BIRU & BINTANG 6

61 24 6
                                    


Berkali-kali helaan nafas panjang terdengar dari gadis bernetra biru itu, Biru. Ia sudah jengah melihat setumpuk obat, obat sebagai gantungan hidup agar tetap waras, ia bisa saja membuang obat ini atau membiarkannya tanpa mengonsumsi tapi dia tidak mau jadi orang gila dan di kurung di rumah sakit jiwa.

Ia meminum obat itu satu persatu, ingat! Malam ini akan menyiksanya karna sulit tidur, efek dari obat. Tubuhnya sangat lelah, sepulang dari rumah sakit ia memutuskan pulang berjalan kaki.

***

Sepasang manusia sedang duduk di cafe klasik yang lumayan ramai.
Gadis cantik itu heran melihat wajah cowok di depannya ini, rautnya yang berubah dari rumah sakit tadi, seperti ada yang janggal di mukanya.

"Woiii, lo kenapa sih? Lo kerasukan? Hantu mana yang mau rasukin cowo gembel kayak lo?" Ia bertanya dengan nada tidak suka.

Cowok itu melemparkan tatapan datar, selalu saja Rani ini menyebut Bintang sebagai gembel hanya karena penampilannya bad boy, dasar laknat nggak tau gaya! umpat Bintang dalam hati.

"Ga usah ngatain gue!" Tambah Rani seolah membaca pikiran Bintang.

Bintang sedikit terkejut, bagaimana biasa?... Tapi ia dengan cepat mengubah raut wajahnya.

Bintang menatap lekat Rani, mata gadis itu... Netra biru dan tajam itu? Ah iya mata ini sangat kentara dengan gadis yang sedang berseliweran di benaknya. Apa jangan-jangan mereka... Tidak, tidak mungkin mereka kembar, jika dilihat dari tampilan lain hidung dan warna kulitnya jelas berbeda.

"Kenapa lo ngeliatin gue segitunya? Jangan bilang lo jatuh cinta ke gue!!" Tuduhnya dengan tatapan mengintimidasi dan raut yang dibuat terkejut.

"Enak aja lo wewegombel!!" Bantahnya.

"Gue? Elo tu yang gembel." Jika lama-lama omongan mereka semakin tidak nyabung.

"Serah! Eh tapi lo punya kembaran ya?" Tanya Bintang.

"Kenapa?" Tanya Rani menatap Bintang heran.

"Tadi gue liat cewek, mirip kayak lo deh."

"Oh ya?, Kembaran gue kan ada tujuh. mungkin dia salah-satunya." Jelas Rani.

"Hah? Sejak kapan tante Ayu punya anak tujuh?" Tanya Bintang polos.

Rani memajukan kepalanya ke hadapan Bintang "lo percaya?" Tanya nya serius.

"Iya, Trus lo gak ada niatan buat cari kembaran lo yang lain gitu?" Tanya Bintang semakin ngelantur.

Rani mengangkat bahunya "nanti gue tanya mama deh."

Bintang mengangguk paham, sepertinya mereka memiliki otak yang sama-sama dangkal.
Bintang meminum minumannya sambil memikirkan perkataan Rani, hingga akhirnya ia sadar. "Lo ngibulin gue?" Tanya Bintang dengan mata melotot.

Rani mengernyit heran "apa?" Tanya Rani dengan tampang watados.

"Birani penipu, gue tunggu di mobil. Lo bayar nih semua." Bintang menunjuk semua makanan yang berada di atas meja itu, ia berjalan kesal meninggalkan Rani yang masih belum mengerti.

Rani merogoh isi tasnya, tidak ada uang di sini!! bagaimana ini? "BIN-" Rani langsung diam melihat sekitar banyak orang yang menolah padanya, aihh malunya.

Rani berjalan ke arah kasih dengan takut takut, "emmm mbak!! Saya gak bawa dompet, teman saya di parkiran, saya ambil duitnya dulu ya nanti saya balik lagi ke sini bayar ya!! Kalo mbak gak percaya mbak ikut saya aja ya, ya, ya. Pliss mbak saya gak mau di tahan di sinii!!" Mohon Rani dengan suara kecil.

"Meja nomor berapa mbak?" Tanya kasir itu.

