Keesokan harinya ....
Shing bangun dari tidurnya, dirinya melihat Clora sedang membakar ikan di sana. Shing pun beranjak dari tempatnya duduk, ia berjalan mendekati Clora, sembari melirik Clora yang sedang membakar ikan.
"Kak, apa kau yang menangkap ikan ini?" tanya Shing.
"Tentu saja! Lihat, ikanya lebih besar. Aku juga memetik buah di dalam hutan tadi, jadi duduklah dan makan semua hasil jerih payahku."
Shing menuruti perintah Clora, ia memakan semua yang sudah disiapkan oleh Clora untuknya. Selesai makan, mereka berdua membongkar tenda, dan membersihkan tempat yang mereka singgahi. Setelah itu mereka pun, melanjutkan perjalanan yang tidak mereka tau ke mana arah tujuan.
"Kak, kita mau pergi ke mana?" tanya Shing, yang terlihat bingung ke mana dirinya akan pergi.
"Berpetualang," jawab Clora singkat.
"Wah! Aku rasa petualangan kali ini cukup menyenangkan," ucap Shing antusias.
Sementara Clora sendiri hanya mengangguk mantap, mereka berdua terus berjalan menyusuri hutan, dan tibalah mereka di sebuah desa. Di sana mereka menikmati lingkungan yang sangat asing, mereka terus berjalan, hingga akhirnya mereka berdua melihat seorang nenek terjatuh saat membawa kayu yang cukup banyak di punggungnya. Dengan sigap, Clora dan Shing berlari menghampiri nenek tersebut, sembari membantu nenek itu berdiri. Sementara Shing tengah menata kayu bakar itu, agar tidak berantakan.
"Nek, apa Nenek baik-baik saja? Apa ada yang sakit?" tanya Clora khawatir.
"Terimakasih, aku baik-baik saja. Siapa namamu, Nak?" kini nenek tersebut bertanya kepadanya.
"Namaku Clora, dan yang bersamaku adalah Shing."
"Hai Nek," sapa Shing, nenek tersebut tersenyum kepadanya.
Kini tatapan nenek itu beralih kepada Clora, tatapan yang diberikan nenek tersebut seperti tatapan tenang, dan seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan olehnya.
"Kau gadis yang istimewa, takdir baik berpihak padamu," ucap nenek tersebut, membuat Clora tidak mengerti maksud dari ucapan nenek itu.
Aku, gadis istimewa? Takdir baik berpihak padaku? Haha, bukankah sebaliknya, pikir Clora.
"Nek, rumah Nenek di mana? Biar kami yang mengantar kayu bakar ini," ucap Shing.
Nenek itupun mengajak mereka ke rumahnya, sesampainya di rumah nenek tersebut. Suasana di dalam rumah terasa sangat sunyi, terlihat tidak ada orang sama sekali di sana, hanya ada Shing, dirinya dan nenek pemilik rumah ini.
"Kalian boleh tinggal di sini, jika kalian mau," tawar nenek itu kepada mereka berdua.
Mendengar tawaran tersebut, keduanya pun terkejut sekaligus senang, walaupun rumah yang ditinggali nenek ini tidak terlalu besar, tapi cukup ditinggali oleh 3 orang.
"Sungguh? Kami sangat berterimakasih, Nek––" ucap Clora dengan sangat antusias. "Kami akan melakukan apapun, sebagai tanda terimakasih kami kepada Nenek," lanjutnya.
"Tidak perlu melakukan apapun, aku ini sudah tua, tidak lama lagi umurku akan habis."
Keduanya hanya bisa diam, dan menunduk. Clora yang terdiam itu, memikirkan anak-anak dari si pemilik rumah.
Ke mana anak-anak Nenek ini, kenapa mereka tega membiarkan Ibunya hidup sendirian, batin Clora.
"Nek, boleh aku bertanya padamu?" tanya Clora.
"Tanyakanlah."
"Anak Nenek di mana?" Nenek tersebut hanya tersenyum kepada Clora.
"Kedua anakku tewas akibat berperang, dan kini mereka berdua sudah tenang di sana."
Clora terkejut, dirinya merasa bersalah lantaran mengingatkan nenek itu kepada kedua anaknya yang sudah tenang di sana.
"Maaf, Nek."
"Tidak apa-apa, sekarang kalian beristirahatlah," suruhnya, kepada mereka berdua.
Mereka berdua pun menuruti perintah sang nenek, Shing terlihat sudah tertidur nyenyak di sana, sementara Clora sendiri hanya duduk dan memandangi ruangan di dalam rumah tersebut. Tak lama, nenek itu muncul dari balik pintu, sembari membawa sebuah pakaian yang ada di tangannya.
