melukai dirinya sendiri dengan jarum jahit itu, kalau ia tidak masih sayang pada kulit mulusnya. Dikoyak-koyaknya daun-daun tumbuhan di pekarangan Didi, Yang melihatnya sambil mengelus-elus dada.

Aku ada di situ. Aku tahu apa yang terjadi dari awal. Didi tidak disana, tapi sebagai sahabat Mel dari kecil, ia tahu sesuatu yang menyedihkan terjadi. Pengkhianatan.

"Udahlah, Mel. Ikhlasin aja. Lagian terus terang aja, gue lebih tenang kalau lo nggak sama dia lagi. Makan ati, Mel," kata Didi berusaha menghibur.

"Huhuhuhu....!" Mel makin membahana.

Pembantu Didi datang memberikan orange juice pada Mel.

"Ganti yang apel dong, Mbak. Huhuhuhu...."

Pembantu Mel terpaksa kembali, itu pun setelah Mel memenuhi bakinya dengan tisu kotor dan daun-daun yang di cabik-cabiknya. Kini bakinya bak tempat sampah.

"Kita kan kenal Joe sejak masih kuliah, Mel. Gue berkali-kali bilang Joe itu playboy, dan nggak bakalan berubah. Lo aja yang ngotot." kata Didi.

Sambil terisak Mel membela diri, "Dulu kan belom terikat, Di. Lagian dulu juga kalo Joe selingkuh, dia baliknya ke gue lagi. Gue pikir sesudah tunangan dia bakal berubah,"

"Nggak mungkin lah Mel! Yang namanya playboy, mau diiket pake sumpah pocong, ya tetep aja playboy. Yang bikin playboy kaya Joe itu berhenti cuma raja singa!"

Mel makin Tersedu-sedu.

"Padahal gue udah ngebayangin kita bakalan nikah bareng. Honeymoon bareng. Sebelum itu ya masak Brownies bareng. Tau-taunya... huhuhuhuhu.... Aaaaah!"

"Bikin Brownies? Setahu gue dia nggal suka masak atau malah kayaknya nggak suka Brownies...." kata Didi pelan.

"Huhuhuhu!" Mel meraung-raung.

Mel makin menjadi-jadi. Dikoyak-koyak daun-daun di pot. Biar, biar bukan cuma hatinya yang robek, rusak.

Didi geleng-geleng.

"Udah, Mel. Sekarang lo mikir ke depan deh. Karier lo itu lagi naik. Kalo lo semakin sukses, urusan cowok tinggal milih mendingan lo bantuin gue nyiapin acara pernikahan gue. Ampun deh ribetnya. Ntar lo bisa ngerti kalo nikah itu ternyata nggak gampang."

Nikah. Kata ini mampu membuat Mel terhenyak sejenak. Nikah....

"Teleponin Joe dong, Di...!!!"

Didi mendengus jengkel.

BROWNIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang