Bagi seorang Kang Daniel, belajar itu adalah hal paling membosankan yang pernah ada di dunia. Sejak menempuh pendidikan dasar hingga atas, tak pernah sekalipun ia merasakan yang namanya semangat belajar.
Namun, keadaan tak terduga menimpa kehidupan perguruan tingginya. Mungil, manis dan sangat mempesona. Itulah kesan pertama Kang Daniel pada salah satu teman sekelasnya. Seorang gadis yang berhasil membuat Daniel semangat untuk pergi ke kampus.
"Ey~ lagi-lagi memandang dalam diam."
Pandangannya teralihkan, saat sebuah suara familiar menyapa pendengaran. Daniel mendapati Seungwoo, sahabatnya, sedang duduk di sampingnya sembari menyeruput segelas ice americano. Jangan lupakan raut polos yang ikut memandang objek yang ia tatap.
Lee Jieun.
Nama gadis itu.
"Aku tidak memandanginya," elak Daniel, yang memilih untuk bermain dengan ponselnya.
"Perasaan aku tidak menyebutnya."
Sial, batin Daniel.
Seungwoo tertawa geli melihat raut Daniel yang tengah menahan malu karena tanpa sadar menyatakan fakta. Diraihnya dua lembar tiket yang entah sejak kapan berada di saku ransel hitam itu, lalu diserahkannya pada sangat sahabat.
"Aku beri kau 50.000 won kalau berhasil mengajaknya ke bioskop."
Daniel mendelik menatap Seungwoo yang sudah tersenyum penuh maksud "Dasar gila," umpatnya.
"Ya! Kalau tidak begini kapan kau ada kemajuan?! Bukankah sudah tiga semester terlewat tanpa perkembangan?!"
"Begini sudah lebih dari cukup untukku."
"Bohong!"
Sialan, batin pria itu lagi.
"Aku tidak percaya pada ucapan seseorang yang mengatakan hal seperti itu. Pasti ada sesuatu dalam dirimu yang-"
"Diam," potong Daniel.
Diraihnya dua lembar tiket yang tadi Seungwoo sodorkan. Namun, bukan untuk diberikan pada gadis yang sedang berkutat dengan tab di seberang sana. Melainkan menyimpannya ke dalam saku, dan tidak tau apakah itu akan digunakan atau hancur tercuci bersama celananya.
***
"Tema kali ini adalah keindahan. Bukankah ini cukup mudah untuk kalian?" Dosen yang sedang berdiri di podium itu terkekeh geli, saat melihat respon tak semangat dari para siswanya.
"Tugas kali ini pun akan kalian kerjakan secara berkelompok dan aku sudah menentukan anggota kelompok untuk kalian," lanjut dosen tersebut.
Lagi-lagi hanya suara keluhan dari pada siswa yang dosen itu dapatkan. Wajar, mengingat hampir setiap pertemuan mereka diberikan tugas menggambar. Alasannya, anak DKV harus rajin-rajin mengasah kemampuannya. Padahal-
"Ya! Aku bahkan belum mengumpul tugas minggu lalu," lirih Seungwoo, yang dapat didengar oleh Daniel.
"Kau pikir aku sudah mengumpulkan tugas dua minggu yang lalu?" tanya Daniel, dan berhasil mengundang gelak tawa pelan Seungwoo.
"Kau lebih gila ternyata," ejeknya.
"Kau-"
"Permisi."
Atensi keduanya teralihkan, saat suara lembut milik seorang gadis menginterupsi perbincangan mereka. Tak hanya Daniel, bahkan Seungwoo pun membelalakan matanya, saat menyadari siapa sosok yang sedang berdiri di depan mereka.
"Ya? A-ada apa?" tanya Seungwoo, gugup.
"Kim ssaem menyuruh kita duduk sesuai kelompok," jelas gadis itu, Jieun.
"Maksudmu-"
Daniel dan Seungwoo langsung memusatkan pandangan mereka pada papan di depan. Tertulis dengan jelas nama keduanya dan sang gadis yang tergabung dalam satu kelompok. Detik selanjutnya, yang Daniel dapatkan adalah tatapan mengejek Seungwoo.