"No- nomor 14 mbak." Ucap Rani ragu, pasalnya makanan yang di pesan mereka tadi lumayan mahal, mungkin nyuci piring di sini belum bisa membayar makan itu.

"Ya mbak ya, pliss saya gak bohong kok!! Teman pasti bawa duit." Rani mengeluarkan puppy eyes "atau nggak, ini deh handphone saya jadi jaminannya" Rani menyerahkan ponselnya.

"Tagihannya udah dibayar sama masnya, mbak." Tutur sang kasir.

"Hah?" Rani sangat-sangat malu "emm ya- ma-kasih mbak!" Ucapnya sembari meninggalkan cafe tersebut dengan muka merah, antara marah dan malu.

"BINTANG!!!" Teriak Rani.

"Bwahahahah, sumpah ngakak njir. Ekspresi lo itu, aww ngakak bat sumpah njir, hahaha!!!" Bintang tertawa memegangi perutnya "nih!" Bintang melemparkan ponselnya ke arah Rani.

"BINTANG ANJ--" belum sempat Rani menghapus vidio yang memperlihatkan Rani yang memohon ke kasir cafe tersebut, ponsel Bintang sudah berada di tangannya.

"BINTANG HAPUSS DONG, PLISS!!" Bintang tak mengindahkan permintaan Rani, ia tetap tertawa dan menjalankan mobilnya.

***

Malam menjemput, sekembalinya Bintang mengantar Rani ia langsung pulang dan berbaring sambil  memainkan ponselnya.

Suara gaduh di lantai satu menghentikan aktivitas Bintang, ia berjalan menuju pembatas tangga dan melihat sepasang suami istri dan Omanya sedang beradu mulut.

"Cukup Dewa!! Jangan terlalu memaksa putramu." Ucap Deli Oma Bintang yang tak lain adalah mama Dewantara Aldino.

"Cukup mama bilang? Mau jadi apa anak itu, jika kelakuannya seperti ini. Masa depannya begitu gelap ma!" Ucap Dewa membantah.

"Diam kamu, tau apa kamu tentang Bintang, kalian tidak pernah memperdulikannya, saya yang merawat Bintang! Jadi jangan mengatur kehidupan Bintang seenaknya!" Amarah Deli semakin meluap.

"Kami peduli sama Bintang, ma." Ucap Wulan, istri Dewa.

"Cih, baru sekarang? Kemaren kemana saja!! Saya tau Saga membutuhkan perhatian lebih dari kalian, tapi tidak dengan cara menelantarkan Bintang. Saya tidak mengalahkan Saga ataupun Bintang. tapi kalian, kalian yang salah karena tidak adil memberi kasih sayang,"
Deli tersenyum sinis.

"Sekarang apa?, kalian hendak mengirim cucuku satu-satunya ke luar negri? Dengan alasan supaya masa depannya cerah? Kalian bukannya berusaha memperbaiki tapi malah semakin mengacaukan." Lanjut Deli.

"Sebaiknya kalian pergi jika masih meribut!" Deli menatap sepasang suami istri itu datar.

"Dewa pulang!!" Dewa menjauh.

"Maaf ma, maaf!!" Ucap Wulan yang menundukkan kepalanya.

Deli menghela nafas pasrah, hanya Wulan yang benar-benar sadar atas perlakuan kurang adilnya terhadap Bintang "hmm, pulanglah bersama suami mu yang keras kepala itu." Wulan menyalami sang mertua.

Tak lama setelah kepergian mereka, bintang muncul dengan senyum yang dipaksakan, "Oma, Bintang keluar sebentar ya?"

"Kemana?" Tanya Deli yang mengelus pundak cucunya.

"Ehmm, ke rumah Satya. Sebentar kok Oma!" Ucapnya memohon, Deli dapat melihat ada kilat kemarahan dan kesedihan di mata Bintang, sepertinya Bintang mendengar percakapannya tadi.

"Hati-hati ya!! Jangan terlalu dipikirkan." Bintang menyalami Oma.

...

Jangan lupa Follow vote and comment 🙃

Ig: @reza.mutia
@story_biru.bintang
Follow ya

Shere juga cerita ini😽


BIRU & BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang