Kicauan burung di pagi hari membangunkan jiwa yang terlelap semalaman, memaksa mereka kembali pada sibuknya dunia. Seperti di rumah itu, terlihat seorang gadis sibuk mengaduk nasi di penggorengan. Menciptakan aroma sedap yang membuat penghuni lain di rumah itu terbangun dari tidurnya.
Selesai membuat sarapan, gadis itu bergegas ke kamar dan mengganti pakaian tidur dengan seragam sekolah kebanggaannya, dimana tertempel name-tag dengan tulisan Lee Jieun. Rambut panjang sebahu itu disisir tanpa lupa merapikan poni yang menutupi alis. Senyumnya mengembang saat menatap pantulan dirinya yang menjadi tanda bahwa kegiatan bersiapnya sudah selesai.
"Oppa! Ayo sarapan," ucapnya, dengan sedikit berteriak.
Pria yang ia panggil oppa itu pun segera mendudukan diri. Mengumpulkan segenap nyawa yang berkelana selama dirinya terlelap. Mata kecil itu menatap sebentar ke arah jam yang terletak di nakas. Ternyata sudah jam tujuh lewat.
"Lee Jinki-ssi!" Lagi, gadis bertubuh mungil itu memanggilnya, membuat pria itu mau tak mau segera meninggalkan singgasananya.
"Iya! Jieun-nim! Aku datang," ucap pria itu akhirnya.
Pagi harinya diawali dengan senyum manis sang adik, disusul dengan aroma sedap nasi goreng yang sudah menunggu untuk disantap. Pria itu tersenyum simpul sebelum akhirnya bergabung dengan gadis tersebut di meja makan.
"Oppa, coba tebak. Ini hari apa?"
"Jum'at?"
"Aigoo, kau lupa? Ini hari ulang tahunku!"
"Ahh, benar ...." Pria itu hanya bisa tersenyum sumringah sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Merasa bersalah pada adiknya.
"Tak apa, tak apa. Tapi, bolehkah aku meminta hadiah?"
"Tentu. Kau mau apa? Ponsel baru? Sepatu? Tas?"
"Bukan. Aku tidak ingin hadiah seperti itu," tutur gadis itu dengan senyum yang tak pudar.
"Lalu?" tanya pria itu sembari menyuap jatah sarapannya.
"Ini mungkin tak akan Oppa kabulkan, tapi ... aku berharap Oppa bisa mencari pekerjaan yang lain ...."
Gadis itu menggantung ucapannya selagi matanya mencoba membaca apa yang ada di pikiran sang kakak. Tapi yang ia dapati saat ini hanyalah tatapan tenang pria itu yang sibuk menyantap makanan di depannya.
"Aku akan bekerja paruh waktu untuk membantu keuangan kita. Oppa tau kan? Aku tidak pernah menginginkan uang yang banyak. Aku hanya ingin hidup tanpa rasa takut bersama Op-"
"Baiklah. Sekarang habiskan sarapanmu. Kau bisa tertinggal bus jika terus mengoceh," potong pria itu, lalu mendekatkan piring sarapan itu ke arah pemiliknya.
Gadis itu tersenyum lebar mendengar jawaban sang kakak. Sekalipun hari ini adalah ulang tahunnya, ia terlihat semangat menyantap sarapan walaupun hanya sepiring nasi goreng sosis.
"Ahh, harusnya aku belajar membuat sup rumput laut."
•••
Suasana menegangkan menyelimuti aula utama gedung megah berplang dengan tulisan 'Hades Heaven'. Terlihat orang-orang dengan wajah tegas tengah berbaris rapi di depan tiga pria berusia matang. Bak patung yang dipajang, mereka hanya fokus menatap ke satu titik tanpa pergerakan sedikitpun.
"Seperti rumor yang kalian dengar akhir-akhir ini bahwa ada penghiatan di antara kita," ucap salah satu dari ketiga pria tersebut.
Pria muda yang kerap disapa Tuan Woo itu adalah pemimpin Hades Heaven, yaitu perusahaan illegal yang bergerak di bidang keamanan. Kehebatannya yang nyaris menyetarai Badan Intelejen Negara dan bekerja dengan sangat mulus. Membuat para pejabat negara bertangan kotor tak ragu untuk menggunakan jasa mereka setinggi apapun bayarannya.