*5 part sebelum ini (8th - 12th lies) sudah dihapus karena kebijakan penerbitan.
---
Seorang pria tua berdiri sambil menjabarkan beberapa kalimat. Di atas panggung dengan alas kayu tersebut, dia memegang mikrofon sambil menatap audiens yang fokus terhadapnya. Usia penonton di sana beragam. Ada yang masih remaja sampai orang dewasa bahkan orang-orang lanjut usia. Pantofel hitam berkilat itu memberikan gema tiap kali ia melangkah. Terkadang sunyi mengintrupsi ruanga besar ini-memberikan waktu untuk si pembicara menetralkan napasnya karena sesak meyapa tiap kali ia bercerita.
"Mungkin kalian juga sedang berada dalam masa sulit. Kalian mungkin berpikir untuk mati dan berharap beberapa orang akan menyesal," suara dari mic itu kembali terpancar. Ia menghentikan langkahnya dan menatap satu persata wajah penonton yang kini tertuang berjuta tanggapan pembenaran.
"Aku akan menjawab-ya, beberapa akan menyesal. Aku adalah salah satunya. Alasan aku berdiri disini sebagai aktivis pencegah bunuh diri-adalah karena aku menyesal. Karena aku pernah gagal menyelamatkan hidup seseorang."
Beberapa orang di sana menahan napas kala kalimat itu mengudara. Sementara si pembicara terlihat mencoba menahan diri untuk tak menangis di hadapan mereka. Ia menekan remote untuk menghidupkan layar di belakang panggung. Terlihat sebuah foto yang amat menyakitkan untuk dilihat oleh si pria tua itu. Ia bahkan berhenti sejenak untuk menelan saliva dan membasahi tenggorokannya yang perit.
Ia membalikkan badannya menatap para penonton dan tersenyum kembali. "Ini anakku. Aku tak tau apapun soalnya. Yang aku tau, dia anak yang baik. Tak pernah minta macam-macam. Mungkin karena aku juga tak pernah bertanya padanya."
Jeda beberapa waktu sebelum ia menaikkan kembali mic itu ke depan bibirnya.
"Dia sudah mati."
Mata pria itu memanas. Para penonton pun menahan napas sekali lagi. Keadaan menjadi begitu senyap dan fokus. Meski bertahun-tahun sudah berlalu, rasanya masih amat sakit. Dan orang-orang di dalam sana pun ikut merasakan pilu. Bahkan para pekerja di balik layar juga terhenyak.
"Tapi, di detik-detik akhir hidupnya-ia sempat menelponku. Hal itu adalah hal yang paling kusyukuri," Ujar pria itu lagi. "Kalian tau apa yang ia katakan?"
Tak ada yang menjawab. Semuanya senyap dan fokus. Mencoba menerka di dalam hati masing.
"Dia bilang, 'Ini bukan salahnya, aku memamng ingin mati. Beritahu kisahku pada semua orang, agar tak ada yang berakhir sama'-karena itu aku disini sekarang. Mengajak kalian untuk bangkit." Ia tak kuasa menahan tangisnya dan kemudian setetes demi setetes air mata berjatuhan.
"Aku hanya ingin bilang, jangan mengakhiri hidupmu hari ini, besok dan di hari apapun. Meski ada begitu banyak alasan untuk mati, temukan satu alasan untuk bertahan. Jika kau tak memilikinya, tetaplah hidup untuk menemukan alasan tersebut."
KAMU SEDANG MEMBACA
everyone has lies ✓
Fanfiction[Telah Dibukukan] *Sebagian part dihapus, untuk kepentingan penerbitan. ❝𝐊𝐢𝐦 𝐃𝐨𝐲𝐨𝐮𝐧𝐠 𝐬𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐦𝐚𝐭𝐢. 𝐃𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐦𝐛𝐮𝐧𝐮𝐡𝐧𝐲𝐚.❞ 𝐄𝐯𝐞𝐫𝐲𝐨𝐧𝐞 𝐡𝐚𝐬 𝐥𝐢𝐞𝐬, 𝐞𝐯𝐞𝐫�...