More than Friend

201 9 0
                                    

Kim Wooseok, sosok yang bahkan Jinhyuk tak ingat kapan pertama kali mereka kenal. Karena memang tak pernah ada perkenalan dengan saling menyapa dan berjabat tangan kemudian memberitahukan nama satu sama lain. Wooseok dan Jinhyuk saling mengenal dengan cara seperti seorang anak yang langsung memanggil Ayah ataupun Ibu. Ya, Ayah dan Ibu mereka yang membuat mereka saling mengenal. Letak rumah yang saling berhadapan adalah awal mula kedua orang tua mereka menjadi dekat dan menurun kepada turunannya.

Setiap orang yang mengenal Jinhyuk dan Wooseok pasti tahu, di mana ada Jinhyuk di situ ada Wooseok maupun sebaliknya. Bagai sepasang sandal untuk kaki kanan dan kiri yang selalu berdampingan. Meski, semakin beranjak dewasa, mereka tak bisa lagi selalu berada di tempat yang sama tetapi bukan berarti mereka menjauh. Mereka tetap saling mengisi satu sama lain.

Jinhyuk pun tak tahu sejak kapan perasaannya pada Wooseok mulai berkembang. Jinhyuk menaruh perasaan lebih pada Wooseok. Perasaan sayang dan cintanya tak lagi hanya sekedar karena sahabat.
Maka, hari itu hari terakhir masa orientasi kampus, ketika mereka kesekian kalinya pulang bersama, ketika mesin mobil dimatikan, ketika Wooseok membuka pintu mobil untuk turun dari mobil milik Jinhyuk, Jinhyuk menarik tangan Wooseok, menahannya agar tetap di mobil dan Jinhyuk memberanikan diri menyatakan perasaannya.

"Kenapa?" tanya Wooseok sambil membenarkan kacamata bulatnya dan menatap Jinhyuk.

"Seok, I love you," ucap Jinhyuk tanpa basa-basi meski irama jantungnya sudah tidak beraturan.

"Bercanda mulu lo," jawab Wooseok yang kemudian berpaling ingin turun dari mobil.

"Gue serius Seok, gue jatuh cinta sama lo. Gue berkali-kali bingung dan bertanya sama diri gue sendiri, apakah ini hanya perasaan sayang sebatas sahabat atau bukan. Akhirnya gue sadar kalau gue jatuh cinta sama lo. Gue cemburu ketika lo deket selama seminggu ini deket sama kakak senior itu. Hati gue sakit tiap denger cerita lo tentang gimana cara Seungsik ngedeketin lo. Gue cinta sama lo Seok," ungkap Jinhyuk.

Wooseok terdiam, alasan utamanya selain terkejut akan pernyataan Jinhyuk, Wooseok benar-benar tidak tahu harus menjawab apa.

"Lo gak usah jawab gak apa-apa, gue cuma ingin ngungkapin apa yang gue rasa ke lo," ucap Jinhyuk.

"Sorry," Wooseok menggigit bibirnya.

Jinhyuk tersenyum lapang. Jinhyuk memang tak berharap banyak perasaannya akan berbalas.

***

Sudah sebulan sejak Jinhyuk menyatakan perasaannya pada Wooseok. Tandanya sudah sebulan pula Wooseok menghindari Jinhyuk. Pesan dari Jinhyuk yang jarang dibalas, telepon yang tidak diangkat, bahkan Wooseok selalu berangkat lebih pagi dan pulang larut dari kampus agar tak bertemu Jinhyuk. Sejujurnya Jinhyuk menyesali perbuatannya yang malah membuat Wooseok canggung dengan dirinya sehingga ia menghindar bertemu dengannya. Tetapi nyatanya Jinhyuk pun butuh waktu untuk memulihkan perasaannya. Jinhyuk memang tak berharap banyak perasaannya akan berbalas tetapi pedih itu tetap ada. Untungnya, kesibukan menyesuaikan diri sebagai mahasiswa baru membuat pikiran Jinhyuk cukup teralihkan dari perasaan pedihnya.

