Part 2

1.8K 220 22
                                    

TharnType OOC ya. Kalau nggak suka cerita ini bisa close, pilih cerita lainnya di akun ini.

"Mana Type? Kau tidak mengajaknya sarapan bersama?"

Nasi yang ditelan Tharn berhenti di tenggorokan. Segera ambil air minum, meneguk sampai setengah gelas. Tidak hanya untuk membasahi tenggorokannya, tapi juga mendorong nasi itu ke perut. Setelah ganjalan di tenggorokannya menghilang, Tharn merasa lega. Tapi dia menghentikan kegiatan makannya.

Tidak menduga kalau ibunya akan menanyakan tentang Type. Tharn tidak menyiapkan alasan tentang dirinya yang mengusir Type kemarin sore. Baginya, tidak ada tempat di rumah ini yang pantas ditinggali oleh anak nakal itu. Namun, ibunya berpendapat kebalikan dari dirinya.

"Dia tidak menginap di sini, Mae." Hanya itu yang bisa dikatakan Tharn.

Ibunya mengerutkan kening. Untungnya tidak berspekulasi yang bukan-bukan. Ibunya orang yang selalu berpikir positif, terlalu percaya pada putranya. Jadi, tidak mungkin ada hal buruk dilakukan Tharn pada Type. Tapi masih merasa kasihan kalau Type harus pulang ke rumahnya sementara tidak ada orang di rumah itu.

"Dia tinggal sendirian. Tidak ada yang memasak untuknya. Bagaimana kalau pagi ini dia juga tidak makan seperti kemarin?"

Sebagai orang yang pernah mengalami hal sama, sendirian itu tidak menyenangkan. Sebisa mungkin dia tidak meninggalkan Tharn terlalu lama kalau ada pekerjaan yang menyita waktu, supaya anaknya tidak pernah merasa kesepian seperti dirinya dulu. Dan ketika kekasih anaknya mengalami hal serupa, dia merasa cemas.

"Kau tak melarangnya pulang kemarin?"

"Dia punya rumah, Mae. Tidak baik meninggalkan rumah dalam keadaan kosong. Lagipula dia sudah dewasa, bisa menjaga diri dengan baik meski sendirian."

"Tharn ..." ibunya menyela. "Sebagai kekasihnya, kau harus lebih peka. Dia sering ditinggalkan orang tuanya untuk bekerja. Hanya dengan pembantu saja di rumah, tentu dia kesepian. Sementara sekarang ini pembantunya cuti hamil, dia benar-benar tidak punya teman di rumahnya. Tidak ada orang yang memasakkan makanan untuknya. Tidak ada orang untuk diajaknya bicara saat di rumah. Seperti itu kau masih membiarkannya pulang!"

Tharn tidak membantah. Meski tahu kalau Type pasti telah meracuni pikiran ibunya dengan cerita-cerita bohong, Tharn tetap tidak mau menginterupsi. Baginya, menyelesaikan urusan ini harus dengan Type sendiri, tidak dengan ibunya. Ketika Type sudah menjauh dari mereka, mudah bagi Tharn membenahi persepsi ibunya yang salah kaprah.

"Mae akan bungkuskan makanan. Berikan pada Type untuk sarapan!"

Tharn mengangguk, tapi bukan berarti setuju.

Sampai di sekolah pun Tharn tidak langsung pergi ke kelasnya. Dia pergi ke lapangan basket, menuju kerumunan siswa yang pagi ini latihan basket meski tak ada jadwal latihan rutin. Tharn mendatangi kerumunan itu. Menyapa satu dua orang yang dia kenal. Kemudian menanyakan apakah mereka mau menerima makanan yang dibawakan ibunya. Lalu mengeluarkan kotak makan bertumpuk yang dibawanya untuk teman-temannya itu.

Beres dengan urusan kotak makan dan berjanji mengambil kotak itu sepulang sekolah, Tharn melanjutkan perjalanannya ke perpustakaan. Berniat mengembalikan buku dan meminjam buku yang baru. Belakangan ini dia sedang gandrung dengan cerita fiksi bertajuk detektif. Dia sudah membaca hampir setengah rak buku dengan tema yang sama, tapi belum bosan. Bahkan berencana menghabiskan satu rak penuh.

"Pagi, Tharn!" penjaga perpustakaan menyapanya.

"Pagi juga, Phi!" Tharn membuka tas, kemudian mengeluarkan dua buku pinjamannya. "Aku mau pinjam dua buku lagi."

"Masih dengan tema yang sama?" penjaga itu sampai hafal dengan kebiasaan Tharn. Kalau sudah menyukai satu tema, tidak akan berpindah ke tema lain sebelum buku-buku itu benar-benar habis dibacanya. "Aku menyisihkan beberapa buku yang bagus. Penulisnya adalah pendatang baru di dunia tulis menulis, tapi bukunya lumayan bagus. Mungkin kau tertarik membacanya."

Fake Boyfriend, Real LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang