~Semakin dipercaya semakin menyakitkan, seperti itulah bayangan takdir yang tidak diinginkan hadir ~
*Flashback on
Liburan semester perkuliahan telah berakhir rasanya aku tak ingin kembali ke sana. Sungguh, lebih baik sekarang aku menjalani hidup yanb baru. Tapi tidak, aku tidak ingin menjadi pengecut yang hidup menghindari masalah. Tanpa sarapan atau berdandan dengan benar aku berangkat ke kampus terkutuk itu. Ya, tempat dimana semuanya menjadi lebih buruk dari biasanya. Tempat dimana semuanya dimulai agar yang kurasa lebih menyakitkan. Rasanya sangat berat bertemu dengan mereka, menghadapi dunia yang bahkan tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku, yang hanya seorang gadis dengan masa kecil menyedihkan yang bahkan tak bisa memperlihatkan air mata kesedihan kepada orang lain. Aku, yang tak bisa memberi tahu dan meminta orang lain untuk melindungi dan merawatku. Aku, yang tak bisa terlalu jahat kepada orang lain. Ya, aku, kini berada di ambang sakit hati yang mendalam. Aku tak berharap lebih bahagia dari masa sebelumnya, karena apapun yang terjadi tentu masa depanku dipertaruhkan. Pikiran bahwa aku akan semakin sengsara tersebab masalah ini terus memenuhi pikiran dan hatiku, rasanya tak siap menjadi lebih menderita dari sebelumnya. Tapi sungguh, inilah takdir yang mana semakin dipercaya semakin menyakitkan. Takdir dimana aku tak akan pernah merasakan bahagia. Ah, andai aku bukanlah aku. Semua akan menjadi lebih baik jika aku tak ada. Aku akan lebih bahagia dan selalu tersenyum. Tapi sudahlah, semua harus dihadapi. Bersamaan dengan aku mengusap pipi yang basah karena aliran deras air mata, aku tersadar bahwa semua baru dimulai sekarang. Aku menguatkan langkah, masih ada sedikit harap bahwa semua sedikit baik-baik saja. Sampai di kelas, aku langsung duduk di kursi kosong jauh dari mereka. Pikirku, akan lebih baik untuk menghindari kontak dengan mereka sekarang. Perkuliahan dimulai, selama 90 menit ditemani lamunan yang selalu menyakitkan pikiranku, aku tetap sendiri. Tak ada yang menyapa ataupun menanyakan kabarku selama ini. Aku tetap dalam karakter, sudah bersiap bahwa semua memang akan seperti ini. Sembari menahan tangis, aku melihat sekeliling. Sungguh, mereka sangat bahagia. Tertawa dan tersenyum, tanpa melihat aku sedang bagaimana. Setelah kuliah selesai, aku langsung beranjak. Tak berniat menghampiri mereka terlebih dahulu seperti yang biasa kulakukan. Kupercepat langkahku agar segera meninggalkan mereka, tapi sungguh ada sedikit harap seseorang memanggilku untuk sekedar menyapa sekarang. Pasti sangat menyenangkan bicara kepada mereka setelah sekian lama. Ah ! Tidak! Aku akan lebih tersakiti bila berharap seperti itu.
"Afza! " Seseorang berseru, tanpa sadar senyum tipis muncul di bibirku. Aku menoleh, memperlihatkan senyumku pada salah seorang dari mereka. Dia menghampiriku, aku tak beranjak.
" Ke kantin yuk " ajaknya dengan raut wajah datar. Melihat ekspresinya, aku tahu bahwa sama sekali tidak ada ketulusan dalam ajakannya. Aku tetap tersenyum.
" Duluan aja " balasku singkat lalu beranjak pergi
*Flashback off
Aku pulang, sangat kelelahan. Sungguh aku merasa seperti setengah hidup, menjalani hari yang seperti ini. Tak ada yang peduli kepadaku, bahkan untuk sebentar saja. Aku selalu menyadari bahwa aku hanya sendiri sedari kecil, tapi sungguh ketika mulai dewasa aku baru menyadari bahwa kesendirian sangat menyakitkan. Di rumah, tak ada yang menyambutku. Entah apa kesalahan ku, tapi memang dari kecil aku tak terlalu akrab dengan semua anggota keluarga. Banyak orang dirumah, tapi aku selalu merasa mereka bukan bagian dari hidupku. Rasanya, aku memang hanya akan selalu terbuang. Menyakitkan. Mengingat bahwa kedua orang tua kandungku bercerai sejak aku berumur 2 tahun, semua menjadi kacau sejak saat itu. Setiap hari, tidak, bahkan setiap detik tak ada satupun anggota keluarga yang benar menganggap ku bagian dari mereka. Aku sudah terbiasa, sungguh. Hidup yang memilukan ini sudah kujalani dari dulu, tapi entah bagaimana setiap ada masala baru luka lama selalu kembali menganga. Aku merasa seperti masalah dan luka menumpuk dalam diriku. Sendiri, hampa, terbuang. Kurasa masih banyak lagi kata menyedihkan untuk menggambarkan bagaimana aku hidup. Bagaimana menyedihkannya kisahku, aku tau bahwa mungkin ada banyak kisah yang lebih menyakitkan dibanding kisahku. Tapi selalu kubandingkan dengan, setidaknya mereka punya seseorang untuk bersandar. Sedang aku tidak, maka kisah mana yang lebih menyedihkan dari kisahku ? Aku tidak ingin berbagi kesedihan kepada orang lain apabila mereka sejenak saja mau mendengarkan bagaimana sengsaranya aku, aku hanya ingin mereka mendengarkan dan berubah menjadi manusia yang lebih baik. Tanpa perlu menyakiti orang lain, percayalah kalian akan lebih bahagia. Tanpa ada orang lain yang berharap kalian memiliki luka yang sama, percayalah kalian akan lebih bahagia. Tanpa ada seseorang yang memalingkan muka ketika kalian sapa, percayalah kalian akan lebih bahagia. Aku seperti ini, bukan untuk membagi duka agar kalian juga ikut merasa. Tapi sungguh, aku ingin kalian hidup bahagia tanpa melukai hati dan menghancurkan hidup orang lain.
Bersambung.....

KAMU SEDANG MEMBACA
Cheerless Stranger
Подростковая литература" Saya akan tetap begini, selalu menjadi saya walau orang lain kerap meninggalkan saya karena mengetahui bagaimana saya yang sesungguhnya. Saya tidak akan menjadi orang lain hanya untuk dikasihani dan agar orang tak berpaling dari saya " Ujar gadis...