Bab 1: Perjalanan Pulang

67 6 2
                                    

"...Para penumpang yang terhormat, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandar Udara internasional Jakarta Soekarno-Hatta, perbedaan waktu antara Balikpapan dan Jakarta adalah 1 jam. Kami persilahkan kepada anda untuk kembali ke tempat duduk anda masing-masing, menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka di hadapan anda, dan mengencangkan sabuk pengaman..."

Mataku tidak henti melepas pandangan dari jernihnya kaca pesawat yang sebentar lagi ingin mendarat di suatu kota yang sepertinya sudah asing bagiku, dari atas sini terlihat sebuah kota yang melahirkan kenangan yang terjebak diantara pikiran dan perasaan. Mataku yang memandang luas cakrawala diatas ketinggian namun pikiran ku melayang ke dimensi waktu beberapa tahun yang lalu, sebelum pamit meninggalkan kota ini.

"Ca, ketika suatu hari kamu kembali pulang jangan lupa hubungin aku ya, nanti aku jemput" kata dia sambil mengusap rambutku dan aku mengangguk mengiyakan perkataannya sambil menahan penuh sesak di hati ini ingin memeluk, tak ingin pergi, dan begitu beratnya untuk menatap matanya, sebelum pergi rasanya aku sudah mati ditikam rindu yang akan menyelimuti hari-hariku.

"Mba-mba, kita sudah sampai" aku kaget dengan tepukan dibahuku oleh seorang pria duduk disampingku, dia membangunkanku dari hal yang kusebut mimpi buruk.

"Eh, iyaa mas, terimakasih" sahutku sambil bergegas turun dari pesawat.

Ketika memasuki area bandara, aku mengaktifkan data seluler dari handphone ku, dan berjalan kearea terminal kedatangan. Notif pesan Whatsapp masuk bersamaan seolah-olah rebutan siapa duluan yang ingin aku baca dan aku membuka satu pesan yang berisi.

"...Aku sudah sampai di Bandara ya, can't wait to see you..."

Jika kalian menduga kalau aku mengabarkan "dia" untuk menjemputku. Kalian benar, dugaan kalian sama dengan harapan dalam hati ini namun tidak pada kenyataannya. Aku dijemput oleh sahabat-sahabat dari SMA ku, dan suara heboh terdengar ketika langkahku menuju area kedatangan. Mereka berdua adalah Lia dan Aisyah. Lia dan Aisyah merupakan dua sosok yang sangat kontras jika dilihat. Lia merupakan wanita yang berpakaian terbuka, berambut pirang, dan juga sangat mudah menyukai pria yang tampan sedangkan Aisyah merupakan sosok yang sangat teduh pandangannya, indah senyumnya, dan dia selalu berhijab kemanapun pergi kecuali ketika dikamar hanya ada kita bertiga.

"Caa!! Caa!!! Disini disini" teriak mereka melambaikan tangan, aku pun menghampiri mereka dan tidak lupa berpelukan pastinya. Rindu rasanya berada dipelukan terhangat oleh orang-orang yang kita sayangi. Perempuan dengan perempuan berpelukan bukanlah hal yang tabu ya. Mereka merupakan makhluk yang lemah lembut namun dengan hati yang kuat menahan ego kalian para lelaki.

Oiya, aku lupa memperkenalkan diriku ke kalian. Namaku Quinnisa Caca Naifa, aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku mempunyai adik laki-laki yang masih menggemaskan, maklum karna masih balita. Nama adikku adalah Aziel, dan orang yang aku ingin bertemu ketika pulang ke Jakarta adalah dia. Meskipun Aziel merupakan adik tiri ku, namun aku menganggapnya seperti layaknya adik kandung ku. Ayahku meninggalkan aku dan bunda sejak aku masih berumur 3 tahun. Sampai sekarang, diumurku yang ke 27 tahun, aku belum pernah sama sekali melihat wujud seseorang yang ku sebut ayah itu. Namun, papa tiri ku, biasa ku sebut dengan papa Joni, merupakan sosok yang sangat baik dan sangat menyayangi bunda.

"Gimana ca, nenek dan kakek lu di Balikpapan, sehat semuanya kan?" kata Lia sambil menyetir mobil melihat kaca spion dalam, karna aku duduk dibagian belakang.

"Heh, ngelamun aja anak perawan" tepuk aisyah memiringkan badannya kebelakang untuk melihatku

"Eh, gimana gimana??! Ngantuk gue, maaf yah" jawabku dengan tersentak.

Lelaki PenyairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang