Jinhyuk memasukkan ponsel ke saku celananya kemudian melakukan apa yang diketikan Wooseok pada aplikasi pesan itu. Berlari. Jangankan berlari, sepertinya jika diminta Wooseok untuk pergi ke galaksi Andromeda pun akan Jinhyuk lakukan.
Jinhyuk paham, tak perlu penjelasan panjang kali lebar. Cukup dengan kata capek, Jinhyuk sudah tahu sahabatnya itu sedang tak ingin sendiri, sedang butuh sandaran, butuh ditemani, butuh seseorang untuk mendengarkan keluhnya. Dua puluh tujuh tahun bersama,
bisa dibilang Jinhyuk mengenal Wooseok lebih dari siapapun setelah orang tua Wooseok. Kebiasaan, tabiat, sifat, karakter, semuanya Jinhyuk paham. Hanya satu yang Jinhyuk tidak paham dan tidak tahu, pikiran dan hati Wooseok.Maka Jinhyuk saat ini berlari agar sahabatnya yang juga tetangganya itu tak perlu lagi menunggu lama. Toh, setelah dipikir sepertinya sudah 5 bulan mereka berdua tidak bisa bertemu dan menghabiskan waktu berdua, paling mereka hanya sempat berbalas pesan atau mengobrol singkat ketika bertemu tidak sengaja di depan rumah kemudian Wooseok akan pamit pergi karena kesibukannya. Terakhir mereka memang bertemu saat opening cabang kafe baru milik Jinhyuk tapi itu bersama teman-temannya yang lain.
Napas Jinhyuk masih terengah saat Wooseok melambaikan tangan dari ayunan yang ia naiki.
Taman dengan jarak sekitar tiga ratus meter dari rumah mereka yang merupakan fasilitas tempat tinggal mereka memang cukup luas dan nyaman. Tidak seperti pagi atau sore hari, taman itu sepi di malam hari. Waktu favorit dua sahabat itu menghabiskan waktu bermain ayunan atau tidur bersampingan sambil menatap langit. Karena tentu saja jika selain malam hari mereka pasti akan berebut dengan anak-anak yang sedang bermain bukan?
Jinhyuk menunduk, memegang lututnya.
"Capek ya? Kasiannya," ujar Wooseok meledek sambil menepuk-nepuk ayunan di sampingnya, tanda agar Jinhyuk menduduki ayunan tersebut.
"Lama banget sih lo. Lagian bukannya parkir mobil depan taman sini aja," tambah Wooseok.
Jinhyuk menduduki ayunan kosong di samping Wooseok, "Kasian nanti kendaraan lain lewat jadi sempit."
Wooseok bertepuk tangan, "Gak salah sih punya sahabat kaya lo, baiknya kebangetan."
"Perasaan gue agak gak enak nih kalau udah diterbangin gini," jawab Jinhyuk.
"Pikiran lo negatif banget, padahal gue beneran memuji. Menyanjung lo tau," Wooseok berdecak sebal.
Jinhyuk terkekeh. Mereka berdua mengayunkan pelan ayunan yang menjadi tumpuan tubuh mereka saat ini.
"Taman ini banyak berubah ya Hyuk," ucap Wooseok.
"Berubahlah Seok, lo aja berubah jadi tinggian walau cuma segini," Jinhyuk membuat simbol sedikit dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.
Wooseok memicingkan matanya menatap Jinhyuk yang tertawa kemudian sebuah tepukan kencang mendarat di bahu Jinhyuk.
"Ampun Seok. Galak banget lo!" seru Jinhyuk mengusap bahunya.
"Bodo," Wooseok mendengus sebal.
"Lo tau gak sih Seok kenapa orang-orang tuh demen jailin lo?" tanya Jinhyuk.
Wooseok mengangkat bahu.
"Karena ekspresi kesel lo tuh gemes banget tau Seok," seru Jinhyuk.
Sekali lagi sebuah pukulan mendarat di bahu Jinhyuk, "Sekali lagi ngomong, gue balik."
"Yakin mau balik?" Jinhyuk masih menggoda sahabatnya, menatap manik Wooseok penuh atensi.
"Ya, enggak sih," kalimat Wooseok menggantung di udara dilanjutkan dengan helaan napasnya, "Gue bener gak sih Hyuk milih jadi idol? Kok capek banget ya? Beneran yang capek, fiisik dan batin."
"Gue gak bisa bilang bener atau salah, karena bener dan salah itu buat gue subjektif, menurut gue bener tapi bisa jadi menurut lo salah. Jadi, bener dan salah itu tergantung kepercayaan orangnya masing-masing. Tapi, wajar kok lo capek, manusiawi Seok. Semua manusia pasti pernah ngerasain capek fisik dan batin kaya lo," jelas Jinhyuk.
"Gue iri banget liat lo, liat yang lain, bisa bebas ngelakuin apa yang lo mau tanpa takut image lo buruk. Gue mau ketemu lo sendirian di kafe lo aja mikirnya harus ribuan kali," Wooseok kembali mengehela napas.
"Belum lagi tuntutan agensi yang semuanya diatur terus tuntutan fans, walau gue tau tanpa dua itu gue gak akan bisa jadi kaya sekarang tapi ada di titik gue capek Hyuk dituntut harus A, harus B," tambah Wooseok.
Jinhyuk mengelus lembut kepala Wooseok, "Gue emang gak punya jawaban atau saran atas keluhan lo. Karena ya tiap apa yang kita pilih selalu ada konsekuensinya dan konsekuensinya beda-beda. Mungkin lo bisa istirahat sebentar, jalan-jalan misalnya atau kalau schedule lo lagi padet lakuin hobi lo. Karena gue tau walau lo capek, lo seneng sama kerjaan ini dan pasti akan selalu lo jalanin, iya 'kan? Satu hal yang jelas apapun itu, buat gue, lo udah ngelakuin yang terbaik dan gue selalu dukung lo."
"Emang gue terbaik sih tanpa lo kasih tau gue tau," canda Wooseok.
"Jumawa, hati-hati orang sombong kuburannya sempit," balas Jinhyuk.
"Itumah orang pelit."
"Orang sombong juga Seok."
"Kata siapa?"
"Kata gue barusan, lo ketempelan setan budek?"
"Kayanya gitu sih, nih samping gue," Wooseok mengarah pada Jinhyuk.
"Sialan, gak ada setan secakep gue ya Seok."
"Gue gak bilang lo setan ya."
"Tapi nada lo penuh penekanan."
"Enggak."
"Iya."
"Enggak."
Malam itu seperti malam lain ketika mereka menghabiskan waktu bersama penuh argumen dan tawa khas keduanya.
YOU ARE READING
More Than Friend
FanfictionNarasi dari weishin sosmed au "More than Friend" You can find "More than Friend" on my twitter