3. Sahabat Dari Kecil

49 18 11
                                    

Koridor kampus terlihat masih sepi, aku dan Aisyah berjalan menuju kelas bersamaan. Mengobrol dengannya membuatku merasa begitu nyaman, ingin sekali rasanya aku bisa dua puluh empat jam bersamanya seperti ini.

Tetapi, baru ngobrol sebentar saja, kini sebuah suara yang terdengar begitu berat menggangu ku, meski tak ku respon. Aku justru sedang asik membicarakan tentang pengajian yang akan diselenggarakan besok siang di kampus.

Dan kali ini, sosok itu sudah memanggilku tidak sabaran, sudah ku hiraukan begitu saja tapi ia tidak ada bosan-bosannya.

'Ihh dasar pengganggu.' Gerutu ku dalam hati.

Kini ia sudah berdiri tepat di depanku dan Aisyah dengan membawa dua cappucino dingin yang begitu menggoda iman.

"Tumben, Ra." Ucapnya sembari mengamati penampilan ku dari bawah sampai atas.

"Apa lo liat-liat?" sergah ku kepadanya.

"Ya tumben aja, kerudung sama gamis lo senada. Biasanya, lo kan hobby tabrak warna." Jawabnya sembari mentertawakan ku.

Dasar laki-laki tidak tau fashion.

Dan Aisyah justru sudah tertawa terbahak-bahak mendengar ejekan Keenan pada ku.

Ya, nama laki-laki di depanku ini adalah, Keenan. Asal kalian tahu saja, aku sudah sahabatan dengannya sejak kecil. Rumah ku dengan rumahnya paling hanya berjarak setengah kilometer saja. Dia juga yang menyuruh ku mendaftar di kampus ini.

Keenan satu tingkat di atas ku, kita beda satu tahun. Sebenarnya ia terpaksa kuliah karena di suruh oleh Papanya, dan meskipun ia anak orang kaya yang hartanya tidak akan habis tujuh turunan, ia tetap bekerja di salah satu bengkel dekat kampus ini. Bukankah itu aneh?

"Nih, buat lo sama Aisyah!" Keenan menyodorkan dua minuman yang dibawanya pada ku dan Aisyah, tanpa berfikir panjang dan dengan senang hati aku pun menerimanya. Kebetulan sekali panas-panas begini di beri minuman, dingin pula.

"Pulang kampus temenin gue makan yuk!" Pinta Keenan padaku.

"Lo tuh tiap hari pasti minta ditemenin makan deh, emang nggak bisa sekali-kali makan sendiri?" Teriakku karena sudah bosan mendengar kalimat itu.

"Yaelah, gue yang tlaktir. Lagian sekalian lo irit juga kan lumayan,"

"Abis ini gue masih ada kelas,"

"Kalo cuma buat nunggu lo selese kelas sih itu bukan masalah, asal lo ngga nyuruh gue bikinin seribu candi dalam waktu semalam aja,"

Habis sudah kesabaran ku, ku timpuk kepalanya dengan novel yang kini kupegang, ia pun mengaduh kesakitan.

Tetapi, ia tidak marah, justru Keenan sedang tertawa begitu lebar. Aisyah pun demikian, lagi-lagi ia ikut mentertawakan ku.

'Dasar sahabat durhaka.' gerutu ku dalam hati.

"Yaudah deh iya, tapi jangan ajakin gue makan nasi kucing mulu. Sekali-kali ke kafe kek, restoran kek, atau apalah,"

"Yaelah Ra, kapan gue pernah ajakin lo makan nasi kucing sih? Bikin image gue jatuh aja di depan Aisyah," ucap Keenan membela diri.

Aku tahu, kalian pasti bingung kenapa Keenan memanggilku dengan sebutan 'Ra'. Nah, sebenarnya nama lengkap ku adalah Novela Husna Aurora. Dan entah kenapa, Keenan lebih suka memanggilku 'Ara' sejak dulu. Mungkin agar beda dari yang lain.




Gimana seru ngga?

Jangan lupa tulis krisan di kolom komentar ya, Author butuh banget suport dari kalian.

Dan jangan lupa tekan bintangnya juga, satu vote dari kalian itu berharga lho hehe. 😁🤭

Love you all.
Thanks buat partisipasinya.
❤️💙

Cinta, Takut dan BerharapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang