Awan seputih susu berarak mengikutiku yang tengah terburu-buru menuju toko. Sialnya, Minggu malam yang damai membawaku larut dalam novel baruku dan dua cangkir kopi, sehingga aku baru bisa terlelap pada dini hari.
Menurut ramalan cuaca, hari ini cukup cerah sehingga dress linen putih adalah pilihan yang tepat untuk membalut tubuh tinggi kurusku. Aku terus berjalan dengan topi lebar bertengger manis di kepalaku.
Di persimpangan jalan aku berbelok ke kiri. Aroma manis mengular dari kedai kopi di depan sana, mengundang setiap pejalan kaki untuk mampir sejenak menikmati pagi. Tapi aku hiraukan. Tidak ada kopi untuk pagi ini atau si Botak Tua pemilik kebun di bukit sebrang itu akan menerorku dengan puluhan telepon dan pesan panjang.
Akhirnya aku tiba di teras kayu coklat dengan truk putih terparkir di depannya dan seorang Botak Tua bermuka masam. "Apa yang membuatku harus menunggu selama ini? Hampir 30 menit dan mungkin bunga pesananmu sudah layu."
"Selamat pagi Tuan Edd, terima kasih dan maaf soal itu, ada sedikit masalah di rumah." Aku berusaha tetap ramah meskipun dalam hati sangat malas bertemu orang ini. Kenapa tidak mencari sopir? Ah maksudku, untuk ukuran usaha perkebunan bunganya yang cukup sukses, dia tergolong orang pelit yang tidak mau terlalu banyak mengeluarkan uang untuk pekerja. Ah, lupakan itu.
"Tanda tangan di sebelah sini, dan bungamu sudah aku letakan di depan pintu." Katanya mengabaikan sapaanku sembari menyodorkan sebuah buku.
Aku membubuhkan tanda tangan lalu menyerahkan buku itu kembali pada tuannya. "Sekali lagi terima kasih Tuan Edd, semoga harimu menyenangkan!" Aku berusaha tersenyum tulus tapi hanya dibalas dengan lambaian buku. Saat si Botak Tua dan mobilnya sudah menghilang di tikungan, aku bergegas membuka toko dan menarik dua kardus besar penuh bunga.
Jangan biarkan si Botak Tua merusak mood Senin ceriaku. Bergegas, aku mulai berbenah dan membersihkan seluruh sudut toko. Setengah jam kemudian, seluruh sudut toko sudah bersih, lemari pendingin kosong, dan gelas-gelas kaca besar siap diduduki bunga-bunga baru.
"Selamat pagi, Nona!" Sapa pengunjung pertamaku hari ini, suara paraunya beradu dengan denting bel toko ini. Raut wajahnya amat mendung dengan langkah kaki yang lesu.
"Selamat datang di Vintage Blossom! Silahkan duduk. Ada yang bisa aku bantu?" Aku tersenyum ramah sembari terus memangkas ujung batang bunga Carnation. Di depanku, berbagai jenis bunga dengan bungkus plastik tengah menunggu giliran untuk dibersihkan.
Pria berusia sekitar 25 tahun itu duduk di depanku. Apa yang membuatnya semendung ini? Dia tidak membuka suara, hanya diam memperhatian aku bekerja. "Mau teh?" Kataku sembari menatap manik coklat gelapnya yang tampak redup. Dia hanya mengangguk.
"Apa yang membuatmu seperti ini? Maksudku, kau nampak kosong dan," aku hanya mengangkat bahu sembari meletakan secangkir teh di hadapannya.
"Terima kasih," dia menyesap teh chamomile tanpa peduli uap panas yang masih mengepul. Aku menghentikan pekerjaanku saat dia meletakan cangkir di meja sembari berkata; "kekasihku, entah apa yang ada di pikirannya. Sudah hampir delapan tahun kami bersama, dan selama itu juga dia seperti tidak pernah percaya padaku. Kau tau? Amat tidak nyaman selalu dicurigai dan dianggap bohong padahal aku selalu mengatakan yang sebenarnya. Aku lelah dengan semua ini."
"Aku berusaha memahami itu. Mungkin yang dilakukan oleh kekasihmu adalah wujud ekspresi cintanya padamu. Kalian pernah membicarakan hal ini?"
"Dia selalu berkata akan berusaha tidak lagi bersikap seperti itu, tapi hanya berlangsung dua hari dan diulang lagi. Aku hanya ingin dia tau bahwa aku tidak seburuk yang dia pikirkan. Aku berusaha untuk setia padanya." Katanya dengan nada yang terdengar putus asa.
"Bincang-bincang soal kesetiaan, aku rasa aku tau bunga apa yang tepat untuk kekasihmu. Bunga ini sudah identik dengan kesetiaan sejak abad ke-15. Forget Me Not, bunga kecil dengan warna lembut yang senantiasa mengingatkan kita bahwa yang tersayang pasti tak akan pernah tergantikan, dia akan selalu ada dan selalu diingat. Sekecil apa pun dia, dia tidak terlupakan. Coba berikan Forget Me Not pada kekasihmu, dan katakan apa yang tadi kau katakan padaku."
"Baiklah akan aku coba, beri aku Forget Me Not ungu. Apa maknanya tetap sama? Karena dia sangat suka warna ungu."
"Tentu saja maknanya tidak berubah. Tunggu sebentar, akan aku buat bouquet ukuran sedang untuk kekasihmu." Kebetulan Forget Me Not ungu ada di salah satu kardus dari kebun si Botak Tua. Segera aku bungkus dengan paper wrap putih dan pita satin ungu tua.
"Apa kau percaya pada kesetiaan, Nona?" Dia bertanya lebih kepada untuk menghilangkan hening di antara kami.
"Tentu aku percaya. Aku selalu yakin bahawa dengan saling percaya dan terbuka, kesetiaan akan mengikuti kita. Ungkapkan kesetiaanmu dengan bunga Forget Me Not ini." Kataku sembari menyodorkan bouquet miliknya.
"Terima kasih Nona," katanya dengan semangat yang sedari tapi tidak nampak.
"Selamat berjuang, semoga berhasil!" Aku melambaikan tangan padanya yang mulai melangkah keluar dari tokoku.
Kesetiaan itu mahal bukan? Maka dari itu harus selalu ditunjukan dan diperjuangkan :)
30 Oktober 2020
Tinggalkan jejak! :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Vintage Blossom
Художественная прозаIni cerita tentang Mei dengan para Tuan dan Nona pembeli di tokonya. Bagaimana Mei bisa memahami hati mereka, sehingga dapat memberikan bunga yang tepat. Segala rasa yang susah diucapkan, dapat diungkapkan melalui perantara bunga. Pada Mei, kita aka...