Meski jauh dari kata sempurna, setidaknya Sasuke mulai mensyukuri hidupnya. Masih dengan keseharian sama, namun Sasuke merasa hari-harinya berjalan dengan lebih baik. Terhitung sudah hampir 2 bulan Sasuke bahkan tak mencium aroma alkohol yang biasanya ia nikmati setidaknya 1 kali dalam seminggu. Bagi Sasuke sendiri, ini menjadi pencapaian bagus dirinya menuju langakah yang lebih baik.
Walau hanya setetes, tak jarang Sasuke ingin kembali meneguk cairan yang pernah menjadi candu baginya. Sasuke rindu aromanya. Rindu bagaimana glenyer aneh menyapa indra pengecapnya. Rindu sensasi memabukkan yang membuatnya hilang akal hingga merasa hidupnya tanpa beban. Sasuke sebenarnya sangat rindu. Sasuke berusaha menahan diri untuk tidak kembali, karena dari setetes itu mampu membuatnya candu.
Jika dipikir ulang, Sasuke si pengecutlah yang membuatnya mengenal minuman tersebut dan segala hal berhubungan dengan bar. Di usianya yang menginjak 18 tahun tapat ia duduk di bangku senior high scool kedua orang tuanya bercerai. Tepat dihari ulang tahun pernikahan mereka, ayah Sasuke membawa wanita simpanan dan seorang adik untuknya. Ibunya meraung dalam tangis putus asa dan kecewa. Sang ayah lantas berteriak dalam kemarahan megatakan ibunya jalang. Kala itu begitu kacau. Orang tua Sasuke saling berteriak memaki dan menyalahkan. Itu merupakan awal dimana kehancuran Sasuke terjadi. Sasuke semakin hancur mengetahui sang ibu yang sempat depresi mengenalkan sosok kakak pada dirinya tepat 2 bulan setelah kekacauan. Sosok tersebut adalah putra sang ibu bersama laki-laki yang sang ibu kencani selama menjalin pertunangan dengan sang ayah.
Sasuke yang selalu berpikir keuarganya harmonis tentu tak mampu menerima kenyataan pahit yang datang padanya. Keluarganya yang ia pandang sempurna rupanya hanya penuh dusta.
Di usia remaja hidupnya hancur. Berniat menenagkan pikiran membuat Sasuke lari pada kenikmatan pergaulan dunia malam. Disana Sasuke menemukan ketenangan yang tak ia dapatkan di rumah. Di tempat itu Sasuke merasa tidak memiliki masalah. Semua beban yang ia hadapi lenyap tak berbekas. Selalu kesana Sasuke berlari setiap kali masalah menghampiri.
Ya. Sebegitu pengecutnya Sasuke. Selalu lari dan menghindari.
Sekarang Sasuke lebih berani. Hanya dengan kata, 'Semua akan baik-baik saja' dan senyum si pirang yang terbayang. Sasuke merasa ia mampu melewati masalah yang dihadapi. Apalagi melihat tawa riang Sarada, Sasuke pasti mampu melewati semua. Kedua perempuan itulah yang memberi Sasuke kekuatan saat ini. Alasan seorang Sasuke berjuang.
Sasuke tersenyum membayangkan si Pirang yang kala itu memberinya banyak jus buah sebagai ganti alkohol yang sering ia minum.
'Jika Sasu-nii tidak tau, ini namanya jus.' Terang si pirang memberi tau seolah Sasuke tidak mengenal minuman tersebut.
'....'
'Ini lebih baik dari minuman aneh yang sering Sasu-nii minum.' lanjutnya dengan cibiran berhasil membuat Sasuke terkekeh.
'....'
'Sensasinya segar dan bikin otak fresh. Lebih sehat juga tuh! Nggak bikin Sasu-nii jalan sempoyongan.' Dengan nada sinisnya Naruto mempromosikan minuman tersebut.'Dan yang paling penting ini minuman gak bikin hilang akal.' Sasuke tersenyum melihat tingkah si Pirang yang mencibir dan mengeluhkan alkohol. Dimata Sasuke, Naruto terlihat seperti sales yang sedang mempromosikan barang kepada kustamer. Lucu.
Dibawah langit sore Sasuke tersenyum dalam lamunannya, mengabaikan seorang yang menemaninya duduk di teras sore ini.
"Bumi pada Sasuke!!" panggil sosok tersebut menghentikan lamunan Sasuke. Sasuke menatap canggung sosok pria yang menjadi bagian penting dalam masa remajanya.
Sosok pria tersebut adalah Sai, kawan Sasuke yang pernah berjasa menampung Sasuke kala ia berada pada masa kehancurannya. Sore ini keduanya terlibat obrolan ringan mengenai beberapa hal. Keduanya mengobrol ditemani sang anak di pangkuan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
RECYCLE
Non-FictionSasuke pria duda dengan banyak kesalahan di masa mudanya. Kedua istrinya meninggalkan Sasuke dalam tangis penyesalan.