"Ah, kalau begitu kau bisa duduk di sini." Seungwoo mengambil posisi berdiri, mempersilahkan Jieun untuk menduduki kursinya, yang berada tepat di samping kursi Daniel.
"Lalu kau?" tanya Jieun balik.
"Aku akan cari kursi kosong untuk dibawa ke sini."
"Ah, terimakasih."
"Ey~ nikmatilah waktu kalian."
Alis sang gadis mengerut heran mendengar kalimat terakhir Seungwoo sebelum pria itu pergi mencari kursi untuknya. Kini, suasana di antara ia dan Daniel berubah canggung. Walaupun sudah beberapa semester mereka berada di kelas yang sama. Namun, keduanya belum pernah bertegur sapa dengan benar.
"Kuharap kau tidak menyesal karena berada di satu kelompok dengan kami," ucap Daniel, tak lupa dengan canggung dan malu-malu.
Jieun terkekeh geli mendengarnya.
Dan hati Daniel meleleh dibuatnya.
***
Seungwoo
Maaf, sepertinya aku tidak bisa hadir
Tiba-tiba aku terserang diare parah 😫Daniel dan Jieun saling pandang sejenak, setelah membaca pesan Seungwoo di ponsel masing-masing. Yang ada di pikiran Jieun saat ini adalah, kasian sekali Seungwoo. Namun, yang ada di pikiran Daniel justru, terimakasih karena sudah berbohong.
"Bagaimana?" tanya Daniel.
"Mau bagaimana lagi. Penyakit kan bukan sesuatu yang bisa direncanakan," jawab Jieun, lalu menatap sejenak Daniel yang berada di sampingnya. "Aku tak masalah kalau hanya mengerjakannys berdua denganmu," lanjutnya, lalu tersenyum.
Di jarak sedekat itu melihat senyuman seorang Lee Jieun, membuat Daniel takut kalau gadis tersebut bisa mendengar detak jantungnya yang sedang berpacu cepat. Atau mungkin sekarang pipinya sudah memerah.
"O-oh, o-oke."
Keduanya mulai mengerjakan tugas mereka. Walau awalnya agak canggung, tapi berkat keramahan Jieun, Daniel mulai terlihat santai. Pembicaraan mereka bahkan berlajan lancar, layaknya rekan yang sudah lama berteman.
"Jadi, apa kau bisa menambahkan unsur sparkle untuk sentuhan akhir?"
"Akan kucoba," jawab Daniel.
"Baiklah aku akan buat das-"
Ddrrtt.. Ddrrtt..
Keduanya mengalihkan fokus mereka, saat salah satu ponsel yang tergeletak di atas meja itu bergetar. Tertera nama 'Ibu' sebagai penelepon, membuat Jieun si pemilik ponsel langsung meraih benda tersebut.
"Aku angkat telpon sebentar," pamitnya pada Daniel.
Sepeninggalan Jieun, Daniel langsung menghirup udara sebanyak-banyaknya. Jemarinya menyentuh dada sebelah kiri, merasakan detak jantung yang berpacu tak karuan sekalipun penyebabnya sedang tak ada di sana.
"Ayolah, kau bisa mati kalau terlalu cepat berdetak."
Deg! Deg!
Daniel mengalihkan pandangannya, saat aroma manis vanila menyapu penciumannya bersamaan dengan hembusan angin. Tak jauh dari tempatnya duduk, ia melihat punggung Jieun yang masih sibuk dengan panggilan di seberang sana.
Wush~
Angin semakin kencang bertiup, membuat Daniel refleks ingin menolong Jieun yang kelihatan kesulitan dengan rok di atas lututnya. Namun, atensinya justru teralihkan, saat salah satu buku yang ada di meja terbuka karena angin.
Matanya membola, saat mendapatkan sebuah gambaran yang persis seperti dirinya di salah satu halaman buku itu. Ia yakin, itu buku milik Jieun. Tapi, kenapa justru ada lukisan dirinya di sana?
Fin!
Udah lama ga main ke lapak ini, akhirnya ada tambahan oneshoot lagi.
Aku lagi bucin banget sama Daniel gatau kenapa
Semoga suka ya!