"Pakailah ini, baju yang kau kenakan itu terlalu mencolok, dan membuat orang-orang di sini memandangmu aneh," ucap nenek tersebut, dengan menyodorkan pakaian tersebut kepada Clora.
"Terimakasih."
.
.
.
Di sisi lain ....Seorang pengawal menghadap kepada tuannya.
"Tuan, pedang anda yang tertinggal, diambil oleh seorang gadis," ucap pengawal itu.
"Kenapa tidak kau ambil pedang itu," ucapnya dengan dingin.
Pengawal tersebut terlihat sangat ketakutan, saat melihat tuannya memasang raut wajah dingin seperti itu. Tapi, ia mencoba untuk bersikap tenang, dan menjelaskan apa yang ia lihat pada saat Clora mengalahkan seorang penagih hutang, dengan menggunakan pedang milik tuannya.
"Zhang, kembalilah ke kediamanmu," titahnya.
"Baik Tuanku."
Setelah pengawalnya itu pergi, orang yang disebut sebagai tuan itu memiliki nama Lan Lianxia, ia adalah tuan muda dari keluarga Lan. Lan Lianxia juga seorang guru besar sekaligus pemilik Perguruan Wuzang, yang berada di dalam lembah Youyang. Lembah Youyang memiliki rakyat serta prajurit militer sendiri, selain itu juga memiliki banyak orang yang ahli dalam kungfu, sehingga Kerajaan pun tidak bisa menggoyahkan Lembah Youyang. Dan kedudukan yang paling tinggi di Lembah Youyang adalah Perguruan Wuzang.
Di sana Lan Lianxia diam-diam penasaran dengan gadis yang berani melawan seorang pria, dengan menggunakan pedang miliknya.
"Siapa gadis itu?" gumamnya.
Lan Lianxia kemudian pergi dengan menggunakan topeng disekitar matanya, dirinya akan mencari gadis yang telah mengambil pedang miliknya. Sudah cukup lama dirinya mencari keberadaan gadis itu, tapi tetap saja tidak ada tanda-tanda jejak sedikitpun di sana. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk pergi ke pasar, mungkin saja ia akan bertemu dengan gadis itu di sana.
Setelah cukup lama berada di sana, ia pun melihat seorang gadis bepakaian biasa saja membawa sebuah pedang di tangannya–– pedang itu miliknya. Lan Lianxia kemudian berjalan mendekati gadis tersebut.
"Permisi Nona," ucap Lan Lianxia.
"Iya, ada apa Tuan."
"Saya Lan Lianxia, siapa nama anda, Nona?" tanyanya kepada gadis tersebut.
"Cloralista, kau bisa memanggilku Clora."
"Baiklah Nona Clora, boleh aku bertanya padamu? Kenapa kau membawa pedang itu bersamamu."
Gadis yang bernama Clora itu memandang sebuah pedang yang berada di genggamannya.
"Aku ingin mengembalikan pedang ini kepada pemiliknya, banyak orang yang tidak tahu siapa pemilik pedang ini, saat aku menunjukkannya kepada mereka," ucap Clora.
"Bagaimana jika aku tahu siapa pemilik pedang itu."
Clora terkejut sekaligus senang, akhirnya ada seseorang yang mengetahui pemilik pedang ini. "Tunggu dulu, apa aku bisa mempercayaimu?" ucap Clora, dirinya tentu saja tidak mudah percaya dengan siapapun.
"Kau bisa melihat lambang yang berada di gagang pedang itu, sama persis dengan liontin giok yang berada di pinggangku," ucap Lan Lianxia.
Clora pun melihat lambang yang memiliki ukiran yang persis dengan liontin, yang berada di pinggang pria itu.
"Baiklah, tolong berikan kepada pemilik pedang ini, sampaikan padanya jangan ceroboh meletakkan barang berharga."
Gadis ini menarik, batin Lan Lianxia.
"Terimakasih, Nona."
"Sama-sama, aku harus kembali ke rumah." Clora pun pergi meninggalkan Lan Lianxia di sana.
Tanpa Lan Lianxia sadari, seseorang tengah memata-matainya, seseorang itu menyeringai saat memandang ke arah Lan Lianxia.
"Aku akan merebut kekuasaanmu, Lianxia."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Guru Besar
FantasyBukan Novel terjemahan Seorang gadis berumur 19 tahun, yang baru saja pulang dari kampus, tiba-tiba masuk ke dalam sebuah portal saat dirinya hendak masuk ke dalam rumahnya, dan saat itu juga ... ia menyadari jika dirinya berada di masa lampau. * *...