Day 10

355 44 17
                                    

Keesokan harinya, aku bertemu dengan [name]-san selepas aku mengganti sepatu dengan uwabaki. Ia menatapku dengan tatapan tajamnya seperti biasa, hal itu membuatku bisa menghela napas lega sebab setidaknya ia tidak berusaha menghindariku lagi.

"Tetsuya," sapanya tiba-tiba. Ah, aku begitu merindukan suaranya. "Aku akan membicarakan perihal suratmu saat jam istirahat, tidak masalah?"

Aku meneguk ludah, rasanya dadaku ikut berdegup kencang tatkala mendengar permintaannya. Aku gugup, membayangkan skenario terburuk yang mungkin kelak akan aku hadapi. Aku tidak menjawab, sekadar menganggukkan kepala tanda aku menyanggupi permintaannya. [Name]-san pun tersenyum melihat reaksiku, kemudian ia pun berlalu, berjalan lebih dulu ke kelas. Aku mengendikkan bahu, lantas tak lama mengekorinya dari belakang.

Saat proses belajar-mengajar tiba, pikiranku tersita kepada [name]-san. Skenario ia mengucapkan kata-kata penolakan terus bermain di kepalaku. Rasanya aku ingin kabur saja, aku belum siap menghadapi patah hati. Untuk anak SMP sepertiku, sepertinya patah hati masih terlalu menyakitkan meski aku laki-laki.

[][][]

Saat dering bel berbunyi, saat itulah seperti ada malaikat pencabut nyawa datang; pikiranku kosong, jantungku berdetak tak karuan, kepalaku juga sakit. Apalagi, saat [name]-san secara tiba-tiba menghampiri bangkuku dan mengajakku keluar. Sungguh, lututku terasa lemas dan kakiku terasa seperti agar-agar. [Name]-san berjalan dengan tegap seraya memandang ke depan, mungkin ia tidak peduli dengan suasana hatiku saat ini, walau kami berjalan berdampingan.

"Kau bertingkah seperti aku akan menolakmu saja, Tetsuya," ujarnya saat kami tiba di atap.

Huh? Apa maksud perkataannya? Mungkinkah ...

"Tetapi jangan salah sangka, Tetsuya." Nada suaranya berubah menjadi lebih dalam, ia serius. Kala mendengarnya pun aku tanpa sadar meneguk ludah, keringat dingin sudah mengalir di pelipisku.

"Sejak awal, hal ini tidak masuk akal."

Kata-kata yang tidak ingin aku dengar. Aku terkesiap mendengarnya, jantungku rasanya berhenti berdetak saat ini.

"Sungguh, aku senang menghabiskan waktu denganmu, sebagai teman kelas dan diskusi."

Cukup, tidak perlu dijelaskan kembali, [name]-san, aku mengerti.

"Walau aku membaca novel romansa dan shoujo manga, itu fiksi bukan realita di dunia sesungguhnya. Ah, maaf kalau perkataanku kasar."

Aku menundukkan kepala seraya memejamkan mata, memaksa otakku yang berhenti berproses saat mendengar serentetan kata keluar dari mulut [name]-san untuk kembali bekerja.

"Aku mengerti." Aku berusaha mengeluarkan suara, walau terdengar lirih. Aku yakin [name]-san mendengarnya. Ya, hanya itu yang bisa kukatakan. Aku kembali mencerna kata-kata penolakannya yang pertama, kurasa [name]-san benar, hal yang kubicarakan itu tidak masuk akal.

Jatuh cinta dalam sepuluh hari itu tidak masuk akal. 

End

Yahoo, akhirnya book collab ini selesai juga. Aku buat endingnya jadi rada gantung begini kenawhyy wkwkwk. Yah emang pendek-pendek, sejak awal ini cuma drabble sebenernya, kadang kelepasan jadi ficlet sih wkwk. 

Oh ya, aku berterimakasih sama RainAlexi123 yang mengadakan kolaborasi entah zaman kapan ini. Akhirnya bisa icipin ide plot berbau Shoujo Manga. Btw Pa maaf kontakmu hilang soalnya aku pernah kecelakaan dan hpku ilang 😂

Cerita ini semoga juga bisa menghibur, kalau ada kata yang salah aku mohon maapp. Khususon untuk ShellaYu_ maap endingnya rada cliffhanger begini wkwkwkw  

Terima kasih untuk semua yang support. Akhirnya bisa selesai.

Regards,
Anyagregson

Give Me 10 Days [Kuroko Tetsuya] [KnB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang