"Kau tau apa yang lebih segar dari cherry?"
"Hm, tidak."
"Ini...."
Tangan kekar itu tergerak mengusap bibir merah gadis di depannya. Tak ada penolakan bahkan dengan keadaan gadis itu yang tersudut di dinding, membuat pria dengan rupa menawan itu tersenyum simpul.
Perlahan tapi pasti bibirnya mendarat ke milik gadis di depannya. Diawali dengan lemah lembut, tapi tak butuh waktu lama keduanya mulai terbuai dengan sentuhan satu sama lain. Bahkan, kini anggota tubuh lainnya pun ikut bekerja.
Menyusup ke dalam pakaian sang gadis, tangan itu dengan nakal bergerak di sana. Jam kerja tak menjadi masalah untuk keduanya saling mencumbu. Toh si pria adalah bosnya.
Ciuman itu pun terlepas membiarkan kedua manik mereka saling beradu tatap. Gadis itu tersipu menyadari betapa tampannya pria di depannya ini yang tengah menatapnya dengan tatapan teduh itu.
"Mau makan apa malam ini?" tanya sang gadis seraya mendorong pelan pria itu, mencoba melepaskan diri dari tubuh yang lebih besar darinya.
"Kau."
"Aku serius," ucap gadis itu.
"Aku jauh lebih serius," jawab sang pria. "Kalau saja aku lupa ini kantor mungkin kau sudah kuhabisi," lanjutnya.
"Auh, kau menyeramkan."
Gadis itu terkekeh sembari melangkah menuju cermin besar yang bertengger di sudut ruangan. Merapikan pakaian yang berantakan ulah sang pria dan memoles sedikit riasan di wajah agar selalu terlihat cantik. Terakhir menyemprotkan parfum. Namun, baru saja gadis itu mengangkat tangannya ke udara, ia sudah terdorong dengan kasar ke atas sofa.
"Sepertinya aku akan pura-pura lupa kalau sekarang kita di kantor," lirih pria itu. Berhasil membuat gadis yang berada di bawah kendalinya menatap tak percaya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Setiap kali kepala itu nyaris terbentur meja sebanyak itu pula sang mata mengedip dengan kasar. Istirahat makan siang masih sekitar dua puluh lima menit lagi, tapi gadis itu sudah terlihat sekarat di meja kerjanya akibat lembur semalam.
Ia tidak menyangka jika sang bos tega menyuruhnya lembur sampai jam dua dini hari tanpa mengizinkan gadis itu bekerja sedikit lebih siang dari jam biasanya. Begitulah akhirnya, menahan kantuk dan tak fokus bekerja.
Gadis dengan nama lengkap Lee Jieun itu adalah asisten direktur di perusahaan tersebut. Bosnya adalah sosok yang dipuja-puja oleh seluruh karyawan wanita. Bukan karena kekayaannya melainkan karena rupanya yang lebih cocok menjadi seorang selebriti. Ditambah sosok tersebut sangat ramah kepada seluruh karyawannya, tak heran ia sangat dicintai anak buahnya.
Gadis itu berdiri dengan semangat setelah jam kecil di meja kerjanya menunjukkan waktu makan siang. Meregangkan tubuh sebelum akhirnya mengintip sedikit isi ruangan sang bos dari celah tirai jendela yang tersingkap. Gadis itu mulai merapikan pakaiannya sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Sajang-nim. Sudah waktunya makan siang," ucap Jieun dengan ramah dan sopan. Membuat pria yang sejak tadi sibuk berkutat pada pekerjaannya pun melirik sebentar sang asisten.
"Ah, benarkah?" jawab pria itu, yang terlalu sibuk bekerja hingga tak menyadari waktu berlalu begitu cepat.
"Iya. Apakah anda sudah menentukan akan makan siang apa?" ucap Jieun, masih dengan nada yang sama.
"Mari makan siang di restoran tiongkok," ajaknya, seraya berdiri. Membuat Jieun dengan sigap mengambilkan jas milik pria itu yang tergantung dengan indahnya.