25 Desember,
Aku hujan-hujanan di sore hari, sebenernya aku tidak niat untuk itu.
Aku hanya sedang bersepeda sepulang kerja, kemudian membeli beberapa sayuran untuk besok, sambil olahraga.
Langit hanya mendung -- aku kira.
Tapi ternyata hujan deras mengguyur seisi kota.
Untungnya aku sudah memasukkan sayuran yang aku beli ke keranjang depan sepeda.
Di awali dari titik-titik hujan. Kemudian bertambah banyak. Orang-orang di jalanan mulai mencari tempat untuk berteduh. Aku pun.
Berteduh di toko. Bukan untuk menghindari hujan, tapi untuk menunggu hujan telah sempurna deras.
Tak lama, hujan telah sempurna deras. Angin juga ikut serta sore itu. Aku mulai mengayuh sepedaku dengan bersemangat.
Aku merasakan air hujan yang menyentuh wajahku. Ini tidak sakit meski titik hujannya cukup besar. Tapi cukup untuk menghapus titik air di mataku.
Aku suka hujan.
Suka sekali. Tapi baru kali ini aku hujan-hujanan lagi setelah beberapa tahun lamanya.
Aku mengayuh sepedaku lebih santai, sambil merasakan air hangat yang mengalir di pipi.
Orang-orang yang berteduh melihatku dengan tatapan aneh. Ehm ... bukan! Itu tatapan kasihan padaku. Seorang gadis bersepeda yang menangis sambil hujan-hujanan.
Tidak masalah, mereka tidak sedang tahu aku menangis, mereka hanya tahu aku kehujanan.
Aku ingin hujan deras, sederasanya.
Biarlah sesak di dadaku, biarlah sakit di diriku, aku suka dengan hukuman semesta ini. Hukum aku. Sesukamu.
Ku tatap langit hujan, ini sungguh menenangkan. Tuhan masih mengasihi aku. Cara Tuhan memberiku cinta sungguh istimewa.
Di bawah hujan yang dingin, aku bergumam,
Aku tidak malang meski belum berpasangan, aku hanya senang, hujan-hujanan.
Aku tidak malang meski ia tinggalkan, aku hanya senang, belajar sesuatu tentang melepaskan.
Hujan di hari Natal,
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Monologues Of Heartbeat
PoetryAntologi Rasa. Tentang Cinta dan Tentang Luka. "Kuantar terimakasihku atas caramu yang tak pernah lupa untuk membuatku luka." Quotes of heart