Libur semester tiba. Jinhyuk kini ada di depan pintu kamar Wooseok, berhadapan dengan sang empunya yang terdiam mematung, setelah hampir enam bulan ada jarak diantara mereka, pagi ini Jinhyuk mengetuk rumah Wooseok yang kemudian seperti biasa Mama Wooseok menyuruhnya untuk langsung saja naik ke kamar Wooseok yang berada di lantai dua.
Canggung? Tentu, terpancar dari gerak-gerik keduanya. Namun sorot mata tak bisa berbohong, terlepas dari kecanggungan yang mereka bentuk sendiri, rindu bercengkrama bersama juga terlihat.

Jinhyuk memulai pembicaraan, "Kita mau berdiri aja begini?" tanya Jinhyuk dengan senyum ramah yang tentu saja Wooseok dirindukan.

"Eh?" Wooseok bergumam menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian menyilakan Jinhyuk masuk ke kamarnya.

Mata Jinhyuk mengedar, kamar Wooseok tak ada yang berubah masih sama seperti terakhir kali dirinya lihat, dan masih seperti biasa–berantakan, meski saat ini tidak begitu berantakan seperti sebelum-sebelumnya.

"Lo masih Wooseok yang sama," ucap Jinhyuk sambil mengambil buku-buku yang berada di ujung tempat tidur kemudian ia rapihkan dengan menyusunnya di rak buku.

"Karena gue bukan power ranger," sahutnya sambil mau tak mau mengikuti Jinhyuk membereskan beberapa barang dan meletakkan pada tempatnya.

Tiga puluh menit berlalu yang mereka lakukan hanya membereskan kamar Wooseok. Setelah itu, Wooseok terlebih dahulu menuju balkon kamarnya diikuti Jinhyuk.

"Apa kabar Seok?" tanya Jinhyuk dengan tatapannya yang tetap menatap pemandangan dari lantai dua kamar Wooseok.

"Baik, lo?" jawab Wooseok.

"Sama," jawab Jinhyuk pendek.

Hening kembali menyeruak diantara mereka.

"Seok."

"Hyuk."

Ucap keduanya berbarengan.

"Lo dulu," ujar Wooseok.

"Lo dulu deh," balas Jinhyuk.

"Lo dululah, lo yang nyamperin gue ke sini tandanya ada yang ingin lo omongin ke gue 'kan?" cecar Wooseok.

"Oke, oke, gue duluan."

"Pertama, gue minta maaf, tanpa berpikir panjang dampaknya, malem itu gue ngungkapin perasaan ke lo. Kedua, selama enam bulan ini gue kehilangan sahabat gue dan gue gak suka. Ketiga, gue udah berpikir dan introspeksi makanya gue ke sini untuk minta maaf dan meminta lo untuk bersikap biasa lagi ke gue. No, canggung. No, menghindar," jelas Jinhyuk, netranya menatap Wooseok menunggu jawaban.

"Gue juga minta maaf gak bisa bales perasaan lo. Gue nyaman deket lo, jalan sama lo tapi perasaan gue ke lo, ya sebagai sahabat gak lebih. Jujur, gue juga ngerasa kehilangan lo, mungkin bisa dibilang gue rindu ngobrol random sama lo, jalan-jalan tanpa tujuan bareng lo dan pastinya cerita ke lo. Terakhir, gimana bisa gue ngelakuin itu Hyuk? Ketika gue tau perasaan lo ke gue tapi gue cerita ke lo tentang orang lain?"

Jinhyuk terkekeh, kedua tangannya memegang lengan atas Wooseok, dengan sedikit menunduk ditatapnya Wooseok mendalam, "Seok, perasaan gak bisa dipaksain. Gue pun gak ingin kalau lo bales perasaan gue karena terpaksa atau kasihan. Gue menyadari menghabiskan waktu sama lo adalah kebahagian buat gue walau lo cerita tentang orang lain gak apa-apa Seok, kebahagian lo kebahagian gue juga. Jadi, gue harap kecanggungan itu hilang dari lo dan lo gak perlu menghindar lagi, oke?"

Wooseok mengangguk.

"Cerita semuanya ke gue kaya biasa. Dan inget, gue selalu di sini buat lo gak akan ke mana-mana."

Wooseok kembali mengangguk.

More Than FriendWhere stories live. Discover now