Flashback
Di rumah, gue dan sahabat gue, Natasya Putri biasa dipanggil Putri, lagi asik mengobrol berdua.
"Udah sore nih Becc. Aku pulang ya?" kata Putri.
"Oh oke. Hati-hati ya," jawab gue. Rumah gue ada dipinggir jalan raya, jadi kalau mau ke rumah Putri, harus menyeberang.
"Em, Put. Aku bantu nyebrang ya?" tawar gue. Putri menggeleng.
"Gak usah. Aku bisa sendiri ko," jawabnya.
Gue khawatir takut Putri kenapa-kenapa. Nanti klo ketabrak gimana? Iya, gue dulu orangnya berlebihan. Gue hanya bisa pasrah mendengar jawaban Putri. Gue mengantar Putri ke depan rumah. Jujur, gue semakin khawatir karena jalanan benar-benar ramai. Jalanan sepi sebentar. Putri melambaikan tangannya ke arah gue lalu berjalan menyeberang. Gue balas melambaikan tangan ke dia. Saat Putri ditengah jalan, gue melihat ada mobil dengan kecepatan diatas rata-rata melaju mengarah ke Putri. Gue ingat sekali kejadian itu.
Gue langsung berteriak, tapi dia tidak mendengar. Karena gue orangnya nekat, gue langsung berlari ke tengah jalan, untuk menyelamatkan dia. Mobil itu sudah mulai dekat. Gue berteriak sekali lagi menyuruh Putri untuk minggir. Tapi, gue terlambat. Kecelakaan terjadi. Sahabat gue, tertabrak. Gue langsung aja menelepon ambulans. Sambil menunggu ambulans, gue langsung berlari ke arah Putri yang sudah tidak sadarkan diri. Darah keluar deras dari dahinya.
Akhirnya, ambulans datang. Putri dibawa masuk ke ambulans. Gue juga ikut. Dijalan, gue terus memegangi tangannya. Air mata gue juga sudah tidak bisa gue tahan lagi. Perlahan air mata gue mulai turun. Di rumah sakit, Putri langsung dibawa masuk ke UGD. Gue harus tunggu diluar. Ayah, Bunda, Raphael, Randy dan juga orangtua Putri sudah datang. Tadi di ambulans gue masih sempat menelepon Bunda soal kejadiannya. Bunda juga akan membawa ortu Putri.
Gue langsung memeluk Bunda. 1 jam kami harus menunggu di luar UGD, akhirnya dokter keluar dari ruangan. Perasaan gue mulai tidak enak.
"Gimana keadaan sahabat saya,Dok?" tanya gue. Dokter menghembuskan nafasnya berat, lalu menggelengkan kepala. "Kami udah mencoba sebisa kami. Kami turut sedih," jawab Dokter. Mama Putri mulai menangis. Gue juga mulai menangis.
"Setidaknya, boleh kami ngeliat dia, Dok?" tanya Papa Putri. Dokternya mengangguk. Gue langsung saja masuk ke dalsm. Melihat Putri yang pucat, tangis gue semakin menjadi, Mama Putri juga.
"Kamu udah kuanggap Kakakku sendiri, Put. Kamu juga sahabat terbaikku. Makasih ya, udah mau jadi sahabatku. Aku gak bakal ngelupain kamu. Selamat jalan, Kakak," kata gue sambil menangis.
Akhirnya, gue pulang kerumah. Berhari-hari gue mengurungkan diri dikamar. Bahkan gue tidak pergi ke pemakamannya. Gue tidak makan, tidak minum, tidak mandi berhari-hari. Gue hanya mengurungkan diri sambil menangis. Sampai suatu hari, Bunda mengetuk pintu kamar gue.
"Kak, ayo keluar. Kamu udah berhari-hari dikamar. Bunda khawatir sama kamu, Kak," kata Bunda dari luar pintu kamar. Gue tidak menjawab sama sekali.
"Dengar, Kak. Bunda tau gimana rasanya kehilangan, apalagi orang yg paling kamu sayang. Tapi kamu harus coba ikhlas, Kak. Dan, klo kamu nangis karna dia pergi, Putri gak akan tenang disana. Kamu harus tau itu. Jadi sekarang, ayo keluar. Jangan nangis lagi," ucap Bunda. Bunda ada benarnya. Jadi gue keluar kamar. Bunda langsung memeluk gue begitu melihat kondisi gue. Mata bengkak, badan semakin kurus, rambut berantakan.
***
Present Day
"Sejak kejadian itu, gue berubah 180 derajat. Temen-temen SD gue bilang klo gue jadi sosok yg dingin. Gue juga gak mau temenan ama siapapun. Sampe waktu gue naik kelas 8, ada 2 orang yg coba temenan sama gue. Yap, 2 orang itu lo sama Kayla. Gue pengen banget terimakasih ke kalian berdua, karna selalu ada buat gue. Tapi karna ego gue yg besar, gue cuma bisa sikap dingin ke kalian berdua." Gue terdiam sebentar. Vicky masih menatap gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Coldgirl
Teen FictionGue Rebecca Fabianne. Gue sering dipanggil Rebecca atau Becca. Gue kelas 2 SMP di Bandung. Gue juga termasuk cewe tomboy di kelas gue. Teman-teman gue mengatakan kalau sifat gue seperti es. Well, ada alasan dari itu. Masa lalu yang membuat gue seper...