Seperti hari-hari biasa lainnya-Kim Doyoung bangun dan menjalankan apa yang disebut kehidupan. Meski ia tak benar-benar ada dalam ruang lingkup hidup yang sesungguhnya. Bersedakap dalam rasa yang telah mati.
Pagi masih merona, menampakkan sejumput hangat yang mendera untuk menjelajah. Gejolak riuh dari roda-roda kendaraan memberikan jejak pada badan semesta. Hingga jingga menjemput dan malam menggantung menggantikan keindahan mentari-manusia masih tetap berjuang untuk bertahan hidup.
Ribuan lampu-lampu perkotaan dalam gelap hari menjadi bintang bagi angkasa. Menggantikan langit kosong yang mendekam dalam kelabunya awan dan bola terang yang tertikam dalam sepi.
Kemana pergi bintang yang sesungguhnya? Tidakkah mereka ingin menemani sosok lemah Doyoung saat ini?
Atau mereka sudah menunggu dan mempersiapkan pesta penyambutan atas ketiadaanya sebentar lagi?
Cahaya redup, bak lentera dunia yang dipaparkan dengan apik oleh bulan diatas sana-seakan melambai sambil memperjauh jarak di antara mereka. Padahal, Doyoung lah yang semakin menelusup ke dasar. Tertelan oleh timbunan bening yang tak tau sejauh mana akan berpunca.
Sayup namun pasti, sebelum kelopak mata itu tertutup sepenuhnya-ia mendapati sosok yang menatapnya sedih di luar sana. Berdiri menopang tubuh dari pagar besi pembatas. Menghadiahkan sebait frasa tanpa suara sebagai akhir dari perseteruan yang terjadi.
Tangan Doyoung terjulur pelan menghantam tekanan. Meminta pengampuan dan pertolongan dari sosok di atas sana. Namun mata sendu itu hanya menatapnya prihatin-tanpa berniat untuk melakukan aksi penyelamatan. Mungkin baginya, Doyoung memang pantas lenyap dari dunia ini.
Bibir orang itu bergerak pelan. "Selamat atas kematianmu, Kim Doyoung."
Kenapa kau melakukan ini?-Tanya Doyoung dalam hati. Sebuah pertanyaan yang tak akan pernah bisa ia dengar jawabannya setelah hari ini berakhir.
Dadanya mulai terasa terbakar karena tak bisa menampung cakupan air. Sensasi tercekik membumbung bersamaan dengan paru-paru yang mulai tergenang. Badannya kian sungkan untuk digerakkan. Menyerah pada kaku dan rasa pengap yang tak berkesudahan. Suara-suara menjadi kedap. Semuanya terasa berkabut dan buram. Hanya tersisa kekosongan dan daya tangkap panca indra yang semakin memudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
everyone has lies ✓
Fanfic[Telah Dibukukan] *Sebagian part dihapus, untuk kepentingan penerbitan. ❝𝐊𝐢𝐦 𝐃𝐨𝐲𝐨𝐮𝐧𝐠 𝐬𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐦𝐚𝐭𝐢. 𝐃𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐦𝐛𝐮𝐧𝐮𝐡𝐧𝐲𝐚.❞ 𝐄𝐯𝐞𝐫𝐲𝐨𝐧𝐞 𝐡𝐚𝐬 𝐥𝐢𝐞𝐬, 𝐞𝐯𝐞𝐫�...