Aku sedang sibuk dengan gagang telepon dan buku catatan kecil saat tamu pertamaku hari ini datang. Gadis usia 15-an dengan rok kotak-kotak cokelat dan blazer merah tua khas seragam sekolah menengah ternama kota ini. Sementara itu aku hanya tersenyum dan memberi isyarat padanya untuk duduk, karena aku masih menerima telepon. Tapi dia malah terpaku pada mawar aneka warna yang masih duduk manis di dalam ember besi.
Mawar-mawar itu baru datang beberapa menit yang lalu, belum sempat aku bersihkan. Ah, aku sudah selesai mencatat pesanan seorang MUA. Biasa, hand bouquet untuk pernikahan. Aku sapa Nona yang masih asik dengan mawar-mawarku.
"Selamat pagi Nona. Mm, kau tampak murung." Ya, sejak masuk ke tokoku, mukanya memang semendung langit bulan November.
"Bolehkan aku menjadi temanmu?" Katanya sambil menundukan wajah.
"Oh tentu, tentu saja boleh."
"Sejak pindah ke kota ini, aku jadi tidak punya teman. Mungkin karena ini." Dia menunjuk kacamata tebal yang ia kenakan.
Menjadi pendatang memang tidak mudah. Kita akan susah diterima hanya karena penampilan kita sedikit 'berbeda'. "Ke mari, duduklah. Mulai hari ini kau adalah temanku. Tapi maukah kau berjanji? Jangan pernah lagi datang ke tokoku saat jam sekolah. Itu mengganggu belajarmu."
Dia menghempaskan diri di kursi depan meja kasir. "Aku berjanji. Aku hanya tidak suka sekolahku. Semua orang di sana menatapku aneh. Aku duduk di bangku belakang sendirian, aku ke kantin sendirian, semua serba sendirian." Dia menggerutu sambil menopang dagu.
Aku segera bangkit menuju meja kecil di sebelah barat, membuatkan dia secangkir teh bunga chamomile. "Mungkin kau hanya perlu beradaptasi. Sendiri tidak terlalu buruk. Aku adalah orang yang lebih suka kemana-mana sendiri. Cobalah untuk menikmatinya. Semua akan baik-baik saja selama mereka tidak mengganggumu." Aku meletakan secangkir teh yang masih mengepulkan uap panas di depan gadis itu.
"Apa kau selalu melakukan itu setiap kali ada yang berkunjung?"
"Tentu saja, secangkir teh untuk teman baruku."
"Terima kasih." Dia tersenyum tulus. "Baiklah, aku coba menikmati semuanya."
"Jangan murung lagi, sekarang kau sudah punya teman." Aku menyunggingkan senyum hangat.
Dia tersenyum. "Siapa namamu? Apa kau tau semua jenis bunga? Kau berpakaian aneh, maksudku, pakaian itu nampak sudah ketinggalan jaman. Tapi kenapa kau punya banyak teman?"
Gadis belia yang sangat kritis. Aku menghela nafas kemudian kembali duduk di balik meja kasir. "Namaku Mei. Aku tau semua jenis bunga karena aku berteman dengan mereka. Dan bagi orang dewasa, memilih teman bukan dilihat dari penampilan, tapi dari sini." Aku menunjuk dada kiriku.
"Aku Cala. Ah, aku ingin cepat menjadi dewasa. Bolehkah aku di sini sepanjang hari? Setidaknya, sampai jam sekolah selesai?"
"Menjadi dewasa tidak semudah yang kau pikirkan." Kataku sambil terkekeh. "Dan tentu saja kau boleh di sini sepanjang hari, tapi jangan mengganggu pekerjaanku."
Cala hanya mengangguk kemudian menyesap tehnya. Aku bangkit menuju pintu paling pojok lemari penyimpanan. Aku mengambil gunting, pemangkas daun, dan 3 gelas kaca besar. Aku menuju ruangan belakang. Cala sedang sibuk mengamati bunga chamomile kering yang mengambang dalam cangkir tehnya.
Aku kembali dengan tiga gelas kaca yang sudah terisi air. Aku mengambil mawar-mawar dalam ember kemudian membawanya ke meja kerja. Aku mulai memangkas daun-daun mawar dengan cepat saat Cala berkata; "boleh aku bantu?"
