2. Dua Sahabat Wanita

59 21 15
                                    

Suara azan subuh mengalun begitu indah di langit pagi yang menaburkan embun sejuk mendamaikan hati. Suara burung yang berada di dalam sanggar teras depan indekos bertautan satu sama lain, aku pun terbangun dari tidur yang menurutku baru sebentar. Ku buka knop pintu kamar ku, kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan mata menyipit karena sulit kubuka lebar.

Setelah mengambil air wudhu, aku kembali berjalan menuju kamar dan langsung menunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslim.

Aku bukan ahli ibadah, aku juga bukan wanita sholeha. Aku hanya seorang gadis biasa yang sering melakukan hal-hal berbau dosa, tapi aku tidak pernah lupa akan kewajiban ku untuk selalu mengingat Sang Maha Pencipta.

"Mik bangun! lo ngga ada niatan sholat apa?" Ucapku sembari menggoyangkan lengan teman satu kamarku, tapi ia tidak merespon sama sekali.

Aku sudah tidak heran dengan kelakuannya, selalu saja seperti ini jika ku bangunkan untuk sholat. Meskipun aku bukan orang baik yang luput dari dosa, tapi aku ingin sahabatku ini mau melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim. Ya, paling tidak sholat lima waktu.

Pagi ini adalah hari pertamaku kerja disebuah perusahaan sebagai seorang karyawan. Sebenarnya setengah tahun terakhir ini kesibukan ku hanyalah sebagai seorang mahasiswi. Akan tetapi, karena jadwal kuliahku setiap sabtu dan minggu saja, membuat ku memutuskan untuk melamar kerja di salah satu perusahaan dekat kampus. Entahlah, apa aku akan sanggup melakukan keduanya bersamaan.

Jam beker yang terletak dimeja belajarku sudah menunjukkan pukul 06.30, dan kini aku sudah selesai mandi, tinggal menunggu setengah jam lagi aku akan berangkat menuju tempat kerja baruku.

Lagi-lagi ku goyangkan tangan sahabat ku, ku suruhnya segera bangun karena ia pun juga harus bekerja, kebetulan sekali ia juga diterima di tempat kerjaku saat ini.

"Ih kebo deh. Ini kan hari pertama lo kerja, jangan bikin kesan buruk bisa kan?" Teriak ku yang sudah jengkel.

Ini bukan kali pertamanya, mau berangkat kuliah pagi pun ia juga selalu seperti itu, susah bangun.

"Lo berisik deh, Na," ucapnya dengan suara serak.

"Makannya kalo malem jangan nglayap mulu, masa cewe pulang jam satu malem. Mau jadi apa lo?"

"Jadi ibu dari anak-anaknya Devan lah."

Aku pun malas meladeninya, jika sudah menyangkut nama Devan, pasti dia bakal nglantur tidak karuan.

Akhirnya aku pun lebih memilih berangkat kerja lebih dulu. Tidak perduli Mika mau berangkat atau tidak. Sudah bosan aku mengingatkan gadis itu untuk tepat waktu.

***

Seperti yang pernah aku katakan, selain bekerja aku juga kuliah. Dan hari sabtu ini aku sudah duduk manis sembari membaca novel di salah satu kursi taman belakang kampus. Ketika aku sedang asik-asiknya membaca novel karya penulis favoritku, sebuah suara yang amat sangat ku kenal begitu nyaring terdengar di taman yang sepi ini.

"Husnaaaa." Teriaknya sembari berlari ke arahku. Aku hanya mengangkat satu alis mataku, sudah tidak heran lagi jika dia memanggilku seperti itu, pasti akan ada yang di curhatkan tentang laki-laki dambaan hatinya.

"Kamu tau ng... " Sebelum dia melanjutkan ucapnya, aku pun memotong kalimat itu karena gemas.

"Tepung terigu naik dua ribu, gula pasir turun seribu, minyak goreng mahal, telor sekilo dua lima, emm ... " trocos ku asal-asalan.

"Ih nyebelin deh." Gerutunya sambil menimpuk ku dengan buku paket yang dibawanya.

Aku pun hanya tertawa, sudah menjadi hobby ku untuk membuatnya cemberut seperti itu.

Aisyah, nama gadis itu. Ia adalah teman kampus ku, anak seorang pemilik toko kelontong di salah satu pasar tradisional kota ini. Aku akrab dengannya karena kita satu fakultas, dan dia juga yang selalu mengajariku untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Ia tidak ada bosan-bosannya untuk menasehati ku, meski kadang aku tidak begitu mendengarnya.

"Terus apa, mas Rayan?"

Nah, jika aku sudah menyebut nama itu, pasti wajah Aisyah akan berubah merah dan berbunga-bunga. Sedikit bocoran, Aisyah begitu mencintai mas Rayan, tapi sampai saat ini tidak ada yang tau bagaimana perasaan mas Rayan terhadap sahabatku ini. Dan asal kalian tahu, mas Rayan itu salah satu karyawan di toko milik Abah nya Aisyah, jadi tidak menutup kemungkinan mereka sering bertemu setiap hari.

Menurut kalian, bukankah kisah persahabatan ku ini begitu unik. Di indekost aku mempunyai teman yang ... ya begitu lah, kalian bisa menilainya sendiri.

Dan di sisi lain, aku mempunyai teman yang begitu taat dengan agama, yang selalu menasehati ku ketika aku melenceng dari hakikat yang seharusnya. Kuharap persahabatan ku dengan keduanya bisa saling melengkapi.





Holla readers, aku harap kalian suka sama karyaku kali ini.

Jangan lupa vote, komen dan share ya, thanks juga uda mau mampir.
🤗😁

Salam hangat dari Tiwi selalu untuk kalian.

Love you.
💙❤️

Cinta, Takut dan BerharapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang