6. Priest Robert

10 7 2
                                    

Saat ini, aku sedang berada di taman. Taman milik keluargaku yang mengitari rumah kami. Aku duduk di bangku taman yang terbuat dari kayu. Menatap kosong pohon bambu yang tumbuh di dekat kolam renang. Semilir angin berhembus mengenai tengkukku. Kenapa selalu ada angin, ya?

Mataku menatap mata Popo yang sudah hilang sebelah. Semakin lama kubersamanya, semakin besar keinginanku untuk menyiksanya. Kali ini, aku memegang sebuah jarum jahit di tanganku. Tatapanku benar-benar kosong. Seringai di bibirku mulai tercetak saat kuangkat jarum itu ke aMatakutas. “Popo, lihatlah!”

‘Jangan, Jake!!!’

Srekkk ....

Jarum itu menggores baju milik Popo. “Hua-ha-ha-ha-ha, aku merasa sangattt puas.” Aku melepaskan jarum dari capitan ibu jari dan telunjukku.

“Jake, di mana kamu?” Suara mama menggema dari arah teras rumah. Aku segera mencari-cari jarum yang baru saja kulepaskan ke tanah. Dengan terburu-buru, akhirnya jarum itu ketemu dan aku menyembunyikannya. Boneka Popo pun kudekap dengan kuat, agar baju Popo yang tergores tidak terlihat oleh mama.

“Iya, Mah.” Aku berlari menghampiri mama yang mencariku. Popo kutinggal di kolong bangku taman.

“Jangan tinggalkan aku, Jake.” Tubuh Popo bergerak menggeliat di bawah kolong kursi. Aku meliriknya dengan ekor mataku, tidak berani melihat seutuhnya. Kakiku semakin gencar untuk melangkah lebih cepat meninggalkan taman ini.

Aku telah sampai di teras rumah. Aku melihat seseorang? Siapa yang lagi sama mama, ya? Aku semakin menghampiri mama yang sedang berbincang dengan seorang pria. Di pandanganku, pria itu berpakaian seperti ahli agama. Aku mendapati matanya yang melirik ke arahku.

“Mah,” ucapku menggerak-gerakan baju mamaku.

“Hei, Jake. Habis dari mana kamu?” tanya mama kepadaku dan mengelus kepalaku. Tangannya turun dan merangkul bahuku. “Perkenalkan, ini pastor Robert. Pastor Robert orang yang sangat pandai agamanya, Jake.”

Aku tidak suka melihat pastor yang bersama mama dengan alkitab di dekapannya. Tubuhku terasa panas seketika. “Entahlah, Mah, Jake lebih tertarik bermain dengan Popo.”

Aku berlari meninggalkan mama dan pastor yang sama sekali tidak kukenal. Aku menaiki tangga yang tersedia di luar rumah menuju rooftop. Aku tau Popo pasti ada di sana! Sebelum aku menghampiri mama, aku tau Popo sudah tidak ada di kolong bangku. Aku akan mencari Popo di sana! Pasti ada!

Di saat aku berlari, aku hanya mengacuhkan panggilan mamaku. Aku tidak ingin membuat Popo sedih, sebab ia berkata padaku. Katanya, ‘Aku benci dengan seorang yang pandai agama, Jake. Dia bisa menyakitiku.’

Baiklah, aku akan menjauhkan Popo dari pastor tersebut. Aku tidak mau kehilangan temanku, lagi. Aku akan menjaga dan melindunginya.

“Jake! Ke sinilah sebentar, mama dan pastor Robert ingin ngobrol denganmu! Jake! Jake!” teriak mama.

Mama yang terus-terusan memanggil namaku cukup membuatku kesal. Aku menoleh ke arah mama dan pastor tersebut. “Apa sih, Mah? Jangan ganggu Jake! Jake sedang mencari Popo!”

Aku lanjut berlari menuju tangga bambu, lalu menaikinya sambil berteriak, “Popo, where are you? Jangan bercanda, Popo! Ini sangat menjengkelkan, Popo. Ini seperti bermain petak umpet dan aku tidak menyukainya!”

Saat aku sampai di rooftop rumahku. Benar saja, aku melihat Popo sedang duduk di sofa usang yang bertahun-tahun diletakkan di rooftop rumahku. Warnanya sudah hijau ditumbuhi lumut akibat sering kehujanan. Lalu, entah mengapa di rumahku ini seperti hanya ada musim hujan.

“Hei, Popo! Maafkan aku terlalu lama menghampirimu. Bagaimana dengan ....” tanyaku berlari menghampiri Popo. Aku terkejut melihat baju Popo yang koyak, aku bertanya, “Popo, siapa yang melakukan ini kepadamu? Lihat, bajumu rusak!”

Popo Doll [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang