Sebuah restoran all you can eat menjadi pilihan Ardian. Sita menurut saja, dia malas berdebat dengan atasannya itu. Termasuk saat Ardian memilihkan menu untuknya, dia hanya mengangguk.
"Kamu marah?" tanya Ardian. Sita yang sedang menata daging mengangkat kepala.
"Marah karena apa?"
"Karena kemarin saya narik kamu, terus tadi saya marah-marahin."
"Kalau cuma karena itu aja saya marah, bisa-bisa saya marah setiap hari."
Ardian hanya mengangguk. Selanjutnya tak ada obrolan, karena mereka sibuk makan. Makan berdua dengan Ardian seperti ini membuat Sita jadi tahu beberapa hal. Pertama, Ardian tidak suka pedas, pantas sambal soto kemarin tidak dia sentuh. Kedua, Ardian sangat tenang dan rapi ketika makan, hal yang tidak dia perhatikan kemarin. Ketiga, ketampanan Ardian bertambah ketika makan.
"Kenapa ngeliatin saya kayak gitu?"
"Nggak, nggak papa." Sita sedikit gelagapan. "Pak, saya boleh nanya sesuatu, nggak?"
"Nanya apa?"
"Pak Ardian DID?"
Ardian mengangkat satu alisnya, berusaha mengingat istilah itu. "Kepribadian ganda?" tanyanya memastikan. Sita mengangguk.
"Kok kamu bisa-bisanya nanya kayak gitu?"
"Ya, habis Pak Ardian sering galak, dikit-dikit marah. Tapi kadang bisa lembut, bisa ramah. Apa namanya kalau bukan kepribadian ganda?"
"Orang-orang aja yang salah paham sama saya. Saya tuh aslinya ramah, saya cuma galak kalau urusannya sama pekerjaan. Nah, kebetulan aja orang lain lebih sering liat saya pas kerja."
"Tapi...,"
"Udah, Sita. Kita tuh lagi makan, lho. Bentar lagi jam masuk dan banyak yang harus kamu kerjain."
Sita mengerucutkan bibirnya. Dia kan hanya penasaran.
***
Sita sedang bermain game di ponsel ketika pintu kontrakannya diketuk. Segera dia menghentikan game untuk membuka pintu. Sita sedikit terkejut saat melihat Hana dan Danis berdiri di depan pintunya.
"Surprise!" Hana dan Danis berteriak sambil menaburkan potongan kertas kecil-kecil. Denis mengangkat tangan, menunjukkan kotak kue di tangannya.
"Selamat ulang tahun, Sita!" Hana dan Denis memeluk Sita bergantian.
"Ya ampun, ulang tahunku kan masih besok. Kalian kok repot-repot gini?"
"Kita kan mau jadi yang pertama ngucapin ke kamu."
"Kalian tuh emang teman paling baik tau nggak," ujar Sita ketika mereka telah berpindah ke ruang tamu.
"Nggak usah lebay gitu, deh! Sebenernya tadi Mbak Indri mau ikut, tapi ada urusan apa gitu sama ayahnya Salma. Ya udah, mending kau tiup lilinnya." Hana mengeluarkan korek dan lilin dari tasnya.
"Bikin permohonan dulu!" ujar Denis antusias ketika lilin berbentuk angka 26 itu menyala. Sita menurut, dia memejamkan mata sebentar sebelum meniup lilin. Denis dan Hana bertepuk tangan. Mereka sibuk mengabadikan perayaan kecil-kecilan ini untuk diposting di media sosial.
Seusai acara tiup lilin, saatnya memotong kue. Ita sengaja menyisakan sebagian kue, niatnya untuk diberikan pada pemilik warung, ibu kos, dan beberapa penghuni kos lain.
"Aduh, lagi ulang tahun kok cemberut gitu?" Hana mengelus surai Sita.
"Ini ulang tahun pertamaku nggak sama ayah dan ibu." Suara Sita terdengar lesu. Menjadi anak bungsu dan perempuan satu-satunya membuat Sita cukup manja kepada orang tuanya.