Chapter 25
APOV
Hari ini gue berencana buat berkumpul dengan teman - teman gue yang satu hobby dengan gue. Kalian masih inget kan hobby gue? Fotography bro. Sambil refreshing menghilangkan penat gue selama ini. Hampir satu minggu, gue mencari keberadaan Prilly istri gue, yang sampai sekarang belum ada kabarnya. Kabar terbaru yang gue dapat beberapa hari yang lalu, istri gue resign kerja. Kabar ini juga bikin gue lemes seketika, dia melepaskan cita - citanya begitu saja. Dan kabar baiknya, alhamdulillah mama gue sudah sembuh. Mama ngedrop gara - gara mikirin gue dan Prilly, capek hati dan capek fikiran juga kayaknya. Se'ngak nya beban gue sedikit berkurang. Gue memang ngak tanyain Prilly sama mertua gue, mereka di Kalimantan. Dan gue yakin Prilly ngak mungkin cerita sama mereka. Dan kak Adi, dia sedang sibuk di Singapore sekalian ngurusin persiapan pernikahannya nanti. Kak Adi juga pasti ngak tahu adik kesayangannya dimana. Gue hampir gila rasanya mencari Prilly setiap saat. Semua yang gue kerjain selalu berantakan, fokus gue hilang seketika. Bang Aron dan Kaia yang selalu disamping gue, mereka selalu bantuin gue. Papa gue pun akhirnya tahu masalah gue, dan dia bisa ngertiin posisi gue sekarang.
Gue inget weekend kemarin, seharian gue habisin waktu weekend gue bareng istri gue. Seandainya gue bisa mengulang waktu itu, gue pengen membalikkan waktu itu kembali. Dan weekend kali ini gue habisin bareng temen - temen gue, me time. Gue bisa tertawa pecah hari ini bersama mereka, tapi hati gue berbanding terbalik dengan apa yang terlihat diluar. Hati gue masih sakit rasanya.
Saat makan siang, gue mutusin untuk pamit dengan teman - teman gue. Gue pengen sendiri sekarang. Gue melajukan mobil Range Rover gue ke sebuah restaurant yang boleh di bilang mewah. Republic Cinta Restaurant and Cafe. Dari namanya saja sedikit membuat orang penasaran. Restaurant ini mirip seperti hotel, bangunan modern berlantai dua dengan fasilitas yang lengkap disekitarnya.
Dengan t-shirt putih, celana hitam, jaket kulit hitam, sepatu converse hitam, Rayban wayfarer black sunglasses, dan ngak lupa sama tas ransel kesayangan gue, gue pun masuk ke tempat mewah itu. Gue memilih cafe untuk tempat gue menyendiri, ya walaupun ngak sendiri juga karena ternyata tempatnya ramai. Gue mengambil tempat yang berada di pojok ruangan cafe, sedikit sepi disana. Gue pun duduk dan meletakkan tas ransel gue di kursi sebelah gue. Sejak gue menemukan buku diary Prilly, gue selalu membawanya kemanapun gue pergi, dengan Tas gue yang berisi gadget kesayangan gue, kamera, dan amplop coklat yang bikin gue galau akut. Sambil menunggu pesanan datang, gue mengambil buku diary Prilly. Gue membuka halaman yang masih kosong. Gue juga mengambil sebuah foto yang baru gue cetak, foto gue dan Prilly yang sangat romantis saat melihat sunrise di Pulau Bora bora, Tahiti. Foto gue yang berhadapan dengan Prilly, kedua tangan gue berada dipinggang Prilly, kedua tangan Prilly mengalung di leher gue, wajah kami saling menyentuh dan saling menempel satu sama lain, dengan mata yang saling memandang, serta view sunrise yang sempurna. Gue tempel foto itu di buku harian Prilly, kemudian gue hias dengan potongan - potongan kertas berwarna warni berbentuk bintang dan hati. Setelah itu gue pun menuliskan sesuatu di halaman sebelahnya.
Mungkin kita adalah dua sisi koin yang ditakdirkan berpasangan.
Mungkin di saat seperti ini, kita baru paham seperti apa bentuk rindu yang menelusup pelan.
Kala diam.
Kala hening.
Kala malam.
Kamu...
Ketika rumus fisika majal,
matematika menemui ajal,
kimia tak lagi berguna,
dan biologi hanya kata tanpa arti.
Kamu...
ketika cinta menjelma menjadi satu definisi.
Pasti.Setelah itu gue menggambar dua buah koin yang agak menumpuk, bertuliskan you and me dengan menggunakan pensil dibagian bawah puisi itu. Di bagian pojok gue beri tanda tangan gue dengan balpoin berwarna emas.
Pesanan gue pun sampai. Dan tiba - tiba mata gue menemukan sesosok orang yang tak asing buat gue, Al. Mata gue pasti ngak salah lihat, dia terlihat rapi mengenakan kemeja hitam, celana dan jas berwarna biru yang senada. Dia mengalungkan gitar dibahunya, dan dia berjalan ke arah panggung yang berada dicafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Cinta
FanfictionCinta itu seperti coklat, Rasa manisnya yang selalu melekat, Membuat kita kecanduan setiap saat. Cinta itu juga seperti kopi, Berawal dari rasa manis sesaat, Kemudian meninggalkan pahit yang teramat. Cinta juga bisa seperti pasir, Saat kita menggeng...