"Boleh, begini caranya." Aku memberikan alat pemangkas daun pada Cala, kemudian mengambil satu lagi di lemari penyimpanan. "Kau pegang di sini, letakan alat itu di bagian ini, kemudian tinggal di tarik. Kalau kau takut mematahkan batangnya, pakai gunting saja."
Dan ya, Cala memilih menggunakan gunting. Dia memangkas satu persatu daunnya dengan sangat hati-hati, mungkin takut mawar-mawar itu rusak. Satu ikat mawar merah tua selesai. Tinggal pangkas sedikit batangnya, kemudian masukan ke dalam gelas berisi air.
"Cala, tolong masukan mereka ke dalam lemari pendingin, letakan di sebelah tulip merah itu."
"Kenapa kau membeli mawar segelap ini? Orang-orang lebih memilih mawar merah biasa untuk menyatakan cinta." Katanya sambil berjalan menuju lemari pendingin.
"Itu pesanan satu keluarga yang sedang berkabung. Kerabatnya meninggal dunia." Kataku sambil terus memangkas daun-daun mawar oranye.
"Oh, berarti mawar gelap adalah tanda kesedihan?"
"Ya, kesedihan yang teramat dalam, atau kau boleh menyebutnya sebagai ratapan."
"Kalau yang ini?" Cala menunjuk setumpuk mawar oranye yang sudah dipangkas daunnya.
"Ini adalah simbol semangat, dan kehangatan cinta untuk seorang sahabat. Ambilah." Aku menyodorkan satu tangkai mawar oranye dengan kelopak paling besar, mekar sempurna.
"Untukku? Cantiknya! Mei, kau sahabat yang baik. Aku berjanji akan menyimpannya." Mata Cala mengerjap beberapa kali, kemudian dia tersenyum.
"Gantung dia secara terbalik dalam ruangan yang sejuk, mawarmu akan mengering tanpa berubah warna."
"Benarkah?"
"Ya, tentu akan sedikit menghitam. Kau tau Cala? Mawar oranye adalah hasil perkawinan silang antara mawar merah dengan mawar kuning. Oleh karena itu, mawar oranye memiliki filosofi gabungan dari kedua induknya. Persahabatan yang merupakan filosofi mawar kuning, dan cinta yang merupakan filosofi mawar merah."
"Dan hangat. Warna oranye mengingatkanku pada musim gugur." sambung Cala. Matanya tak lepas memandang mawar oranye miliknya.
Cala meminjam satu gelas kaca, mengisinya dengan air, kemudian menyimpan mawarnya di sana. Dia berjanji akan mengembalikan gelas itu pada kunjungan berikutnya.
Sepanjang hari, aku tidak kesepian di toko karena ada Cala yang riang. Dia sedikit membantu tapi banyak bertanya. Kenapa orang menikah selalu memilih bouquet mawar? Adakah bunga lain yang melambangkan cinta abadi? Apa baby breath tidak bisa tumbuh lebih besar dari itu? Dan banyak lagi pertanyaan ajaibnya.
Menjelang sore, aku sibuk dengan hand bouquet pesanan tadi pagi. Cala serius memperhatikan bagaimana aku merangkai mawar-mawar pink dan menyelipkan satu-dua tangkai bunga baby breath di antaranya.
Tepat saat Nona pemesan hand bouquet datang, Cala pamit pulang. "Mei temanku, terima kasih untuk hari yang indah ini,"
"Terima kasih kembali Cala, hati-hati di jalan." Kataku sambil mengantar Cala sampai ke depan pintu.
Dia berjalan riang sembari memeluk gelas besar yang hanya berisi setangkai mawar. Kuncir kudanya bergoyang-goyang seirama dengan langkah kakinya. Mendung yang tadi pagi menggelayut di atas kepalanya, mencair berkat kehangatan mawar oranye.
1 Agustus 2020
Tinggalkan jejak ;)

KAMU SEDANG MEMBACA
Vintage Blossom
Fiksyen UmumIni cerita tentang Mei dengan para Tuan dan Nona pembeli di tokonya. Bagaimana Mei bisa memahami hati mereka, sehingga dapat memberikan bunga yang tepat. Segala rasa yang susah diucapkan, dapat diungkapkan melalui perantara bunga. Pada Mei, kita aka...