The commitment

22.3K 1.5K 15
                                    

Chapter 4

PPOV.

Akhirnya selesai sudah semua acara pernikahanku hari ini, rasanya begitu lelah. Perasaanku masih sama, seperti nano nano. Entahlah, otakku serasa penuh, hatiku terasa sesak, dan kepalaku pun mulai pening. Namun hari ini berjalan dengan baik. Tomorrow is mystery, I don't know what happens later.

Ali menggandengku menuju kamar, malam ini kami berdua harus menginap disini karena permintaan orangtua kami. Sesampainya di kamar, Ali pun melepas jasnya. Dan mempersilahkanku untuk kekamar mandi terlebih dahulu.

"Lo ganti baju dulu gih sana, habis itu gantian gue." Ucap Ali padaku. Aku pun mengangguk tanda setuju.

"Astaghfirullahaladzim..." Aku berteriak.

"Kenapa prill??" Ucap Ali yang juga kaget mendengar teriakan ku.

"Baju gue... aaaaa... rese!!!" Ucapku kesal.

"Mang baju lo knp??" Tanya Ali padaku.

"Baju gue ada yang nuker. Perasaan tadi sore nggak ada baju - baju kayak gini. Ini mah nggak ada yang bisa di pake." Lanjutku kesal. Ali pun mendekatiku. Dia melihat isi tasku. Tawanya pecah seketika.

"Hahaa... kerjaan mama tuh. Ya udah lah, pake aja. Dari pada g pake baju, hahaaa..." Ledek Ali.

"Sue lo. Dasar modus! Ogah gue pake baju kayak gini. Enak di elo, nggak enak di gue." Jawab ku kesal

"Lha Terus, masalah buat gue? Hahaha." Ledek Ali lagi sambil tertawa.

"Huuuh.... Ok! Lo ada baju ganti lagi kan Li? Gue pinjam baju lo ya Li, please..." Pintaku pada Ali dengan wajah memelas. Dia mengerutkan dahinya.

"Ada sih, lo mau baju kegedean??" Tawarnya padaku, sambil berjalan ke arah lemari untuk mengambil baju ganti.

"Oh shit!" Teriak Ali sambil mengacak2 rambutnya.

"Kenapa Li?" Tanyaku penasaran.

"Kita dikerjain nih. Baju - baju gue juga nggak ada. Cuma ada celana pendek sama kaos doang." Jawab Ali dengan kesal.

"Yawdah, gue pake kemeja lo aja gimana? Bolehkan? Please..." Pintaku pada Ali sambil menarik - narik kemeja Ali yang masih di pakai.

"Muka lo biasa aja kali." Balas Ali.

Kemudian dia melepas kemeja putihnya dan memberikannya padaku.

"Nih. Tenang aja, masih wangi ko." Lanjut Ali sambil tersenyum.

Untungnya dia pakai kaos dalam, jadi aku nggak melihat dadanya yang sixpack itu. Kalau nggak bisa - bisa aku kehabisan oksigen ditempat. Hehehe.

"Makasih Li. Gue ganti dulu." Ucap ku padanya.

Akhirnya aku memakai kemeja Ali. Kegedean sudah pasti, karena badanku kecil dan mungil. Di tubuhku bukan seperti baju ataupun kemeja tapi terlihat seperti daster.

Oh God... what a pity I am!

Aku pun keluar dari kamar mandi, dan ternyata lagi- lagi Ali sudah tertidur. Aku pun memutuskan untuk tidur di sofa kembali, aku tak mau membangunkan Ali. Lagi pula aku tak ingin seranjang dengan nya. Aneh memang, tapi aku masih risih. Saat aku ingin merebahkan tubuhku disofa, tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang mengenggamku. Aku terkejut.

"Astaghfirullahaladzim... Aliiii. Lo bisa nggak sih nggak ngagetin gue. Lama2 gue bisa jantungan tau. Bukannya lo udah tidur??" Bentakku pada Ali. Ali hanya menatapku, kemudian dia menyeretku kearah tempat tidur.

"Kalo mau tidur itu di tempat tidur, bukan di sofa." Ucap Ali sambil menyeret tanganku ke ranjang.

"Ta.. tapi kan..." balas ku pada Ali.

"Ga ada tapi tapian!" Ucap Ali sambil menatap ku tajam.

"Mulai hari ini dan seterusnya, lo harus nurutin semua perintah gue. Karena gue suami lo dan lo ga mau kan jadi istri durhaka?" Aku masih terdiam menatap suamiku yang sedang mulai memberiku ceramah.

"Dengerin gue baik2, peraturan yang pertama gue gak pernah salah. Dan kedua jika gue salah maka kembali ke peraturan pertama." Lanjut Ali kembali.

"Peraturan apaan tu. Itu mah untung di elo, rugi di gue. Gue dapat untung apa coba." Jawab ku kesal.

"Lo beruntung kali bisa nikah sama gue. Cewe di luar sana aja susah mau jadi cewe gue, lah elo langsung jadi bini gue, ga untung tuh??" Kata Ali padaku. Over PD ni orang. Hadeh!

"Ish... ga lucu. Gue serius!!" Balasku kesal.

"Gue dua rius!" Ucap Ali padaku. Kemudian kedua tangan Ali menangkup pipiku dengan lembut.

"Gue tahu, kita nikah karena terpaksa. Karena kita di jodohin, tapi gue nggak mau pernikahan ini jadi mainan. Karena buat gue, pernikahan itu sakral. Sekali seumur hidup. Gue tahu, kita butuh waktu, karena kita belum saling kenal. Dan semua juga butuh proses. Gue nggak bakal ngapa-ngapain lo, sebelum lo siap. Kita jalanin dulu aja semua, kita punya tugas masing-masing. Lo kerjain tugas lo sebagai istri gue dan gue lakuin kewajiban gue sebagai suami lo." Jelas Ali padaku, aku pun mengangguk tanda mengerti.

"Sekarang lo tidur, gue janji nggak bakal ngapa2in lo." Ucapnya kembali sambil mengelus elus pucuk kepalaku. Kemudian Ali pun berjalan ke arah kamar mandi.

"Aliiii..." Panggil ku padanya.

"Hemm..." Balasnya sambil menengok ke arahku.

"Makasih ya Li." Ucapku pada Ali.

Dia pun tersenyum dan mengangguk. Aku pun ikut tersenyum membalas senyumannya. Mama benar, Ali baik walaupun terkadang rese maksimal. Semoga semuanya selalu baik2 saja, itulah doa ku.

Akhirnya aku merebahkan tubuhku di atas ranjang king size. Entah mengapa, aku sangat percaya dengan apa yang Ali ucapkan tadi. Tatapan dia yang tajam sungguh menghipnotisku. Kulihat tak ada kebohongan disana, hanya sebuah ketulusan. Ya, semoga aku tak salah menilai Ali yang kini menjadi suamiku. Kepalaku mulai pusing, mataku pun mulai tak bisa berkompromi. Sepertinya aku harus istirahat. Aku memejamkan mataku, berharap esok akan lebih baik lagi.

---

Hi semua...
Semoga masih enjoy ya baca cerita ku. Thank buat votenya ya, semoga ada yang comment nanti.

See ya... :*

This is CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang