Hitam Pahit Brownies (5)

2 1 0
                                    

Sebelumnya

"Kamu tidak apa-apa kan? "

"Saya? Tidak apa-apa."

"Bisa memimpin konsepnya?"

"Bisa, no problem."

(((o(♡´▽'♡)o)))

"Good. Saya bisa memahami setiap persoalan hidup, Mel. Mungkin saya terlalu memaksa. Tapi yakin kamu bisa menangani setiap proyek, seperti sebelum-sebelumnya. Kamu sendiri merasakan hasilnya, kan?"

Mel mengangguk.

Pak Donny tersenyum. "Kalau memang kamu jenuh, mau cuti sebentar? Berlibur? Jalan-jalan ke Bali, Hawaii, Miami, Las Vegas.... atau nontonlah pertunjukan Broadway macam Phantom of the Opera. Pasti ini tak terlupakan. Bikin hidup ini lebih berarti, dan kamu akan banyak ide.... Bagaimana?"

"Saya tidak perlu liburan. Saya baik-baik saja."

"Great! Let's get it down then.... "


Kisah seorang perempuan bernama Mel berlanjut. Aku melihat hatinya resah, jiwanya tak tenteram. Di antara pemandangan pantai, kafe-kafe, gedung teater, mal-mal. Mel tidak memilih diskotek dengan suara lagu berdentum-dentum. Berkaos tank top dan mengenakan kacamata santai pun, Mel tidak pilih Pantai di Ancol, Mal Pondok Indah atau Plaza Senayan yang penuh sesak. Mel tidak menghentikan mobilnya di sana. Mel tidak berselera.

Mel sudah tahu ia mau ke mana. Langsung saja, dengan kamera yang dulu di belinya di Bali ketika berlibur bareng Joe. Ia melihat jendela kamar Joe dari luar pintu gerbang. Tidak ada tanda kehidupan. Seperti sebelum-sebelumnya, tapi... siapa tahu ada kejadian heboh dan perselingkuhan lagi.

Mel ingin melihat sosok Joe di jendela, tapi tidak mungkin, selain nun tinggi jauh di sana. Tapi diapa tahu sosok Joe diam di depan jendela, atau nongkrong di balkoni sore hari begini. Bukankah Joe biasanya berolah raga, atau berenang?

Mobil Mel masuk ke apartemen Joe, di sambut satpam yang semestinya mengenal betul wajahnya yang sering mampir ke apartemen Joe sebagai tunangannya. Mel memastikan ia memakai jaket dan topi, atau perlu juga memakai kaca mata hitam siapa tahu penyamaran kurang sempurna.


Mel memarkir mobilmya di pelataran terbuka di bawah pohon.. Lokasi tepat memantau jendela apartemen Joe. Dengan lensa tele, kamera bisa berubah menjadi keker, meneropong jelas, lebih dekat.

Joe masih juga tidak ada. Biasanya sore begini, paling tidak ia berdiri sebentar di balkoni. Jangan-jangan Joe.... Mel mulai gelisah dengan imajinasinya. Mel makin resah di dalam. Ia lalu berkeputusan keluar dan menuju ke lobby apartemen.

Pada saat itu, di depan lift yang terbuka, muncul sosok familiar itu. Joe! Ia mengenakan celana pendek dan menjinjing tas kecil. Mel segera menyelinap di balik tanaman. Joe berjalan ke arah mobilnya. Sesaat mobil Joe pergi. Mel menyusul.

Baru kali ini Mel bermain detektif. Membuntuti mobil Joe, dan gelisah sendiri. Mau ke mana Joe? Mel tahu Joe suka fitness, tapi ia tidak pernah di ajak. Memang terbukti Joe pergi sendiri.

Bukti bahwa Joe itu James Bond, nyata juga, ia bertemu beberapa orang perempuan dan menciumi pipi mereka. Akrab. Banyak perempuan cantik dan seksi, menyentuhnya, dan saling senyum nakal, sambil sesekali menyubit tangan gempal Joe. Mel mengintip dengan perasaan dongkol.

Mel pulang dengan dongkol. Masak Brownies dengan dongkol. Mama Mel geleng-geleng. Entah sudah berapa butir telur percuma untuk Brownies yang tidak terasa. Entah berapa kaleng mentega hilang untuk brownies sebagai pelampiasan rasa. Entah berapa cokelat menghitamkan Brownies yang sepahit warna. Tapi jumlah-jumlah itu tidak berarti, dibanding malam-malam penuh tangisan Mel. Lolongan jeritan hati Mel.

Keesokan harinya, sepulang kerja, Mel kembali aksinya. Kali ini melihat Joe berenang bersama beberapa perempuan. Joe terlihat senang. Mel berusaha tenang. Berpakaian santai, duduk di pinggiran kolam sambil minum jus jeruk. Seorang perempuan menghampiri Joe dengan jus jeruk, seperti yang ditangannya. Mel merasa tersaingi. Perempuqnvitu menghujani Joe dengan ciuman. Ia tertawa geli manja. Lalu terdengar sorakan yang memakasa Joe melakukan lompatan di papan lompat. Lompatan yang indah dihasilkan dari tubuh yang indah. Semua tepuk tangan. Joe mengeluarkan tubuh gagahnya dari kolam. Berbasah-basah, dengwn gagah ia menciumi perempuan tadi. Mel tidak tahan. Ia mual. Mel menyemburkan cairan jus yang berada di mulutnya. Huwek!

Aku sangat kasihan melihat Mel. Tapi bagaimana aku bisa membantu? Ia tidak kasihan pada dirinya sendiri. Orang-orang disekelilingnya belum bisa membangunkannya. Mel seperti berada dalam dumia baru, malah sebwlum kerja kini ia menengok apartemen Joe dari luar. Setelah kerja memotret jendela apartemen joe. Membuntuti joe beraktivitas, dari kerja sambil bersantai main bilyard di apartemennya. Kalau lama-lama begini ia bisa 'sakit', merasa nyaman dengan rutinitas barunya sebagai pengintai.

Malam ini contohnya. Mel tertidur di dalam mobil, ditengah bulan yang menerawang. Kaca mobil terbuka setengah, dengsn kamera berada di pangkuan Mel. Tok! Tok! Tok! Mel terperanjat. Di hadapannya ada sosok dua orang yang dikenalnya.

"Mel! Mel!"

"Joe?"

"Gila lo ya Mel?"

"Oh, lo Di. Ngapain lo disini?"

"Ngapain. Ngapain. Lo yang ngapain di sini tengah malam?"

BROWNIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang